Liputan6.com, Jakarta Salah satu dukungan pemerintah terhadap usaha mikro kecil menengah (UMKM) adalah digulirkannya Program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang merupakan program pemberian akses permodalan dari pemerintah kepada UMKM dengan fasilitas subsidi bunga dari pemerintah.
Termasuk berbagai fasilitas lainya seperti relaksasi kredit, restrukturisasi, pemberian kemudahan administrasi dll, dengan harapan para pelaku usaha dapat memanfaatkan program KUR ini untuk dapat bertahan dan bangkit pasca pandemic Covid-19.
Advertisement
Ketika terjadi pandemi covid-19, sebagian besar umkm mengalami penurunan produksi, karena adanya pembatasan kegiatan masyarakat, pembatasan mobilitas tenaga kerja, supply bahan baku, transportasi dsb, sehingga hasil produksi/omzet berkurang, penjualan berkurang dan pada akhirnya pendapatan menurun.
Penurunan pendapatan umkm tersebut menyebabkan umkm merasakan kesulitan keuangan, karena modalnya semakin lama semakin berkurang tergerus untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Oleh karena itu disaat pandemi covid mulai agak melandai ini mereka berusaha untuk bangkit kembali dan mereka memerlukan bantuan berupa akses/tambahan permodalan, pendampingan, konsultasi usaha, peralatan dsb dari pemerintah maupun pihak lainnya.
Aspek permodalan menjadi salah satu aspek yang sangat penting untuk UMKM bangkit kembali dari pandemi covid-19. Terkadang UMKM kesulitan untuk mengakses sumber pembiayaan/pinjaman yang mempersyaratkan adanya agunan/jaminan yang secara umum kadang sulit mereka penuhi.
Oleh karena itu UMKM perlu diberi uluran tangan dari pemerintah/berbagai pihak untuk membina dan memberdayakan mereka, khususnya kemudahan dalam memperoleh tambahan permodalan.
Alternatif Pendanaan Usaha
Salah satu alternatif sumber pendanaan usaha adalah dengan mengajukan kredit ke lembaga keuangan atau lembaga non keuangan. Kata kredit secara etymologi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata Credere yang berarti kepercayaan (Suharno:2003).
Pengertian kredit menurut Drs. Muchdarsyah Sinungan adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga.
Sedangkan menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diijinkan oleh bank atau badan lain.
Perbankkan menyediakan berbagai macam kredit untuk masyarakat, seperti Kredit Usaha Mikro, Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja, Kredit Kepemilikan Rumah dan lain sebagainya.
Namun mereka biasanya menerapkan persyaratan tertentu yang bagi UMKM mungkin agak terasa berat, seperti kelayakan usaha, agunan/jaminan, ijin usaha dan lain sebagainya.
Hal ini dapat dimengerti mengingat unsur-unsur pemberian kredit adalah, kepercayaan, kesepakatan, jangka waktu, risiko, dan balas jasa (Kasmir:2014). Hal-hal tersebut menjadi pertimbangan perbankkan untuk memberikan kredit.
Melihat Kondisi usaha UMKM yang demikian, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan fasilitas pembiayaan kepada mereka dalam bentuk program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2022, disebutkan bahwa KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur individu/perseorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.
Program KUR mempunyai dua sistem, yakni sistem konvensional dan sistem syariah, dengan tingkat bunga/marjin yang disubsidi pemerintah, sehingga UMKM hanya menanggung sebesar 6% per tahun.
Advertisement
Mekanisme Kerja KUR
Mekanisme kerja KUR ini adalah dengan cara pemerintah memberikan subsidi bunga kepada UMKM yang mengajukan kredit ke Perbankkan. Artinya jika misalnya perbankkan memberikan kredit KUR Mikro ke UMKM dengan bunga sekitar 16,5 %, maka bunga yang ditanggung UMKM cukup sebesar 6 % sedangkan sisanya sebesar 10,5 % diberi subsidi bunga/ditanggung oleh pemerintah. bahkan sampai 31 Desember 2022 pemerintah menambah kembali subsidinya sebesar 3%, sehingga masyarakat lebih ringan lagi.
Hal yang menarik lagi adalah bahwa Kredit KUR ini mulai pertengahan tahun 2022 ini terdapat kebijakan bahwa Agunan tambahan tidak dipersyaratkan bagi KUR super mikro, KUR mikro, KUR kecil sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), dan KUR penempatan tenaga kerja Indonesia.
Disamping itu dalam menyalurkan kedit, pihak perbankkan dijamin oleh lembaga penjaminan antara lain Jamkrindo, Askrindo, Jamkrida dan sebagainya sehingga jika terjadi kredit macet dari debitur/UMKM maka perbankkan dapat mengajukan klaim ke Jamkrindo/Askrindo/Jamkrida tersebut.
Kriteria penerima KUR adalah usaha produktif dan layak dibiayai di seluruh sektor ekonomi yang menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memberikan nilai tambah dan/atau meningkatkan pendapatan bagi pelaku usaha. Bentuk usaha produktif dapat berupa usaha mandiri atau kelompok usaha.
Jenis-jenis KUR yang disalurkan ke UMKM terdiri dari :
(1) KUR Super Mikro, batas plafond paling banyak sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),
(2) KUR Mikro, batas plafond kredit di atas Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah),
(3) KUR Kecil, batas plafond kredit diatas 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),
(4) KUR Tenaga Kerja Indonesia (TKI), batas plafond paling banyak Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah),
(5 KUR Khusus, batas plafond sesuai kebutuhan dengan jumlah plafon paling banyak sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Jaminan/Agunan KUR
Dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2022, telah diatur terkait jaminan/agunan KUR yang terdiri atas:
(a) agunan pokok berupa usaha atau obyek yang dibiayai oleh KUR, dan
(b) agunan tambahan. Agunan tambahan diatur sebagai berikut :
(1) KUR Super Mikro, KUR mikro , KUR Khusus sd 100 jt dan KUR penempatan tenaga kerja Indonesia tidak diperlukan agunan tambahan
(2) Agunan tambahan diperlukan untuk KUR kecil pagu diatas 100 jt dan KUR khusus pagu di atas 100 jt sesuai dengan kebijakan/ penilaian penyalur KUR.
Data dari Komite Kebijakan KUR Pusat, menunjukkan bahwa pada tahun 2022, dari pagu dana secara nasional yang disediakan untuk program KUR tahun 2022 sebesar 373,17 triliun, realisasi penyerapan sampai Semester I 2022 sebesar Rp209,05 Triliun (56,02 %) dan diberikan kepada 4,4 juta debitur, dengan rincian KUR Super Mikro sebesar Rp 3,66 T dan 416.317 Debitur, KUR Mikro sebesar Rp138,3T dan 3.717.906 debitur, KUR Kecil sebesar Rp67,07 T dan 272.518 debitur, serta KUR PMI sebesar Rp.18,35 T dan 743 debitur.
Sementara hasil rekapitulasi monitoring dan evaluasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan pada penerima KUR secara nasional sejak tahun 2019 sampai dengan tahun 2022 diperoleh data bahwa masih terdapat debitur KUR Mikro yang dimintakan agunan tambahan, untuk tahun 2019 sebanyak 75% dari responden, tahun 2020 sebanyak 76 % dari responden, tahun 2021 sebanyak 68 % dari responden, dan tahun 2022 sebanyak 48% dari responden.
Advertisement
Agunan Tambahan
Data lain seperti hasil monev KUR di Provinsi Bangka Belitung pada Periode semester I tahun 2022 yang dilakukan kepada 44 debitur KUR yang diambil secara acak, terdapat 30 responden atau 68% menyatakan dimintai Agunan Tambahan oleh penyalur KUR (20 responden diantaranya merupakan debitur KUR Mikro yang secara aturan tidak diperlukan agunan tambahan), jenis agunan tambahan yang diminta seperti BPKB, sertifikat tanah, sertifikat rumah, dan lain-lain.
Hal menarik dari hasil monev tersebut adalah adanya permintaan agunan tambahan dari penyalur KUR Mikro. Padahal kalau kita mempedomani Peraturan Menko Perekonomian nomor 1 tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR telah diatur bahwa untuk kredit KUR Mikro tidak diperlukan agunan tambahan.
Sejatinya tujuan KUR digulirkan adalah dalam rangka untuk meningkatkan akses pembiayaan bagi UMKM yang melakukan kegiatan usaha produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup (belum bankable), sehingga jika dalam pemberian KUR mempersyaratkan untuk menyerahkan agunan, maka tujuan tersebut akan sulit untuk dicapai.
Karena pada umumnya yang menjadi faktor penyebab UMKM sulit memperoleh akses pembiayaan dari bank yaitu ketidakmampuan UMKM untuk memenuhi persyaratan dari bank yang berupa penyerahan agunan tersebut. Untuk meminimalisir risiko penyaluran KUR yang tidak diperlukan agunan tersebut, pemerintah memberikan penjaminan sebesar 70% pada setiap KUR yang disalurkan oleh perbankan, sementara sisanya sebesar 30% ditanggung oleh bank. Risiko KUR sebesar 70% dijamin oleh pemerintah melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo).
Terkadang meskipun ketentuan KUR telah mengatur secara tegas terkait tidak diperlukannya agunan tambahan untuk beberapa jenis KUR, namun dalam prakteknya UMKM dalam mengajukan pembiayaan KUR masih ada yang dimintai data dukung berupa agunan tambahan atau dengan nama yang berbeda (misal moral obligation atau nama lainnya) yang jika tidak dipenuhi maka pengajuan KUR nya belum dapat disetujui oleh penyalur KUR.
Mitigasi Risiko Keuangan
Pertimbangan penyalur KUR untuk meminta agunan tambahan antara lain dalam rangka untuk memitigasi risiko keuangan, terjadinya gagal bayar, dan kredit macet. Alasan lainnya adalah untuk kehati-hatian dalam penyaluran kredit dengan menerapkan prinsip 6C (Character, Capacity/Cashflow, Capital, Conditions Collateral, Constraint). Prinsil Collateral bagi penyalur KUR merupakan prinsip adanya agunan berupa jaminan fisik maupun non-fisik yang diberikan calon debitur.
Jaminan ini berfungsi sebagai pelindung dari risiko keuangan. Prinsip collateral ini bermaksud untuk mengikat keseriusan debitur dalam menjalankan usaha dan membayar kewajiban kredit, selain itu juga sebagai jalan keluar jika debitur wanprestasi.
Kiranya permasalahan agunan tambahan ini perlu ada sinkronisasi dan perlu dicarikan solusi yang sifatnya win-win solution yang memberikan kemudahan/keringan bagi UMKM dalam mendapatkan kredit, maupun memberikan kenyamanan bagi penyalur KUR (perbankkan) dalam menyalurkan kredit.
Alternatifnya dapat berupa regulasinya yang disesuaikan atau praktek penyaluran KUR nya yang didorong untuk mengikuti regulasi yang berlaku atau alternatif lainnya. Hal ini tentunya perlu dibicarakan/duduk bersama antara pihak-pihak pengelola KUR antara lain: Pemerintah/Komite Kebijakan KUR, pemerintah daerah, perbankan selaku penyalur KUR dan UMKM itu sendiri.
Penulis:
Zaenal Abidin, Pegawai Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Provinsi Bangka Belitung
Advertisement