Xi Jinping Minta Pejabat China Putar Otak untuk Lawan COVID-19

Presiden China Xi Jinping mendesak para pejabat untuk mengambil langkah-langkah pasti untuk melindungi masyarakat dari COVID-19.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 27 Des 2022, 13:02 WIB
Presiden China Xi Jinping disambut Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan setibanya di Bandara Internasional Ngurah Rai menjelang KTT G20 di Bali, Senin (14/11/2022). (Ajeng Dinar Ulfiana/Pool Photo via AP)

Liputan6.com, Beijing - Presiden China Xi Jinping mendesak para pejabat untuk mengambil langkah-langkah pasti untuk melindungi masyarakat dari COVID-19.

Hal ini ia utarakan pada Senin (26/12) dalam pidato publik pertamanya tentang COVID-19 sejak Beijing secara dramatis melonggarkan langkah-langkah penahanan aturan keras bulan ini.

Setelah sebagian besar terlindung dari virus selama sebagian besar pandemi, China sekarang mengalami lonjakan infeksi terbesar di dunia setelah pembatasan tiba-tiba dicabut.

Studi memperkirakan bahwa sekitar satu juta orang bisa meninggal dunia selama beberapa bulan ke depan.

Banyak penduduk bergulat dengan kekurangan obat-obatan, sementara fasilitas medis darurat dipadati oleh masuknya pasien lansia yang kurang divaksinasi.

"Saat ini, pencegahan dan pengendalian COVID-19 di China menghadapi situasi baru dan tugas baru," kata Xi dalam arahan, menurut stasiun penyiaran negara CCTV.

"Kita harus meluncurkan kampanye kesehatan dengan cara yang lebih tepat sasaran guna perkuat garis pertahanan komunitas untuk pencegahan dan pengendalian epidemi, dan lindungi kehidupan, keselamatan, dan kesehatan masyarakat secara efektif," kata Xi.

Simpang Siur Jumlah Kasus COVID-19 di China

Pemerintah China melaporkan angka kematian akibat COVID-19 turun, bahkan sempat nol. Namun, berita-berita mengabarkan bahwa rumah kremasi di China malah penuh.

Angka resmi dari China menyebut hanya dua orang meninggal akibat COVID-19 pada hari Senin, lima orang di hari Selasa, dan nol kasus kematian pada Rabu kemarin.

Kabar yang simpang siur ini pun turut menjadi perhatian WHO.

"Di China, apa yang dilaporkan adalah angka yang ada di ICU relatif rendah, tetapi secara anekdotal ICU penuh," ujar Dr Michael Ryan, Direktur Eksekutif Program Kesehatan Darurat WHO, dikutip BBC, Kamis (22/12/2022).


COVID-19 Sulit Dihilangkan

Seorang wanita mengenakan masker berjalan di dekat poster yang mempromosikan vaksinasi COVID-19 di pusat kesehatan masyarakat di Beijing, Rabu (26/10/2022). Kota Shanghai di China mulai memberikan vaksin COVID-19 yang dapat dihirup pada hari Rabu di tempat yang tampaknya menjadi yang pertama di dunia. (AP/Andy Wong)

Lebih lanjut, Ryan menegaskan bahwa virus seperti COVID-19 memang sulit dihilangkan. Vaksin masih disebut sebagai jalan keluar yang ampuh. 

China memilih memakai vaksin buatan dalam negeri seperti Sinovac dan Sinopharm. Ini berbeda dari negara-negara Barat yang memakai vaksin teknologi mRNA seperti Pfizer dan Moderna.

Sebelumnya, South China Morning Post melaporkan bahwa warga China Daratan sampai harus pergi ke Macau demi mendapatkan dosis vaksin mRNA.

Selain Macau, vaksin mRNA juga sudah dipakai di Hong Kong dan Taiwan. Akan tetapi, restriksi masuk ke Hong Kong masih sulit. Akibatnya, muncul "wisata vaksin" di Macau.

Pemerintah China masih belum memberikan izin bagi vaksin mRNA, akan tetapi baru-baru ini Pfizer telah mengirim batch vaksin mereka ke China.


Penjelasan Dubes China

Kerabat pasien COVID-19 membawa kertas persembahan untuk dibakar di Rumah Duka Gaobeidian di Provinsi Hebei, China utara, Kamis, 22 Desember 2022. (AP)

Sebelumnya dilaporkan, rumah sakit di China dikabarkan sedang berjuang dan rak apotek banyak yang kosong usai pemerintah mencabut aturan lockdown, karantina, dan pengujian massal. 

Mengenai hal ini, Duta Besar China untuk Indonesia Lu Kang pun menegaskan sejumlah hal salah satunya adalah proses yang diperlukan usai suatu kebijakan diambil.

"Kebijakan umum apapun setelah diambil, pasti akan ada satu proses. Dan sesuai dengan perubahan kebijakan, kalau menurut standar dulu, kalau positif yang dikarantina akan ada antrean di rumah sakit. Dan dengan kematian juga ada antrean," ujarnya dalam press briefing di Kediaman Dubes Tiongkok, Rabu (21/12). 

Ia pun meminta masyarakat untuk merujuk pada laporan resmi yang dirilis oleh pemerintah Tiongkok. 

Belakangan, beberapa media memang melaporkan lonjakan antrean di rumah sakit maupun krematorium. 

Di Chongqing, kota berpenduduk 30 juta di mana pihak berwenang minggu ini mendesak orang-orang dengan gejala COVID ringan untuk tetap bekerja, satu lokasi krematorium mengatakan kepada AFP bahwa mereka kehabisan ruang untuk menyimpan jenazah.

Jumlah jenazah yang datang dalam beberapa hari terakhir ini berkali-kali lebih banyak dari sebelumnya, kata seorang staf yang tidak menyebutkan namanya.


Krematorium

Kerabat berkumpul dekat tempat tidur pasien yang sakit di unit gawat darurat Rumah Sakit Rakyat Langfang No.4, Kota Bazhou, Provinsi Hebei, China, 22 Desember 2022. China melaporkan kurang dari 4.000 kasus COVID-19 lokal bergejala baru secara nasional pada 22 Desember, dan tidak ada kematian akibat COVID-19 baru selama tiga hari berturut-turut. (AP Photo/Dake Kang)

Di Guangzhou, satu krematorium di distrik Zengcheng mengatakan kepada AFP bahwa mereka mengkremasi lebih dari 30 jenazah setiap hari.

Krematorium di kota lain mengatakan mereka juga sangat sibuk.

Ini tiga atau empat kali lebih sibuk dari tahun-tahun sebelumnya, kami mengkremasi lebih dari 40 jenazah per hari, padahal sebelumnya hanya sekitar belasan, kata seorang staf.

Seluruh Guangzhou seperti ini.

"Kami terus-menerus menerima panggilan," kata mereka.

Di pusat Kota Baoding, seorang karyawan krematorium mengatakan kepada AFP: "Tentu saja sibuk, krematorium mana yang tidak sibuk sekarang?"

Infografis Kejahatan Vaksin Covid-19 Palsu di China (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya