Liputan6.com, Jakarta- Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim fenomena Solstis mengakibatkan berbagai bencana alam, kabar tersebut diunggah salah satu akun Facebook, pada 18 Desember 2022.
Unggahan klaim fenomena Solstis mengakibatkan berbagai bencana alam tersebut berupa tulisan sebagai berikut.
Advertisement
"FENOMENA LAGIT PADA TGL 21 DESEMBER 2022 YAITU FENOMENA SOLSTIS(titik balik matahari )
Sahabat,Tgl 22 Desember, sebaiknya jgn keluar rumah. Berdoa bersama keluarga, Karena ada FENOMENA SOLSTIS.
Memang tidk membahayakan pada lagit namun kerap terjadinya, gempa,gemuruh,banjir, atau angin puting beliung krn fenomena solstis itu terjadi di lagit tp juga dapat berdampak pd bumi.
Solstis terjadi karena sumbu rotasi bumi miring 23,5 derajat terhadap bidang tegak lurus ekliptika atau poros kutub utara dan selatan langit.
Saat bulan JUNI, solstis terjadi lantaran kutub utara dan belahan Bumi utara condong ke arah Marahari.
Saat bulan DESEMBER , belahan Bumi selatan dan kutub selatan condong ke Matahari.
Fenomena ini juga menyebabkan Matahari terbit dari arah tenggara dan terbenam di arah barat daya.
Namun demikian, terbitnya Matahari tersebut kembali disesuaikan dengan lintang geografis masing-masing wilayah.Lintang tinggi terutama di belahan Bumi selatan, Matahari cenderung terbit di arah tenggara agak selatan dan terbenam di arah barat daya agak selatan.
FENOMENA SOLSTIS, tahun ini terjadi pada 22 Desember 2022.SOLSTIS, berdampak langsung pada lamanya waktu siang dan malam.
Untuk belahan Bumi utara, menurut BRIN, panjang siang akan lebih pendek dibandingkan dengan panjang malamnya.Sebaliknya, saat solstis Desember mendatang, belahan Bumi selatan akan mengalami siang lebih panjang daripada malam.
Jadi panjang siang ini diukur dari waktu Matahari terbit hingga Matahari terbenam. Itu dihitung durasinya berapa, itulah yang menjadi panjang siang," tutur dia.Sementara itu, panjang malam diukur mulai Matahari terbenam hingga Matahari terbit.
"Untuk di Indonesia sendiri saat solstis Desember di belahan Bumi bagian utara seperti di Sabang, Miangas, dan Tarakan, itu panjang siangnya hanya 11,5 jam," papar Andi.
Sedangkan di Indonesia belahan selatan, seperti Pulau Rote dan Pulau Timor, durasi siang menjadi lebih panjang dari biasanya, yakni sekitar 12,7 jam.Adapun di bagian lintang tinggi belahan Bumi utara, Andi menjelaskan bahwa solstis menjadi pertanda awal musim dingin.
"Sebaliknya di belahan bumi selatan, solstis Desember di belahan Bumi seLatan mengalami musim panas. Dan menjadi awal dari musim panas," ungkap info BRIN Andi...Semoga kita selalu dlm lindungan allah swt...Aminnn114"
Benarkah klaim fenomena Solstis mengakibatkan berbagai bencana alam? Simak hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.
Penelusuran Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim fenomena Solstis mengakibatkan berbagai bencana alam, dalam artikel berjudul "BMKG Palu: Solstis Fenomena Astronomi Biasa, Tidak Ada Kaitan dengan Gempa" yang dimuat Liputan6.com, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Sis Al-Jufri Palu Nur Alim menyatakan, Solstis merupakan fenomena astronomi biasa yang kerap terjadi tiap tahun dan tidak berhubungan dengan aktivitas vulkanologi, gempa bumi, dan bencana hidrometeorologi.
"Fenomena alam ini berlaku di wilayah tertentu yakni kutub utara dan selatan, dampaknya waktu siang lebih pendek dan waktu malam lebih panjang sehingga suhu dingin semakin tinggi," kata Nur Alim.
Dirinya juga menjelaskan, masyarakat tidak perlu khawatir akan fenomena tersebut, karena fenomena solstis merupakan siklus tahunan astronomi, yang mana matahari berada paling utara maupun selatan ketika mengalami gerak semu tahunannya dan mempengaruhi perhitungan waktu.
Oleh karena itu, di daerah khatulistiwa tidak berpengaruh terhadap fenomena ini, sebab matahari tetap melalui jalur khatulistiwa dan daerah tropis tidak memiliki musim dingin.
"Masyarakat tidak perlu khawatir, karena Solstis tidak seseram isu yang disebarluaskan di media sosial," ucap Alim.
Ia mengatakan Solstis benar terjadi pada 21 Desember 2022 karena waktu ini adalah puncak fenomena tersebut sesuai dengan siklusnya dan fenomena tersebut juga bukan pemicu gempa, tsunami, banjir, tanah longsor, dan bencana alam lainnya.
Kalau pun terjadi hujan dengan intensitas tinggi hingga menimbulkan dampak, menurut dia, karena bulan ini sudah memasuki musim penghujan di wilayah-wilayah Monsun, berbeda dengan Sulteng karena masuk pada zona non zom atau wilayah yang tidak mempunyai batas yang jelas antara periode musim hujan dan musim kemarau.
"Daerah non zom biasanya didominasi potensi hujan lokalistik, yang secara garis besar, hujan turun tidak merata antara wilayah satu dengan yang lainnya," tutur Alim.
Dalam artikel berjudul "Ada Fenomena Solstis, Benarkah Tak Boleh Keluar Rumah pada 21 Desember?" yang dimuat situs Liputan6.com, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menegaskan bahwa solstis hanyalah fenomena astronomis biasa. Solstis sendiri bisa disepadankan dengan "Titik Balik Matahari."
Menurut Andi Pangerang Hasanuddin dari Pusat Riset Antariksa BRIN, secara umum, solstis berdampak pada gerak semu harian Matahari ketika terbit, berkulminasi, dan terbenam.
Pengaruhnya juga pada intensitas radiasi Matahari yang diterima permukaan Bumi, kemudian berdampak pada panjang siang dan malam, serta berdampak pada pergantian musim.
BRIN menegaskan, dampak solstis yang dirasakan manusia tidak seekstrem yang dinarasikan pada imbauan disinformatif dan menyesatkan.
"Sekalipun di hari terjadi solstis ini terjadi letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami maupun banjir rob, fenomena-fenomena tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan solstis," kata Andi.
Hal ini karena, solstis merupakan fenomena murni astronomis yang juga dapat mempengaruhi iklim dan musim di Bumi. Sedangkan bencana-bencana alam tadi, terjadi karena aktivitas vulkanologi, seismik, oseanik, dan hidrometeorologi.
Advertisement
Kesimpulan
Hasil penelusuran klaim fenomena Solstis mengakibatkan berbagai bencana alam tidak benar.
Secara umum, solstis berdampak pada gerak semu harian Matahari ketika terbit, berkulminasi, dan terbenam. Sekalipun di hari terjadi solstis ini terjadi letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami maupun banjir rob, fenomena-fenomena tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan solstis.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement