Liputan6.com, Jakarta Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta, mengatakan saat ini seluruh dunia termasuk Indonesia menyadari pentingnya melakukan mitigasi risiko di tengah ketidakpastian global.
“Negara-negara di berbagai macam belahan dunia juga sejak awal telah melakukan mitigasi risiko,” kata Arif Budimanta dalam acara Bright Institute "Insight Economic 2023: Ancaman Krisis Ekonomi" Selasa (27/12/2022).
Advertisement
Contoh mitigasi risiko diantaranya terus menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan perekonomian secara terus-menerus. Misalnya, langkah Amerika Serikat dalam menggerakkan perekonomiannya dengan cara membeli bonds yang dikeluarkan swasta maupun yang dikeluarkan oleh pemerintah.
“Pada saat ini ekonomi Amerika Serikat juga menunjukkan perbaikan,walaupun inflasi nya pada saat ini masih 7 persen pada waktu yang terakhir,” ujarnya.
Intinya saat ini seluruh dunia sedang berjuang untuk mempertahankan perekonomiannya. Disisi lain, dia menyebut perekonomian Indonesia lebih baik dibanding negara lain.
Bahkan beberapa proyeksi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga multilateral baik Bank Dunia, IMF, OECD, mereka masih memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh diatas perekonomian global.
“Perekonomian global tumbuh kurang lebih sekitar 3 persen, perekonomian Indonesia tumbuh 4,5 persen hingga 5 persen. Jadi, kita relatif lebih persistent dibandingkan dengan negara-negara lain,” ujarnya.
Ekonomi Indonesia
Meskipun pada saat pandemi covid-19 perekonomian Indonesia sempat melemah dan tingkat kemiskinan melonjak. Namun kini tingkat kemiskinan mulai menurun. Pemerintah pun berkomitmen untuk menurunkan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen di tahun 2024.
“Pada waktu covid-19 memang kita pernah kembali lagi kepada posisi level kemiskinan yang double digit, sekarang udah turun lagi menjadi single digit,” katanya.
Lebih lanjut, Arif melihat inflasi di Indonesia juga rendah dibanding negara lain. Hal itu berkat kompaknya antara Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah dalam mengendalikan inflasi dengan memanfaatkan APBD.
“Caranya ya APBD bisa dipergunakan, misalnya untuk membeli ataupun membayar cost of logistik kemudian membeli hasil petani, memberikan subsidi. Jadi, koridor itu diberikan dari sisi pengendalian inflasi,” pungkasnya.
Advertisement
PPKM Bakal Dicabut Akhir 2022, Pertumbuhan Ekonomi akan Melesat
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mencabut kebijakan Pembatasan Sosial Berskala besar (PSBB) atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di akhir tahun.
Dengan pencabutan ini maka tidak akan ada lagi berbagai pembatasan yang semua dijalankan untuk mencegah penularan Covid-19.
Menanggapi, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, menilai pencabutan larangan PPKM akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Karena mobilitas masyarakat dan ekonomi keuangan akan meningkat.
"Rencana pencabutan larangan PPKM terhadap perekonomian Indonesia akan berdampak positif. Karena mobilitas manusia dan aktivitas ekonomi keuangan akan meningkat dan tentu saja akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk lebih baik, khususnya dari berbagai kegiatan konsumsi dari pemerintah," kata Perry dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Desember 2022, Kamis (22/12/2022).
Sejalan dengan hal tersebut, Perry menyampaikan arah bauran kebijakan Bank Indonesia tahun 2023 sebagaimana disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2022 tanggal 30 November 2022, kebijakan moneter tahun 2023 akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas (pro-stability).
Sementara, kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi dan keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan (pro-growth).
Oleh karena itulah, Bank Indonesia dalam kesempatan kali ini kembali memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen.
"Termasuk juga tadi kami sampaikan kenapa kami menaikkan suku bunga BI rate secara terukur, dengan mencermati dan juga lebih rendahnya realisasi inflasi maupun ekspektasi inflasi dari perkiraan dugaan baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun ekonom," ujarnya.
Kenaikan Suku Bunga
Adapun keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur tersebut sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi, sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 3,0±1 persen.
"Tentu saja kami ingin pastikan bahwa penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ini terus berlanjut sehingga inflasi inti yang sekarang adalah 3,3 persen, masih tetap akan terkendali di dalam kisaran 3,0±1 persen. tetap terjaga. Inilah upaya-upaya Kami untuk kebijakan moneter," jelasnya.
Disisi lain, kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah terus diperkuat untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) di samping untuk memitigasi dampak rambatan dari masih kuatnya dolar AS dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Advertisement