Masih Banyak Masyarakat Tak Paham Produk Fintech

Indonesia Fintech Society (IFSOC) menyatakan indeks literasi dan inklusi keuangan Indonesia meningkat dengan gap yang mengecil yakni 36 persen.

oleh Tira Santia diperbarui 27 Des 2022, 19:15 WIB
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Jakarta Indonesia Fintech Society (IFSOC) menyatakan indeks literasi dan inklusi keuangan Indonesia meningkat dengan gap yang mengecil yakni 36 persen. Namun, dengan gap yang masih lebar tersebut masih menimbulkan kerentanan.

Berdasarkan data OJK tahun 2022, indeks literasi keuangan meningkat menjadi 49,6 persen dari sebelumnya 38 persen tahun 2019. Kemudian, indeks inklusi keuangan 2022 meningkat menjadi 85,1 persen dibanding tahun 2019 yang hanya 76,1 persen. Gap tersebut semakin kecil yakni 36 persen.

“Namun, gap 36 persen ini relative masih lebar ini menjadi PR kita Bersama, karena gap yang lebar ini menimbulkan kerentanan dari para konsumen utamanya. Jadi, banyak konsumen masyarakat yang sudah mengakses produk-produk keuangan termasuk produk fintech ini tidak paham betul dengan apa itu produk keuangan dan produk fintech,” kata Steering Committee IFSOC, Tirta Segara, dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 Fintech dan Ekonomi Digital oleh Indonesia Fintech Society (IFSOC), Selasa (27/12/2022).

Oleh karena itu, edukasi keuangan ini menjadi hal yang sangat krusial di dalam perlindungan konsumen secara preventif, kemudian penanganan perlindungan konsumen, serta perlu penindakan tegas dari aktor-aktor yang menyalahgunakan kepercayaan masyarakat ini.

“Ini menjadi kunci untuk mitigasi didalam perlindungan konsumen, karena gap-nya masih sangat tinggi. Sebetulnya gap itu menurut perkiraan kami bisa mengecil,” ujarnya.

Lebih lanjut, jika dilihat dari hasil survei OJK tahun 2019 terkait literasi layanan keuangan digital atau fintech dulu masih 0,34 persen. Namun tahun 2022 meningkat menjadi 10,9 persen. Begitupun dengan indeks inklusi keuangan fintech meningkat menjadi 2,65 persen tahun 2022, dibanding tahun 2019 sebesar 0,11 persen.

“Jadi, secara sectoral peningkatannya juga tinggi. Untuk Inklusinya juga sama tahun 2019 itu inklusinya baru 0,11 persen mungkin karena perusahaan fintechnya belum banyak dan belum terlalu populer, tahun 2022 menjadi 2,65 persen, ini masyarakat yang sudah menggunakan jasa fintech,” ungkapnya.

 


Catatan Penting Lain

Steering Committee IFSOC, Tirta Segara, dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 Fintech dan Ekonomi Digital oleh Indonesia Fintech Society (IFSOC), Selasa (27/12/2022).

Selain itu, yang menjadi catatan penting lainnya yakni sepanjang tahun 2022, kerugian akibat investasi ilegal mencapai Rp 109 triliun atau naik 44 kali dari tahun sebelumnya. Hal ini karena masih terdapat gap 36 persen antara literasi dan inklusi keuangan.

“Sepanjang 2022 ada catatan menjadi PR kita, yaitu korban investasi ilegal, saya sudah sampaikan antara literasi dan inklusi gapnya masih cukup lebar dan rentan menjadi korban dan di tahun 2022 ini angkanya naik signifikan mencapai Rp 109 triliun, ini datanya dari SWI. Tahun yang lain investasi ilegal itu hanya Rp 10 triliun,” katanya.

Maka, IFSOC menegaskan, edukasi keuangan, perlindungan konsumen, dan penindakan tegas investasi ilegal serta berbagai upaya preventif lainnya perlu didorong untuk membangun ekosistem yang kondusif.

Disamping itu, kata dia, masih banyak jenis-jenis aktivitas ilegal yang mengatasnamakan investasi atau aktivitas keuangan lainnya. Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi, kegiatan yang paling banyak adalah di area penawaran investasi tanpa izin, entitas melakukan kegiatan manajer investasi dan perdagangan berjangka komoditi tanpa izin.

“Ini langsung lewat medsos, kami bersyukur OJK bekerjasama dengan Kominfo yang langsung menutup (aktivitas ilegal),” pungkasnya.


OJK: Perkembangan Fintech Indonesia Tercepat Se-ASEAN

ilustrasi aplikasi mobile | unsplash.com/@blakewisz

Kepala OJK Daerah Istimewa Yogyakarta Parjiman, mengatakan perkembangan fintech di Indonesia termasuk yang paling cepat dibandingkan dengan negara di ASEAN.

“Pergerakan startup di Indonesia dapat dikatakan terus mengalami perkembangan yang cukup pesat diantaranya e-commerce dan fintech, kita paling cepat dibanding negara-negara di ASEAN,” kata Parjiman dalam Closing Ceremony 4th Indonesia Fintech Summit & Bulan Fintech Nasional 2022, di Yogyakarta, Senin (12/12/2022).

Dia mengatakan, saat ini di era digital diwarnai dengan munculnya perusahaan-perusahaan baru atau yang kita kenal dengan startup atau perusahaan rintisan yang memanfaatkan perkembangan teknologi.

Menurutnya, fintech merupakan salah satu alternatif penyedia jasa keuangan yang menghadirkan pilihan untuk mengakses layanan Jasa Keuangan secara praktis, efisien, nyaman, dan ekonomis.

Hal ini memungkinkan berbagai kegiatan finansial seperti transfer dana, pembayaran hingga pengajuan pembiayaan dapat dilakukan secara lebih cepat.

Pesatnya perkembangan fintech menghadirkan tantangan tersendiri, lantaran masih banyak masyarakat yang masih belum paham, dan juga belum tepat dalam penggunaannya terkait dengan fintech.

“Pada era saat ini penduduk Indonesia didominasi oleh kalangan milenial. Generasi milenial memiliki potensi besar dalam pelayanan keuangan digital,” ujarnya.


Literasi Keuangan

Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Namun permasalahannya adalah terkait tentang literasi keuangan dimana milenial masih belum merata, sehingga dibutuhkan kolaborasi dan sinergi semua pemangku kepentingan yaitu regulator, pelaku industri jasa keuangan, pemerintah daerah, akademisi dan juga pihak-pihak lainnya.

Perkembangan digitalisasi di sektor jasa keuangan tentu meningkatkan risiko operasional, diantaranya muncul praktek pinjaman ilegal, investasi ilegal, pelanggaran perlindungan data pribadi, penipuan dan pelanggaran.

“Kasus-kasus seperti itu dampak negatif pada kepercayaan konsumen terhadap keuangan digital maupun perusahaan fintech,” ujar Parjiman.

Dia berharap dengan penyelenggaraan Indonesia fintech ke-4 ini yang sudah diselenggarakan sejak tanggal 11 November sampai dengan hari ini 12 Desember 2022 dapat memberikan manfaat kepada seluruh pihak baik dari perusahaan fintech lokal dan internasional, regulator, lembaga keuangan, investor, akademisi dan pemangku kepentingan utama lainnya guna mempercepat digitalisasi industri jasa keuangan, serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.

“Kami berharap ada kolaborasi antara penyelenggara fintech dengan anggota penyelenggara sistem keuangan lainnya dan masyarakat UMKM di dalamnya dapat terus dikembangkan. Selain itu peningkatan pemahaman pelaku UMKM termasuk manfaat dan risiko penggunaan fintech dalam melakukan usaha merupakan hal utama yang harus dilakukan secara berkelanjutan,” pungkasnya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya