Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan penyidikan Pemegang saham PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya (FW) dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan dan perpanjangan hak guna usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.
Frank Wijaya merupakan penyuap eks Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau M Syahrir.
Advertisement
"Tim penyidik telah selesai melaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap II) tersangma FW (Frank Wijaya) pada tim jaksa karena keseluruhan berkas perkara penyidikan dinyatakan lengkap oleh tim jaksa," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (24/12/2022).
Dengan dilimpahkannya berkas tersebut, maka tim jaksa penuntut umum pada KPK memiliki waktu maksimal 14 hari kerja untuk menyusun surat dakwaan. Surat dakwaan nantinya akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor untuk disidangkan.
"Tim Jaksa segera melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tipikor," kata dia.
Frank Wijaya sebelumnya ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polres Jakarta Selatan pada 27 Oktober 2022.
Tahan Kakanwil BPN Riau
KPK menahan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Riau 2019-2022 M Syahrir. Dia dijerat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau. Syahrir diduga menerima uang hampir Rp 11 miliar.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut Syahrir diduga menerima uang Rp 1,2 miliar dari komitmen fee Rp 3,5 miliar yang diminta Syahrir.
Uang Rp 1,2 miliar itu bersumber dari kas PT Adimulia Agrolestari (PT AA) atas persetujuan pemegang saham PT AA Frank Wijaya (FW). Uang tersebut diserahkan General Manager PT AA Sudarso (SDR) di rumah dinas Syahrir pada September 2021.
"Sekitar September 2021, atas permintaan MS (Syahrir) penyerahan uang SGD 120.000 dari SDR dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SDR (Sudarso) tidak membawa alat komunikasi apa pun," ujar Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kamis (1/12/2022).
Ghufron menyebut, setelah menerima uang itu, Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan dimaksud bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra, selaku Bupati Kuantan Singingi.
Bupati Andi menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar. Frank Wijaya pun memenuhi rekomendasi tersebut.
Kemudian, Ghufron menyebut dalam kurun waktu September 2021 sampai dengan 27 Oktober 2021, Syahrir menerima sekitar Rp 791 juta dari Frank Wijaya. Penerimaan uang itu melalui rekening bank atas nama pribadi maupun atas nama dari beberapa pegawai BPN.
Selain itu, Syahrir pada kurun waktu tahun 2017 sampai dengan tahun 2021 juga diduga menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp 9 miliar dalam jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi. Atas dasar penerimaan-penerimaan yang mencapai hampir Rp 11 miliar itu, Ghufron menyatakan akan mendalaminya lebih jauh.
"Hal ini akan terus didalami dan dikembangkan tim penyidik," kata Ghufron.
Advertisement