Liputan6.com, Jakarta - Tahun 2022 dinilai sebagai momen yang begitu menantang bukan hanya untuk iklan digital, tapi juga dunia secara keseluruhan.
Pada 2022, keadaan dunia mulai pulih dari pandemi. Sebagian besar negara pun mulai mengurangi pembatasan perjalanan dan kerja sehingga mendorong kemajuan ekonomi ke arah yang lebih baik.
Advertisement
Tren positif itu kemudian menghasilkan sejumlah unicorn baru di pasar global. Tapi di lain sisi, terjadinya perang Rusia-Ukraina, lockdown di China, hingga perlambatan pada pasar uang kripto juga memberi dampak negatif pada 2022.
Meski demikian, pertumbuhan tetap terjadi di lingkup brand karena mereka mulai mengadopsi media pemasaran secara terukur sehingga memiliki dampak besar dengan Return on Ad Spend (ROAS) yang positif.
Pertumbuhan itu bisa terjadi meski ada dampak dari ekonomi global yang mengalami kemerosotan, hingga ekosistem digital menjadi tidak stabil.
Menengok ke belakang pada 2022, COO Xapads Media Ramneek Chadha membahas enam hal yang patut diperhatikan, baik dari sudut pandang ekonomi/industri dan teknologi di ruang iklan digital.
1. Bangkitnya Web 3.0 dan Metaverse
Saat Web 3.0 dikonseptualisasikan pada 2014, kemudian mulai diadopsi secara berlanjut pada 2021, menjadikan tahun 2022 sebagai masa cemerlangnya. Kemudian, banyak istilah baru yang merambah ke domain utama seperti Blockchain, Desentralisasi, DAO, NFT, dan lain-lain.
“Kami melihat sekarang ini terdapat minat pada brand untuk menjalankan komunikasinya dengan mengadopsi platform metaverse yang berorientasi pada pengalaman dibandingkan dengan format iklan spanduk atau video standar," kata Ramneek melalui keterangan tertulisnya, Rabu (28/12/2022).
Meski masih dalam tahap awal, menurutnya adopsi pengguna ke platform tersebut akan meningkat secara eksponensial sehingga memaksa brand untuk menyusun ulang strategi pemasaran digital mereka.
Misalnya seperti merek Gucci, JP Morgan Chase, dan Coke yang bereksperimen dengan cara komunikasi berbasis pengalaman pada platform tersebut. Mereka kemudian mendapat hasil yang baik dan membuka jalan bagi brand lain untuk bisa lebih maksimal dengan cara tersebut.
2. Dunia Tanpa Cookie
Iklan digital dan cookie bisa diibaratkan seperti dua tangan dalam satu sarung tangan. Sejak dimulainya pemasaran digital, para brand dan ad-tech platform sangat bergantung pada dua komponen tersebut untuk bisa membangun segmen audiens, dan menargetkan ulang pelanggannya.
Google menjadi salah satu pihak yang diuntungkan dari hal ini, meskipun kini muncul gagasan untuk menghilangkan cookie pihak ketiga pada akhir 2023.
“Tanpa data dari pihak pertama atau pihak ketiga yang berbasis pada cookie, mengakibatkan brands dan ad-tech platforms kesulitan menargetkan konsumen yang tepat bagi mereka," ucap Ramneek.
Hal ini pun muncul sebagai tantangan terbesar pada tahun 2022, di mana sebagian besar perusahaan ad-tech berinvestasi besar-besaran untuk mematuhi kebijakan Google.
"Mereka bersiap untuk masa depan tanpa cookie," kata Ramneek menambahkan.
3. Omnichannel
Di dunia serba hybrid saat ini, orang-orang hidup secara offline dan online. Oleh sebab itu, penting untuk memahami pengaruh iklan digital pada penjualan secara offline atau pun sebaliknya.
Lebih dari itu, penting juga untuk mengidentifikasi dan menargetkan pengguna yang sama di kedua saluran tersebut (multisaluran/omnichannel) sehingga bisa mendapatkan lebih banyak pelanggan dan meraih ROAS yang lebih tinggi.
Mulai dari brand, pengiklan dan ad-tech platform banyak berinvestasi untuk mengatasi tantangan ini sepanjang tahun dan menghasilkan beberapa keberhasilan.
Advertisement
4. Kripto
“Kami melihat lonjakan pengeluaran untuk iklan digital yang dilakukan oleh bisnis berbasis kripto selama 2021-2022 dan menjadi salah satu pembelanja paling atas iklan digital sepanjang 2022," ungkap Ramneek.
Namun, ia melanjutkan, dengan adanya pengetatan aturan dari pemerintah dan bank sentral secara global, pihaknya menilai bahwa kripto akan mengalami penurunan pada paruh kedua tahun ini.
Bukan tanpa sebab, kapitalisasi pasar cryptocurrency mengalami penurunan hingga lebih dari 70 persen. Hal itu kemudian bisa menyebabkan penghentian secara tiba-tiba dalam aktivitas pemasaran oleh perusahaan berbasis kripto.
5. Gaming
Di lain sisi, Ramneek melihat adanya dorongan secara eksponensial pada segmen gaming vertical selama pandemi.
Banyak yang berpikir bahwa hal ini terjadi karena model kerja hybrid yang diterapkan pada awal pandemi, sehingga akan berubah saat kestabilan tercapai pada tahun-tahun mendatang.
Tapi, anggapan itu ternyata berlawanan dengan pertumbuhan segmen tersebut yang terus berlanjut hingga 2022, di mana perusahaan game menjadi salah satu pembelanja iklan paling atas pada 2022.
6. 5G dan OTT
Banyak negara yang melihat implementasi jaringan 5G sepanjang tahun ini karena memiliki kecepatan hingga 20 kali lipat lebih unggul dari 4G.
Walhasil, terjadi lonjakan konsumsi konten secara tiba-tiba di seluruh dunia. Dengan persentase yang jauh lebih tinggi, kini banyak orang yang mengkonsumsi konten video melalui platform live streaming, OTT & Streaming.
Kemudian, sejumlah acara olahraga juga disiarkan melalui platform live streaming itu, sehingga mendorong pengguna yang jauh lebih banyak.
Konsumsi konten-konten video melalui smartphone dan smart device akhirnya memicu minat brand atau pun pengiklan untuk menjalankan iklan video melalui platform itu. Oleh sebab itu, ada peningkatan secara eksponensial dalam pembelanjaan iklan pada platform tersebut.
Advertisement