Liputan6.com, Jakarta Rencana pemerintah terkait larangan penjualan rokok batangan ditolak pedagang kecil. Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menilai wacana ini akan semakin menggerus pendapatan para pedagang warung di tengah melemahnya daya beli masyarakat, apalagi harga rokok baru diumumkan naik.
Melalui Keputusan Presiden 25/2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023, pemerintah berencana merevisi sejumlah aturan, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Dalam salah satu poinnya, revisi PP 109/2012 akan melarang penjualan rokok batangan.
Advertisement
“Pembatasan akses untuk mendapatkan rokok pasti akan berdampak kepada penjualan. Kami memperkirakan, jika aturan ini diberlakukan, omzet kami bisa menurun lebih dari 30 persen,” ungkap Sekretaris Jenderal APPSI Mujiburrohman, dikutip Selasa (27/12/2022).
Penurunan omzet yang cukup besar ini dijelaskan Mujiburrohman lantaran penjualan rokok merupakan kontributor pendapatan warung terbesar setelah penjualan bahan-bahan pokok. Komposisinya bisa mencapai 30-50 persen dari total omzet yang biasa didapatkan para pedagang.
Tak hanya bagi para pedagang yang tergabung dengan APPSI, Mujiburrohman menaksir pembatasan ini juga pasti akan berpengaruh ke seluruh pedagang di Indonesia. Sebagai catatan, saat ini APPSI memiliki 1.200 kepengurusan di pasar yang tersebar di seluruh Indonesia. Pasar merupakan wadah usaha yang banyak mendukung pelaku UMKM dalam keberlanjutan usaha mereka.
Penopang Ekonomi
Pedagang yang juga termasuk pelaku sektor bisnis usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan penopang perekonomian Indonesia pada saat pandemi.
Kegigihan dan kreativitas pada sektor bisnis UMKM mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia. Seperti diketahui, sektor ini memang sudah menjadi tulang punggung tanah air.
Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebut, jumlah sektor bisnis UMKM di Indonesia pada 2021 mencapai 64,19 juta dengan partisipasi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,97 persen. Tak hanya dari aspek operasi bisnis, Mujiburrohman menaksir pelarangan penjualan rokok eceran bisa memiliki dampak yang lebih besar, lantaran kini daya beli masyarakat tengah melemah.
“Harga rokok terus naik, makanya masyarakat yang biasa membeli per bungkus, mulai mengurangi pembeliannya. Fakta di lapangan membuktikan bahwa kemampuan membeli masyarakat masih lemah dan belum pulih,” timpal Mujiburrohman.
Advertisement
Penjualan Rokok ke Anak
Di sisi lain, Mujiburrohman bilang APPSI juga telah mendorong para anggotanya untuk melarang penjualan rokok kepada anak-anak sesuai peraturan yang berlaku.
Meskipun hal ini relatif cukup menantang dalam hal implementasinya. Prevalensi merokok anak merupakan salah satu konsideran dalam melakukan pembatasan konsumsi dan penjualan tembakau.
Padahal Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat prevalensi merokok di Indonesia terus menurun. Pada kelompok anak-anak yang merokok, penurunan bahkan telah terjadi selama lima tahun berturut-turut. Prevalensi perokok anak di bawah 18 tahun tercatat sebesar 3,44 persen pada tahun 2022, atau turun dibandingkan tahun 2021 sebesar 3,69 persen. Sebelumnya, prevalensi perokok anak konsisten turun sejak tahun 2018 yaitu 9,65 persen, kemudian 2019 sebesar 3,87 persen, dan 2020 sebesar 3,81 persen.