Liputan6.com, Jakarta - Warganet dibuat geram setelah video memperlihatkan seorang warga membuang sampah ke aliran Sungai Brantas di Kota Malang, Jawa Timur jadi viral di media sosial. Semula, kejadian tersebut diduga terjadi di Kampung Warna Warni Jodipan, namun itu dibantah Muhammad Rosyid selaku penasihat di objek wisata tersebut.
"Titik lokasi (pembuatan sampah secara sembarangan) ada di Kampung Tridi, bukan (Kampung Warna Warni Jodipan," katanya ketika dihubungi Liputan6.com melalui pesan teks, Rabu (28/12/2022).
Baca Juga
Advertisement
Ini kemudian dibenarkan Ketua Paguyuban Kampung Tridi Adnan. Pada Liputan6.com, Rabu (28/12/2022), Adnan berkata, "Kemarin sudah sosialisasi tentang hal tersebut karena yang buang itu anaknya kurang sehat pikirannya (keterbelakangan mintal), tapi sudah saya tegur. Saya sebagai masyarakat juga mohon maaf."
Mencegah kejadian serupa di masa mendatang, Adnan mengatakan bahwa pihaknya akan memberi sosialisasi lebih lanjut. "Pengertian supaya tidak menimbulkan masalah di dalam lingkungan kita sendiri. Juga, lebih ke perhatian tentang sampah."
Ia mengakui bahwa kesadaran pengolahan sampah di masyarakat sekitar masih kurang maksimal. "Ke depan akan lebih ditingkatkan kesadaran masyarakat (tentang pengelolaan sampah)," sebutnya.
Adnan mengatakan dulu sudah pernah ada sosialisasi tentang pemilahan sampah di Kampung Tridi dari Dinas Lingkungan Hidup Malang. Namun, penerapannya belum ditindaklanjuti. "Akan kami perbaiki lagi," ia mengaku.
Selain berbenah terkait sampah, dalam menyambut liburan Tahun Baru 2023, Adnan berkata bahwa pihaknya akan tetap menerapkan protokol kesehatan. "Pelayanan juga," katanya. "Ada spot foto dan wahana yang telah kami perbaharui."
Beban Lingkungan Sungai Brantas
Beban lingkungan Sungai Brantas sudah begitu berat. Awal tahun ini, lembaga swadaya masyarakat lingkungan dan lembaga penelitian lingkungan hidup independen, Ecoton, berkolaborasi dengan 30 anggota polisi air dari SMPN 1 Wonosalam, Jombang, membuat daftar sampah kemasan di Sungai Gogor, yang merupakan anak Sungai Brantas di Wonosalam.
Hasilnya, ditemukan banyak limbah kemasan saset diikuti sampah plastik kresek yang dibuang ke sungai ini. "Kami menemukan 200 lembar (limbah kemasan) saset yang dibuang ke sungai," ujar Arum Wismaningsih dari Ecoton yang juga merupakan pembina Polisi Air Wonosalam, lapor kanal Surabaya Liputan6.com.
Ia menjelaskan, brand audit merupakan salah satu kegiatan untuk mengetahui limbah dari merek mana yang paling banyak digunakan masyarakat sekitar sungai. Arum menjelaskan, dalam lima tahun terakhir, sudah banyak ditemukan sampah di sungai-sungai Wonosalam yang dibuang masyarakat, terutama di bawah jembatan yang jadi salah satu lokasi paling banyak ditemukan timbunan sampah.
"Sampah (kemasan) saset merupakan kategori sampah residu yang susah terurai di alam, sehingga seharusnya disediakan tempat pengolahan sampah supaya masyarakat tidak membuang sampahnya di sungai," kata Arum.
Advertisement
Bukan Kali Pertama
Isu lingkungan Sungai Brantas bukan sekali ini muncul. Panjang Sungai Brantas mencapai 320 kilometer dengan luasan daerah aliran sungai mencapai 12 ribu kilometer persegi. Sungai ini melintasi 14 kota dan kabupaten, menopang hampir 50 persen populasi penduduk Jawa Timur, menurut laporan kanal Regional Liputan6.com.
Luasnya skala itu menempatkan sungai ini sebagai salah satu sumber kehidupan di provinsi ini. Ironinya, tingkat pencemarannya sudah sangat memprihatinkan, dengan status "darurat limbah plastik."
Limbah plastik tidak hanya menyebabkan sedimentasi sungai, tapi juga terdegradasi jadi mikroplastik, yaitu partikel plastik kecil berukuran tidak lebih dari lima milimeter. Ini membahayakan kehidupan biota sungai.
"Kalau ikan (yang memakan mikroplastik) itu dimakan manusia, ya bisa berbahaya, berpotensi jadi penyakit kanker. Kalau dibuat mandi pun bisa jadi penyakit kulit," tutur juru bicara komunitas Environmental Green Society (Envigreen Society) dan Trash Control Community (TCC), Ziadatur Rizqiyah.
Ziadatur dan komunitasnya merupakan mahasiswa jurusan biologi. Mereka meneliti kualitas air di beberapa titik dengan metode penilaian cepat. Hasilnya menunjukkan tingkat pencemaran yang mengkhawatirkan. Ada temuan mikroplastik dari limbah plastik sampai fiber.
Titik aliran Sungai Brantas dan hasil penelitiannya antara lain Bumiaji, Kota Batu ditemukan 10 mikroplastik dalam 100 liter air. Di Sengkaling ditemukan 19 mikroplastik dalam 100 liter air, Muharto dan Klojen Kota Malang ditemukan 15 mikroplastik dalam 100 liter air.
Pengelolaan Sampah di Destinasi Wisata
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengatakan, pengelolaan sampah di tempat wisata merupakan tanggung jawab bersama. "Tanggung jawabnya adalah tanggung jawab kita semua, terutama masyarakat yang ada di garda terdepan, komunitas, pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah kabupaten dan kota, sampai ke tingkat pemerintahan desa," kata Sandi di Jakarta pada November 2022.
Ia menyambung, "Kita juga harus memberikan kesempatan pada anak muda, ibu-ibu, media, dan institusi pendidikan, (yang mana) semua harus bergandengan untuk menangani sampah." Ia menjelaskan bahwa Kemenparekraf ditugaskan membangun destinasi-destinasi wisata dengan konsep Cleanliness (kebersihan), Health (kesehatan), Safety (keamanan), dan Environment Sustainability (kelestarian lingkungan) (CHSE).
"Pengelolaan sampah ini masuk di aspek environment sustainability. Tapi tidak hanya sampah, namun juga mengatur energi baru dan terbarukan yang kami dorong untuk digunakan di destinasi wisata," tuturnya.
Selain itu, pihaknya juga mensertifikasi desa-desa wisata berkelanjutan dengan salah satu program unggulan berupa pelatihan dan pendampingan pengelolaan sampah plastik. "Kita baru saja menyelesaikan rangkaian Anugerah Desa Wisata Indonesia 2022 di mana kami bersama lembaga sertifikasi Indonesia Sustainable Tourism Council (ISTC) memberikan sertifikasi desa wisata berkelanjutan pada dua desa wisata, yaitu Desa Wisata Alamendah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dan Desa Wisata Wukirsari Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta," ujar Sandiaga.
Sandi menyebut, lebih dari 30 desa wisata yang mendapatkan predikat Desa Wisata Berkelanjutan. Selanjutnya, Kemenparekraf berjanji akan terus mendampingi pelaksanaan SOP pengelolaan sampah plastik di destinasi wisata dengan melibatkan pentahelix, termasuk Kemenko Marves, KLHK, pemerintah daerah, pengelola destinasi wisata, masyarakat, dan institusi pendidikan.
Advertisement