KPK Perpanjang Penahanan Bupati Nonaktif Bangkalan Abdul Latif

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan Bupati nonaktif Bangkalan, Jawa Timur R Abdul Latif Amin Imron (RALAI) dalam kasus dugaan suap lelang jabatan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 26 Des 2022, 15:52 WIB
Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron membawa koper dan dikawal saat tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (7/12/2022). KPK menangkap Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron sebagai tersangka kasus suap lelang jabatan di Pemerintahan Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Total kekayaan yang dimiliki Abdul Latif sebanyak Rp 9,9 miliar. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan Bupati nonaktif Bangkalan, Jawa Timur R Abdul Latif Amin Imron (RALAI) dalam kasus dugaan suap lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan.

"Saat ini masih dibutuhkan waktu untuk melengkapi alat bukti, di antaranya melalui pemanggilan berbagai pihak sebagai saksi untuk melengkapi alat bukti dalam berkas perkara penyidikan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (26/12/2022).

Atas dasar itu, Ali mengatakan tim penyidik memperpanjang penahanan R Abdul Latif selama 40 hari hingga 4 Februari 2023. Selain R Abdul Latif, KPK juga memperpanjang penahanan tersangka lainnya dalam kasus ini.

"Sehingga tim penyidik memperpanjang masa penahanan RALAI dan lainnya untuk masing-masing selama 40 hari ke depan, terhitung 27 Desember 2022 sampai 4 Februari 2023," kata Ali.

R Abdul Latif masih akan ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih, sementara Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kabupaten Bangkalan Agus Eka Leandy (AEL), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Wildan Yulianto (WY), dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bangkalan Achmad Mustaqim (AM) ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Kemudian Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bangkalan Hosin Jamili (HJ) dan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan Salman Hidayat (SH) ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 Gedung ACLC.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait lelang jabatan dan gratifikasi di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan.

 


Ambil Sampel Suara

Selain R Abdul Latif, tim penyidik memeriksa tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka diperiksa dalam rangka pengambikan sampel suara untuk kelengkapan berkas penyidikan masing-masing.

"Tim penyidik melakukan pemeriksaan pada Tersangka RALAI (R Abdul Latif) dan tersangka lainnya, di antaranya pengambilan sampling suara untuk kebutuhan kelengkapan pemberkasan perkara penyidikan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (14/12/2022).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron (RALAI) sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemkab Bangkalan dan dugaan penerimaan gratifikasi.

Ketua KPK Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri menyebut diduga Abdul Latif menerima uang sebesar Rp 5,3 miliar. Menurut Firli, Abdul Latif menggunakan uang tersebut untuk meningkatkan elektabilitasnya.

"Penggunaan uang-uang yang diterima tersangka RALAI (Abdul Latif) tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, diantaranya untuk survey elektabilitas," ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kamis (8/12/2022) dini hari.

 


Pemberi Uang

Firli menyebut, sebagai Bupati, Abdul Latif memiliki wewenang dalam menentukan langsung kelulusan para aparatur sipil negara (ASN) di Pemkab Bangkalan yang mengikuti proses seleksi maupun lelang jabatan.

Menurut Firli, selama 2019 hingga 2022 Abdul Latif membuka formasi seleksi pada beberapa posisi di tingkat Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) termasuk promosi jabatan untuk eselon 3 dan 4. Abdul Latif meminta fee melalui orang kepercayaannya.

Adapun ASN yang mengajukan diri dan sepakat memberikan sejumlah uang sehingga dipilih dan dinyatakan lulus oleh Abdul Latif yakni Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kabupaten Bangkalan Agus Eka Leandy (AEL), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Wildan Yulianto (WY).

Kemudian Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bangkalan Achmad Mustaqim (AM), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bangkalan Hosin Jamili (HJ), dan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan Salman Hidayat (SH).

 


Rp 50-150 Juta

Menurut Firli, besaran komitmen fee yang diberikan dan diterima Abdul Latif melalui orang kepercayaannya bervariasi sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan. Untuk dugaan komitmen fee dipatok mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 150 juta.

Selain itu, diduga ada penerimaan sejumlah uang lain oleh Abdul Latif karena turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh Dinas di Pemkab Bangkalan dengan penentuan besaran fee sebesar 10 % dari setiap nilai anggaran proyek.

Firli menyebut, diduga Abduk Latif sudah mengantongi uang sekitar Rp 5,3 miliar. Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi di antaranya untuk survey elektabilitas.

"Disamping itu, tersangka RALAI juga diduga menerima pemberian lainnya di antaranya dalam bentuk gratifikasi dan hal ini akan ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik," kata Firli.

 


6 Tersangka

Dalam kasus ini KPK menjerat enam orang tersangka, yakni Abdul Latif, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kabupaten Bangkalan Agus Eka Leandy (AEL), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Wildan Yulianto (WY).

Kemudian Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bangkalan Achmad Mustaqim (AM), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bangkalan Hosin Jamili (HJ), dan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan Salman Hidayat (SH).

Atas perbuatannya Abdul Latif disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telahdiubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara lima tersangka lainnya didug sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya