Liputan6.com, Cilacap - 25 Desember 2022, umat Nasrani di dunia merayakan Natal, termasuk di Indonesia. Di hari bahagia umat Nasrani ini, Liputan6.com mengetengahkan sebuah kisah toleransi nan unik, antara seorang pastor dan muslim.
Barangkali ini adalah salah satu kisah toleransi nan epik, secara personal. Cerita ini adalah potret hubungan antar umat Tuhan, yang mewujud dalam situasi yang unik.
Indahnya toleransi ini terjadi beberapa tahun lampau, di sebuah kota lereng selatan Gunung Slamet, Purwokerto, Jawa Tengah. Adalah Boni Fausius Abbas, pastor Gereja Santa Theresia, Majenang Cilacap.
Alkisah, suatu hari, Romo Boni, seorang Rohaniwan Katolik menengok tetangganya yang tengah dirawat di sebuah rumah sakit di Kota Purwokerto. Kebetulan, RS tersebut terafiliasi dalam organisasi umat Nasrani.
Baca Juga
Advertisement
Mendadak, seorang tenaga medis rumah sakit tersebut tergesa mendekati Romo Boni. Si dokter mengatakan ada seorang pasien yang tengah menjelang ajal.
Ini adalah rumah sakit yang berafiliasi dengan organisasi yang identik dengan agama Kristen. Tentu, Romo Boni ini sudah dikenal sebagai rohaniwan.
Semula, baik petugas medis mapun Romo Boni mengira pasien yang hendak meninggal ini beragama Kristen. Belakangan diketahui, pasien yang dimaksud adalah seorang muslim.
Jiwa toleran Romo Boni diuji. Hatinya sempat gundah. “Saat itu pasien masih sadar,” ucapnya, ketika menjadi pembicara dalam Sarasehan Budaya dan Buka Bareng Kerukunan Umat Beragama bertajuk ‘Wareg Bareng Kencot Bareng’ yang digelar Komunitas Kristiani dan Komunitas Muslim di Majenang, di Gereja Santa Theresia, Senin, 27 Mei 2019.
Perlu diketahui, ketika seorang muslim hendak meninggal dunia, maka pendamping rohani yang bisa dari kalangan keluarga atau pemuka agamanya menuntunnya untuk mengucapkan kalimat tauhid dan syahadat.
Sayangnya, saat itu, karena berada di RS, tidak ada orang yang bisa menuntun syahadat si pasien sakaratul maut. Karena terpaksa, Romo Beni pun bersedia menuntun pasien muslim untuk bersyahadat.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Romo Beni Sempat Gundah
Masalahnya, pikir Romo saat itu, jika ia mengucapkan syahadat, maka secara agama Katolik salah. Pun, ia ragu sebagai penganut Katolik menuntun seorang muslim mengucapkan kalimat-kalimat suci dalam agama Islam.
Namun, ia melihat tak ada orang yang menuntun pasien muslim. Nuraninya pun bergemuruh lebih kencang untuk menolong saudara muslimnya ini. Karenanya, ia bertekad menuntun si muslim mengucapkan syahadat atas nama toleransi.
“Saya berulang-ulang mengucapkan Asyhadu Allaa Ilaahaillallaah, Wa Asyhadu Anna Muhammadarrosulullah. Saya ingin agar ia berada dalam keimanannya,” ucap Romo Sastor Boni.
Usai menuntun pasien yang menjelang kematiannya itu, Romo Boni kembali ke kamar perawatan tetangganya. Dua jam kemudian, ia dikabari bahwa pasien muslim tersebut sudah meninggal dunia.
Romo pun berdoa agar pasien muslim itu meninggal dunia dalam iman dan Islam.
Advertisement
Kembali ke Tuhannya dalam Keimanannya
Romo Boni yakin, apa yang dilakukannya tak salah. Sebab, ia hanya ingin menolong agar saudaranya yang berbeda agama itu kembali kepada Tuhannya dalam keimanannya.
Menurut dia, agama adalah jalan menuju Tuhan. Agama yang berebeda menyebabkan jalan menuju Tuhan berbeda. Namun tiap jalan ini punya tujuan akhir yang sama, yakni Tuhan.
Tiap agama mengajarkan kebajikan yang sama. Dan toleransi di antara agama bisa dibentuk jika ada dialog dengan keterbukaan menerima perbedaan.
Perbedaan itu bukan berarti antar umat beragama saling bertarung. Agama mengajarkan untuk saling menerima dan menghargai.
“Agama tidak menyebabkan kita berkelahi. Dalam agama kita diajarkan untuk saling menghormati,” ujar Romo Boni.
Tim Rembulan