Dibuang Sayang, Ibu Menyusui Minum ASI Sendiri Sepanjang Perjalanan Liburan

Ibu menyusui itu meminum sekitar 4.450 ml ASI miliknya sepanjang liburan di Jepang.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 26 Des 2022, 13:01 WIB
Ilustrasi ASI dalam botol. (Sumber The Milk Bank)

Liputan6.com, Jakarta - Perjalanan liburan Jemie Lim (29) ke Jepang diwarnai aksi meminum air susu ibu (ASI)-nya sendiri. Warga Singapura yang melahirkan bayi perempuannya pada 13 September 2022 itu berbagi melalui Tiktok bagaimana dia menenggak sekitar 4.450 ml ASI selama liburan bersama suaminya awal bulan ini.

Di awal video berdurasi satu menit tersebut, Lim memperlihatkan dirinya sedang memompa payudaranya selama penerbangan dalam perjalanan ke Singapura. Setelah itu, dia berganti-ganti antara meminum ASI dan air dari termos.

Klip lain menunjukkan ibu menyusui itu mengonsumsi susu di berbagai tempat, seperti kamar hotelnya dan bahkan di tempat umum. "Tidak ada ruang menyusui di dekat situ, jadi saya hanya [memompa] di sembarang tempat," ia menjelaskan, dikutip dari AsiaOne, Senin (26/12/2022).

Dalam keterangan videonya, dia menjelaskan bahwa awalnya ia berencana menyimpan ASI miliknya di freezer hotel. Karena "keadaan yang tidak terduga", dia tidak berhasil membekukan beberapa paket ASI. Dia hanya berhasil membekukan dan menyimpan beberapa dari hari pertama perjalanannya.

Di akhir perjalanannya, dia mengumpulkan ASI beku itu dan mengemasnya ke dalam tas pendingin sehingga dia bisa membawanya kembali ke Singapura untuk memberi makan bayinya.

Lim mengaku sebelum berangkat sempat mengirimkan email untuk memastikan jika dia bisa menitipkan ASI-nya di freezer hotel. Pihak hotel memberi lampu hijau, namun dengan 'sangat jelas' bahwa mereka tidak merekomendasikan itu karena tak bisa menjamin bisa menjaga kualitas ASI yang disimpan.

 

 


Sebuah Prestasi

Ilustrasi ibu memberi anaknya ASI dalam dot. (Sumber foto: Pexels.com)

Peringatan pihak hotel benar adanya. Pada pagi di hari kedua, dia mendapati sejumlah paket ASI yang disimpannya tidak membeku saat mengecek hasil pompa hari pertama.

"Sangat aneh karena semestinya tidak butuh waktu lama untuk menjadi beku," ia menjelaskan.

Lim sempat terpikir untuk membuang ASI yang tak bisa beku. Namun, pikiran itu dihempaskan dari benaknya dan akhirnya memutuskan untuk meminum susu tersebut karena khawatir akan keburu rusak jika dibiarkan hingga liburan berakhir.

"Aku berbicara pada diriku sendiri semestinya aku membuangnya saat memompanya lain kali. Tapi akhirnya, aku (tidak) melakukannya karena itu semua usahaku, kerja kerasku," tuturnya.

Padahal, Lim bukan yang rutin mengonsumsi susu. Karena itu, ia merasa meminum 4.450 ml ASI miliknya sepanjang perjalanan liburan adalah sebuah prestasi baginya. 

Sebelumnya, dia biasanya hanya meminum beberapa tetes saja untuk memastikan suhu yang tepat untuk bayinya. "Saya bukan penyuka susu, saya sama sekali tidak minum susu. Hanya minum sedikit selama hamil karena dokter kandungan saya mengatakan (bayi) membutuhkan kalsium," ungkapnya.


Bagaimana Rasanya?

Ilustrasi susu. (dok. Anastasia Belousova/Pexels)

Lim menjelaskan alasan dia perlu meminum ASI dengan air, yakni untuk mengencerkan rasa susu. Menurut Lim yang kini sudah kembali ke Singapura, ASI segar sebenarnya berasa manis dengan tidak terlalu banyak rasa. Namun, ASI beku terasa 'sangat amis'. Dia bahkan hampir muntah saat pertama kali mencobanya.

Pemberian ASI kepada bayi hingga dua tahun sangat dianjurkan karena manfaatnya begitu besar. Namun, perlu usaha ekstra terutama bagi ibu pekerja untuk bisa menyusui bayinya secara eksklusif. 

"Ibu pekerja mengalami risiko gangguan menstruasi dan reproduksi selama bekerja. Hanya 19% buruh yang berhasil memberikan asi ekslusif, ini seperti dua dari lima orang," tutur peneliti Collaborative Center (HCC) dan Pengajar Kedokteran Kerja FKUI, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, dikutip dari kanal Citizen Liputan6.com.

Dr. Ray menambahkan, peran cuti enam bulan akan mengoptimalkan ASI ekslusif kepada ibu, yang juga berkontribusi untuk produktivitas kerja. Belum disahkannya Rancangan Undang-Undang Kesehatan Ibu dan Anak (RUU KIA) menghambat hak kesehatan ibu pekerja karena masih terdapat anggapan bahwa cuti enam bulan adalah biaya bagi perusahaan.

Padahal, cuti enam bulan justru merupakan investasi bagi perusahaan. Studi kasus di sejumlah negara-negara Skandinavia yang sudah menerapkan cuti enam bulan berbayar menunjukkan dampak positif bagi kualitas produktivitas ibu pekerja. Hal inilah yang juga perlu diperhatikan untuk dapat diterapkan di Indonesia.

 


Dukungan bagi Ibu Pekerja

Ilustrasi rekomendari botol susu. (Dok. IST)

Untuk mengawal hak kesehatan ibu pekerja, perusahaan perlu memberikan fasilitas serta konsultasi laktasi bagi sang ibu. Memaksimalkan promosi produksi laktasi di Indonesia dengan pemberian sertifikasi konselor laktasi di tempat kerja dapat menjadi salah satu upaya perusahaan mengoptimalkan hak kesehatan ibu.

Sertifikasi ini pun tak hanya ditujukan kepada dokter perusahaan, tetapi juga dapat ditujukan kepada Human Resource Department (HRD). Tak hanya itu, edukasi bagi para karyawan juga diperlukan. Fasilitas ruang laktasi yang telah diberikan hanya boleh digunakan secara khusus oleh para ibu pekerja.

"Pemberian ruang laktasi yang private bagi sang ibu diperlukan, sebab setidaknya 50 persen ibu pekerja (buruh) menyusui di toilet karena ruang laktasi yang masih bersifat multifungsi," kata Dr. Ray.

Tak hanya di ruang kerja, ranah keluarga juga perlu mengoptimalkan masa cuti enam bulan bagi sang ibu apabila RUU KIA sudah disahkan. Apabila suami mengambil cuti, cuti suami pun perlu ditujukan sebagai support system bagi sang ibu.

"Akan lebih efektif bila cuti suami dilakukan secara occasionally. Cuti suami penting, selama suami masih dapat bekerja dan berbagi peran," ucap Dr. Ray.

Infografis Jangan Ragu, Vaksin Covid-19 Aman untuk Ibu Menyusui. (Liputan6.com/Niman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya