Wall Street Tumbang Terseret Tekanan Saham Apple

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones anjlok 365,85 poin atau 1,1 persen ke posisi 32.875,71

oleh Agustina Melani diperbarui 29 Des 2022, 07:14 WIB
Pedagang bekerja di New York Stock Exchange, New York, 10 Agustus 2022. (AP Photo/Seth Wenig, file)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan saham Rabu, 28 Desember 2022. Koreksi wall street terjadi seiring pelaku pasar melihat potensi rugi pada akhir 2022 dan bersiap diri memasuki 2023.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones anjlok 365,85 poin atau 1,1 persen ke posisi 32.875,71. Indeks S&P 500 merosot 1,2 persen ke posisi 3.783,22. Indeks Nasdaq tergelincir 1,35 persen ke posisi 10.213,29. Saham Apple membebani indeks Dow Jones seiring menembus level kunci dan jatuh ke level terendah dalam 52 minggu. Saham Apple berada di posisi USD 127,15 pada perdagangan Rabu sore pekan ini.

Di sisi lain, sektor energi penghambat terbesar di indeks S&P 500 seiring harga minyak dan gas alam yang merosot. Saham EQT, APA dan Marathon Oil termasuk penghambat di indeks saham.

Sementara itu saham Southwest Airlines melanjutkan koreksi seiring pembatalan penerbangan karena kondisi cuaca musim dingin yang parah. Saham Southwest Airlines merosot lebih dari 5 persen.

"Saham akhirnya menguat secara bersamaa, tetapi tidak bertahan,” ujar Pendiri dan Chief Investment Officer of Growth Investing Navellier and Associates, dikutip dari laman CNBC, Kamis (29/12/2022).

Ia menambahkan, pada volume perdagangan rendah, pasar mencoba yang terbaik untuk tetap berada di pasar setelah awal yang mengecewakan pada reli sinterklas. “Ini sedikit kebaikan dari rata-rata karena sektor yang paling terpukul,” ujar dia.

Navellier mengatakan, pelaku pasar tampak kelelahan dan dapat dipahami. “Tidak lagi mengharapkan reli besar secara teknikal dan hanya berharap untuk mencapai Jumat sore tanpa kerugian berarti lebih lanjut,” ujar dia.

Ia mengatakan, sejumlah sentimen yang mendorong sebagian besar ketidakpastian utama pada 2022 antara lain kasus COVID-19 di China, perang Ukraina-Rusia, pasokan energi yang ketat dan bank sentral yang hawkish. “Akan menunggu kita di sisi lain,” tutur dia.

Saat pekan terakhir perdagangan, pasar saham berada di jalur terburuk sejak 2008. Indeks Nasdaq catat kinerja terburuk di antara indeks acuan lainnya. Indeks Nasdaq melemah 34,7 persen pada 2022 seiring investor keluar dari growth stock di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi. 


Perusahaan Teknologi Sensitif terhadap Suku Bunga

Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)

Perusahaan teknologi di Nasdaq paling sensitif terhadap kenaikan suku bunga. Indeks Dow Jones dan S&P 500 berada di jalur koreksi. Indeks Dow Jones dan S&P 500 masing-masing melemah 9,5 persen dan 20,6 persen.

Rilis data ekonomi pada Rabu, 28 Desember 2022 termasuk penjualan rumah yang tertunda turun 4 persen pada November 2022, menurut National Association of Realtors. Penurunan terjadi karena suku bunga hipotek yang tinggi membuat calon pembeli tak menyukainya. Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan penurunan 1,8 persen.

“Ada tanda-tanda yang jelas ekonomi melambat, seperti yang ditunjukkan hari ini (Rabu, 28 Desember 2022-red) dengan penjualan rumah yang tertunda jatuh ke level terendah kedua dalam catatan,” ujar Global Market Strategist Invesco Brian Levitt.

Ia menambahkan, penjualan rumah secara historis merupakan penggerak aktivitas ekonomi yang baik. Penjualan rumah mendukung banyak industri. “Pada saat yang sama suku bunga terus naik karena the Fed masih memberi sinyal sikal hawkish. Singkatnya investor berharap untuk soft landing tetapi tantangan tetap ada,” kata dia.


Penutupan Wall Street pada 27 Desember 2022

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street beragam pada perdagangan Selasa, 27 Desember 2022. Indeks S&P 500 merosot pada awal pekan ini seiring imbal hasil obligasi AS naik dan investor menimbang prospek ekonomi pada 2023.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones menguat 37,63 poin atau 0,11 persen ke posisi 33.241,56. Indeks S&P 500 tergelincir 0,4 persen menjadi 3.829,25. Indeks Nasdaq terpangkas 1,38 persen menjadi 10.353,23.

Saham yang berkaitan dengan China menguat. Hal tersebut didorong sentimen China melonggarkan pembatasan COVID-19. Saham Tesla turun lebih dari 11 persen di tengah berita tentang jeda produksi yang diperpanjang selama sepekan di Shanghai. Penghentian produksi itu lataran kasus COVID-19 meningkat.

Sentimen itu juga mendorong saham Tesla alami kinerja buruk tahunan yang pernah ada. Dengan demikian memicu aksi jual saham Tesla yang berlanjut pada Selasa pekan ini.

Sepanjang Desember 2022, saham Tesla turun lebih dari 42 persen.Saham Tesla juga merosot lebih dari 57 persen sejak awal kuartal dan hampir 68 persen pada 2022. Koreksi saham Tesla juga terjadi di tengah akuisisi Twitter oleh CEO Elon Musk.

Southwest turun hampir 6 persen karena maskapai menimbulkan ribuan penerbangan. Di sisi lain, imbal hasil obligasi juga menguat sehingga memberikan tekanan pada saham pertumbuhan atau growth stock seperti teknologi.

Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun naik hampir 11 basis poin ke posisi 3,85 persen. Sementara itu, saham Apple mencatat kinerja buruk di Dow Jones, jatuh ke level yang tidak terlihat sejak Juni 2021. Saham Apple melemah 1,4 persen.

 


Saham Apple

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Terlepas dari saham Apple yang koreksi, sejumlah pengamat dan analis mengatakan, waktu yang lebih baik di depan untuk perusahaan teknologi tersebut.

Saham Apple telah anjlok hampir 27 persen pada 2022 karena kenaikan suku bunga. Apple juga bergulat dengan gangguan pasokan yang dipicu oleh penutupan pabrik di pemasok terbesarnya di China yang baru saja mulai mereda.

Barton Crockket dari Rosenblatt menuturkan, hambatan produksi telah mereda, permintaan tetap kuat dan masalah rantai pasokan akan mereda pada pertengahan bulan depan. Itu akan menjadi pertanda baik bagi Apple pada tahun baru termasuk saham.

Selain itu, Analis Citi Jim Suva menyebutkan, enam katalis untuk saham pada tahun baru. Meski Desember menantang, ia berharap perdagangan Apple lebih tinggi karena mendapat manfaat dari potensi pertumbuhan di India, pertumbuhan pendapatan berkelanjutan dan peningkatan pendapatan layanan.

Selain itu, peluncuran headset augmented reality dan virtual reality, buyback, dan perpindahan ke saham berkualitas dinilai dapat angkat saham.

“Ini pada dasarnya kelanjutan dari imbal hasil tinggi yang menekan pertumbuhan, dengan redistribusi ke sektor lain yang lebih kecil, tetapi tidak cukup besar untuk mengubah indeks utama,” ujar co-Chief Investment Officer Truist’s Keith Lerner seperti dikutip dari CNBC, Rabu (28/12/2022).

Sementara itu, Senior Global Market Strategist Wells Fargo Investment Institute, Sameer Samana menuturkan, kombinasi dari pajak penjualan rugi, penyeimbangan kembali portofolio dan investor yang memutuskan posisi pada 2023 juga dapat membebani indeks saham.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya