Larangan Jual Rokok Batangan Masuk Revisi PP 109/2012, Pengamat: Tak Urgent

Sejumlah poin dalam revisi PP 109/2012 ini antara lain memperbesar peringatan kesehatan bergambar dalam kemasan rokok, pembatasan iklan rokok, dan larangan penjualan rokok batangan.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 27 Des 2022, 14:20 WIB
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012) tidak urgen dilakukan.

Adapun sejumlah poin dalam revisi PP ini antara lain memperbesar peringatan kesehatan bergambar dalam kemasan rokok, pembatasan iklan rokok, dan larangan penjualan rokok batangan.

“Usulan revisi PP 109/2012 itu banyak mengakomodiasi kepentingan lembaga asing yang terlihat jelas dalam berbagai proses intervensi yang dilakukan LSM yang mengatasnamakan kesehatan untuk mematikan industri rokok di Indonesia. Dalam acara APCAT awal Desember lalu, sudah terlihat jelas mereka mendorong untuk pelarangan total iklan rokok yang mana jadi salah satu poin revisi PP 109,” ujar Trubus dikutip Selasa (27/12/2022).

Trubus menjelaskan, lembaga-lembaga asing melihat bahwa PP 109/2012 yang berlaku saat ini belum cukup kuat untuk melemahkan industri hasil tembakau, yang memperkerjakan jutaan rakyat Indonesia.

Sehingga, mereka melakukan segala upaya untuk mempengaruhi pemerintah agar merevisi PP 109/2012. Padahal, menurut Trubus, PP 109/2012 ini merupakan payung hukum yang masih relevan dalam mengatur pertembakauan nasional.

“Kelompok-kelompok tersebut melihat bahwa kendalanya sekarang di PP 109/2012. Mereka ada yang mendanai, ada yang membiayai. Hal tersebut sudah secara terang-terangan disampaikan kepada publik secara terbuka,” tegas Trubus.

 


Jokowi Bakal Larang Penjualan Rokok Batangan

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melarang penjualan rokok batangan. Rencananya, aturan tersebut tertuang dalam peraturan yang bakal disusun pemerintah di 2023.

Larangan penjualan rokok batangan ada dalam lampiran Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Keppres Ini diteken Presiden Jokowi pada 23 Desember 2022.

Larangan penjualan rokok batangan ini akan tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

"Pelarangan penjualan rokok batangan," dikutip dari Keppres tersebut, Senin (26/12/2022).

Ada sejumlah perubahan pengaturan dalam Rancangan PP tersebut diantaranya: 

1. Penambahan luas prosentase gambar dantulisan peringatan kesehatan pada kemasanproduk tembakau;

2. Ketentuan rokok elektronik;

3. Pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media teknologiinformasi;

4. Pelarangan penjualan rokok batangan;

5. Pengawasan iklan, promosi, sponsorshipproduk tembakau di media penyiaran, mediadalam dan luar ruang, dan media teknologiinformasi;

6. Penegakan dan penindakan; dan

7. Media teknologi informasi serta penerapanKawasan Tanpa Rokok (KTR).


Jokowi Bakal Larang Jual Rokok Batangan, Pedagang Menolak

Harga rokok Rp50.000/bungkus dari Hoax jadi wacana pemerintah untuk direalisasikan.

Rencana pemerintah melarang penjualan rokok ketengan atau batangan ditentang oleh beberapa pelaku usaha warung kelontong. Bagi mereka, menjual rokok ketengan seperti memberi keringanan bagi perokok yang tak punya uang.

"Enggak setuju lah, soalnya keuangan orang itu kan tidak sama, ada yang duitnya sedikit apalagi kalau tanggal tua. Kalau dia (beli) ketengan duitnya sedikit dia bisa merokok kalau (harus beli) sebungkus, enggak jadi merokok duitnya kurang," ucap seorang pedagang bernama Rahma, yang juga pemilik warung kelontong di Kota Bekasi, Senin (26/12/2022).

Menurut Rahma, jika harus membeli rokok per bungkus justru malah membuat pengeluaran konsumsi lebih besar dibandingkan membeli secara ketengan.

Meski keuntungan dari penjualan rokok tidak terlalu besar, namun dia menuturkan rokok merupakan komoditas yang pasti terjual setiap hari.

"Untungnya enggak gede banget," ucapnya.

Senada dengan Rahma, pemilik usaha warung kelontong Dani juga menolak adanya larangan daro pemerintah untuk menjual rokok secara ketengan. Dia merasa kasihan bagi perokok kelas menengah ke bawah.

"Tidak setuju kasihan," kata Dani.

Di warung milik Dani, memang terdapat pembeli yang lebih memilih rokok bungkusam ketimbang ketengan. Namun kondisi tersebut jelas tidak dapat disamaratakan oleh pembeli lain.

"Kemampuan orang kan beda-beda," ungkapnya.

Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya