Studi: Genetika Memengaruhi Preferensi Makanan Tertentu

Studi meneliti bagaimana genetika dan proses biologis memengaruhi makanan mana yang menurut kita menarik.

oleh Anissa Rizky Alfiyyah diperbarui 27 Des 2022, 18:02 WIB
Simak waktu makan ideal yang baik untuk menjaga kesehatan tubuh. (unsplash.com/Dan Gold)

Liputan6.com, Jakarta - Bersamaan dengan berbagai tren diet rendah karbohidrat, diet paleo, hingga puasa, dalam 40 tahun terakhir, angka obesitas di seluruh dunia terus meningkat. 

Banyak ilmuwan percaya bahwa hal ini disebabkan karena junk food yang harganya lebih murah dan lebih mudah dicari kini memenuhi semua rak toko di berbagai belahan Bumi. Meskipun di-desain untuk menjadi sangat lezat, makanan tersebut tinggi kalori yang dipenuhi lemak jenuh, gula sederhana, dan garam yang tidak baik untuk tubuh. 

Namun sebenarnya, rasa adalah penentu utama dalam memutuskan apa yang harus dimakan. Di samping itu, setiap individu memiliki pengetahuan terbatas tentang hal-hal apa saja yang membuat makanan terasa enak. 

Penelitian terbaru di Inggris, mengutip Inverse, Senin (26/12/2022), mengeksplorasi bagaimana genetika dan proses biologis memengaruhi makanan mana yang menurut kita menarik. 

Bekerja sama dengan biobank–pengoleksi biosampel– di Inggris, penelitian terbaru ini melibatkan 500.000 orang Inggris yang memberikan jawaban atas seberapa besar mereka menyukai 9 dari 139 makanan pilihan. 

Penelitian yang dipimpin oleh Nicola Pirastu, Senior Manager Biostatistics Unit di Human Technopole and Honorary Fellow The University of Edinburgh ini menemukan bahwa makanan dapat dikategorikan kepada tiga kelompok.

“Makanan pertama adalah makanan yang sangat enak, meliputi daging, junk food, dan makanan penutup. Kedua, ada makanan rendah kalori seperti buah, salad sayuran, oatmeal, dan madu. Terakhir, makanan dengan rasa yang kuat seperti kopi, alkohol dan rempah-rempah,” tulis Pirastu. 


Penelitian

Ilustrasi Makanan Sehat Credit: pexels.com/Thomas

Hasil penelitian menunjukkan beberapa fakta yang mengejutkan. Makanan tidak dikelompokkan berdasarkan jenis rasa (seperti manis atau gurih) tetapi berdasarkan seberapa disukai mereka. 

Misalnya, rasa jus buah lebih terkait dengan preferensi untuk makanan penutup daripada buah. Jadi jus buah masuk dalam kategori sangat enak daripada rendah kalori. Jadi jus buah masuk dalam kategori sangat enak daripada rendah kalori. 

Makanan yang orang anggap sebagai sayuran tidak berkumpul dalam satu kelompok. Sayuran yang rasanya ringan, seperti tomat atau cukini, berada dalam kelompok rendah kalori, sedangkan yang rasanya kuat, seperti paprika atau bawang, berada dalam kelompok rasa yang diperoleh. 

Selain itu, minuman manis seperti soda dikelompokkan lebih dekat dengan daging dan makanan yang digoreng meskipun rasanya manis.


Korelasi DNA dan Makanan

Ilustrasi Fast Food Credit: unsplash.com/Hasseb

Setelah peta mengejutkan tersebut diungkap, Pirastu dan timnya kemudian melihat perbedaan DNA orang yang dapat dikaitkan dengan makanan yang mereka sukai. 

"Kami mengidentifikasi 325 gen, sebagian besar di otak yang terlibat dalam menentukan apa yang kita suka dalam makanan,” tambah Pirastu. 

Hasilnya, ketika kategori makanan tersebut berkorelasi secara genetik satu sama lain. Penelitian Pirastu dan rekan-rekannya menemukan bahwa makanan yang sangat enak tidak memiliki korelasi dengan dua kategori lainnya.

Hal tersebut kemudian menunjukkan ada dua proses biologis pada manusia. Satu mengatur kelemahan untuk makanan yang sangat enak, sementara yang lain mengatur sisanya. 

Studi lain menunjukkan preferensi makanan seseorang dipengaruhi oleh 50 persen gen dan 50 persen pengalaman pribadi. Lingkungan keluarga berperan dalam preferensi makanan anak-anak tetapi tidak pada orang dewasa.

Pergeseran terjadi sekitar masa remaja. Masih belum jelas bagaimana kesukaan terhadap makanan yang berbeda menjadi semakin berkembang pada anak-anak karena belum ada yang melakukan studi longitudinal berskala besar. 

“Untuk penelitian ini, kami juga menggunakan pemindaian otak MRI untuk melihat secara lebih rinci area otak mana yang berkorelasi dengan tiga kelompok makanan. Kami sekali lagi menemukan bahwa kenikmatan makanan yang sangat enak dikaitkan dengan volume area otak yang lebih besar yang terlibat dalam merasakan kenikmatan dalam makanan,” lanjut Pirastu dalam tulisannya.

Dua kelompok lainnya dikaitkan dengan area otak yang terlibat dengan persepsi sensorik, identifikasi, dan pengambilan keputusan.


Preferensi Makanan

Rumah Makan Minang di Singapura yang Sudah Berdiri Sejak 1950. (dok. Instagram @ourgrandfatherstory/ https://www.instagram.com/p/CMyYlX-BeAX/?igshid=qrwlt6u1vvl7 / Melia Setiawati)

Temuan-temuan ini memberikan gambaran baru tentang pemahaman kita akan pilihan makanan orang.

Jika Anda memahami mengapa Anda tidak menyukai makanan tertentu, hal ini dapat membantu Anda memperbaiki caramu memasak atau menyiapkannya. 

Misalnya, banyak orang tidak menyukai ketumbar karena "rasanya seperti sabun." Hal ini ditentukan secara genetik, yang membuat beberapa orang memiliki sensitivitas terhadap senyawa dalam ketumbar.

Memasak ketumbar alih-alih memakannya mentah akan mengurangi rasa sabun. Ini adalah contoh sederhana, tetapi menunjukkan bagaimana sedikit persiapan dapat membuat makanan lebih dapat diterima.

Para profesional kesehatan dan institusi dapat menggunakan informasi tentang rasa dan DNA seseorang untuk mengidentifikasi mereka yang lebih berisiko memiliki pilihan diet yang tidak sehat dan membantu mereka melakukan program-program yang ditargetkan sejak dini.

Solusi farmakologis dapat menggeser preferensi seseorang untuk jenis yang berbeda dengan mengaktifkan bagian otak atau hormon yang berbeda. Misalnya, kadar hormon yang tinggi yang disebut FGF21 dapat memicu preferensi untuk makanan gurih, kadar yang rendah dapat memicu preferensi untuk makanan yang lebih manis. 

Infografis Cara Aman Pesan Makanan via Online dari Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya