PKS: Reshuffle Kabinet Tanpa Alasan Jelas Malah Timbulkan Kebisingan

Jokowi diingatkan jangan melakukan reshuffle karena desakan partai pendukungnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Des 2022, 05:21 WIB
Presiden Jokowi telah melakukan reshuffle kabinet sebanyak tiga kali selama pemerintahannya.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan sinyal akan melakukan reshuffle kabinet. Menyusul pernyataan tersebut, PDIP mendorong dua menteri dari NasDem yaitu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri LHK Siti Nurbaya untuk dievaluasi.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, reshuffle kabinet tidak ada masalah selama ada tujuan yang jelas. Jokowi diingatkan jangan melakukan reshuffle karena desakan partai pendukungnya.

"Justru buruk bagi Presiden jika reshuffle terlihat tunduk pada tekanan parpol lain," ujarnya kepada wartawan, Rabu (28/12/2022).

Mardani mengatakan, Jokowi hanya bikin kebisingan politik bila tanpa ada alasan yang genting untuk mengganti menterinya.

"Reshuffle tanpa alasan yang jelas malah menimbulkan kebisingan," ujar anggota Komisi II DPR RI ini.

Selain itu, wacana reshuffle merupakan bukti bahwa Jokowi tidak tepat dalam memilih pembantunya.

"Reshuffle juga tanda tidak tepatnya presiden memilih pembantunya," kata Mardani.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memberikan sinyal akan melakukan reshuffle kabinet. Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat meminta Jokowi untuk mengevaluasi dua menterinya, yaitu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya. Dua menteri itu adalah politikus NasDem.

Djarot berharap ada penyegaran di internal kabinet agar bisa mendukung penuh kebijakan Presiden Jokowi.

"Mentan dievaluasi, Menhut dievaluasi, menteri kehutanan ya. Harus dievaluasi. Semua menteri juga harus dievaluasi. Supaya apa? Supaya ada satu darah baru yang segar, yang bisa mendukung penuh kebijakan pak Jokowi untuk menuntaskan janji-janji kampanyenya," ujar Djarot di Menteng, Jakarta, Jumat (23/12).

 

 


Singgung Masalah Impor Beras

Anggota Komisi IV DPR ini menyinggung masalah impor beras. Di tengah digemborkan swasembada beras, malah harga beras naik. Saat musim panen dan harga beras naik, justru ada impor.

"Termasuk yang prihatin ketika kita sudah di masa lalu, sudah gembar gembor swasembada beras, ternyata kita impor beras ketika harganya naik. Justru pemerintah harus intervensi dong. Saat musim panen dan harganya baik, kemudian dihajar sama beras impor," ujar Djarot.

"Yang parah nanti, yang sakit petaninya. Makanya kita di Komisi IV kita sampaikan coba buka data. Data yang fix yang sama baik itu oleh BPS, dimiliki Kementan, data dimiliki Bulog, data yang dimiliki Bappenas badan pangan nasional, buka, satukan. Perlu ga kita impor, katanya masih cukup. Perlu enggak kita impor. Yang penting bagi kita harga beras stabil, petaninya bisa untung. Ini semua perlu dievaluasi," tegasnya.

Namun, Djarot mengembalikan lagi kepada Jokowi sebagai pemegang hak prerogatif apakah perlu beberapa menterinya diganti. Termasuk juga peluang partai yang belum masuk kabinet diajak bergabung.

"Wah kalau itu urusannya presiden. Itu hak prerogatif presiden. Kita hormati kita hargai kita berikan kesempatan kepada pak Jokowi untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kabinet. Apakah perlu reshuffle atau tidak. Itu pun untuk kepentingan bangsa dan negara dan rakyat Indonesia," ujar Djarot.

Reporter: Ahda Bayhaqi/Merdeka.com

Infografis Kejengkelan Jokowi dan Ancaman Reshuffle Kabinet. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya