Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Perumahan mencatat, hingga 30 November 2022 capaian Program Sejuta Rumah (PSR) di Indonesia telah menembus angka 1.060.486 unit.
Capaian tersebut terdiri dari 787.215 unit rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 273.271 unit rumah non MBR dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Advertisement
"Kami mencatat capaian Program Sejuta Rumah telah menembus angka 1.060.486 unit di seluruh Indonesia," ujar Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto dalam keterangan tertulis, Kamis (29/12/2022).
Iwan mengatakan, untuk mendorong Program Sejuta Rumah serta capaian pendataannya, pihaknya juga telah mengirimkan surat percepatan pendataan pembangunan rumah ke seluruh Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) serta dinas yang menangani perumahan dan permukiman, mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
Adapun target pembangunan Program Sejuta Rumah, sebanyak 70 persen untuk rumah MBR dan 30 persen rumah non MBR.
"Angka capaian PSR ini baru per tanggal 30 November 2022. Kami yakin angkanya akan terus meningkat sampai akhir Desember 2022 mendatang," imbuh Iwan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, capaian Program Sejuta Rumah per 30 November 2022 terdiri dari 787.215 unit rumah masyarakat berpenghasilan rendah, dan 273.271 unit rumah non MBR.
Dengan rincian, capaian rumah MBR sebanyak 787.215 unit terdiri dari pembangunan rumah oleh Kementerian PUPR 406.260 unit, kementerian/ lembaga lainnya 1.044 unit, serta pemerintah daerah 57.140 unit.
Selanjutnya, rumah yang dibangun oleh pengembang sebanyak 231.071 unit, corporate social responsibility (CSR) perumahan 1.761 unit, dan masyarakat secara mandiri sebanyak 89.939 unit.
Untuk rumah non MBR sebanyak 273.271 unit terdiri dari rumah yang dibangun pengembang 225.729 unit, dan masyarakat sebanyak 47.542 unit.
PMN Bakal Tingkatkan Kemampuan BTN Sukseskan Program Sejuta Rumah
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) tahun ini akan mendapatkan Penyertaan Modal Neara (PMN) sebesar Rp 2,9 triliun. Adanya tambahan modal dari negara ini dipastikan akan meningkatkan kemampuan BTN dalam mensukseskan program sejuta rumah.
Menanggapi hal ini, Ekonom Indef Nailul Huda mengatakan sektor properti mesti menjadi prioritas program relaksasi pemerintah karena peranannya yang sangat strategis, bahkan dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Multiplier effect properti membentang dari pelaku industri dan usaha turunannya hingga konsumen akhir, terutama segmen masyarakat menengah bawah (MBR).
“PMN untuk BTN untuk mendukung program sejuta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah patut diprioritaskan. Untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi dan sekaligus membantu daya beli masyarakat untuk memiliki rumah layak huni , sektor properti saya rasa lebih tepat diberikan relaksasi dibandingkan sektor otomotif,” kata Nailul mengomentari wacana pemerintah mengevaluasi kembali keputusan PMN sebesar Rp 2,98 triliun kepada BTN pada tahun ini.
Data Kementerian PUPR memperlihatkan jumlah backlog kepemilikan rumah di Indonesia mencapai 11,4 juta unit. Hal ini masih ditambah data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 yang menyatakan hanya 59,5 persen keluarga menghuni rumah yang layak, sementara sisanya adalah rumah tidak layak huni.
Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah mengingatkan bahwa tanpa PMN ke Bank BTN, program sejuta rumah rakyat yang digagas Presiden Jokowi bisa melambat, sementara masa jabatan presiden tinggal 2 tahun lagi.
“Program Sejuta Rumah yang digagas Presiden Jokowi adalah solusi cemerlang dalam meningkatkan jumlah MBR yang memiliki hunian layak. Tanpa percepatan di Program Sejuta Rumah, backlog perumahan tidak akan berkurang malah akan bertambah. Pasalnya, setiap tahun jumlah keluarga baru terus meningkat tetapi pasokan rumah selalu lebih kecil dari kebutuhan,” ujarnya.
Advertisement
Angka Backlog
Catatan saja, setiap tahunnya terdapat 1,8 juta pernikahan. Sebagian dari rumah tangga baru tersebut tentunya membutuhkan rumah tinggal sehingga akan meningkatkan angka backlog.
Kondisi ini makin rumit karena daya beli masyarakat saat ini terhimpit kenaikan inflasi dan risiko bunga tinggi. Para pengembang pun tidak punya banyak pilihan selain berancang ancang menaikkan harga rumah untuk mengimbangi kenaikan harga bahan bangunan. Sementara itu, tingkat kenaikan pendapatan masyarakat selalu tertinggal dari laju kenaikan harga rumah.
“Tanpa keberpihakan dan komitmen pemerintah, memiliki hunian layak hanya menjadi mimpi para MBR. Tak ada pilihan bagi pemerintah selain mempercepat PMN ke BTN. Menunda PMN berarti lost opportunity. Segmen MBR paling dirugikan” kata Piter.
Sementara itu, Ekonom MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi menilai kemampuan BTN untuk mendukung kebangkitan sektor properti relatif terbatas karena rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) saat ini berada di level 18,15 persen pada Maret 2022.
“CAR BTN saat ini memang relatif bagus, kuat dan sehat. Tapi, untuk akselerasi pembiayaan ke MBR, angka saat ini belum cukup. Kalau dilakukan PMN tentunya modal dan CAR BTN akan naik sehingga lebih banyak proyek perumahan dan KPR yang bisa dibiayai,” ujar Tirta.
Padat Karya
Berdasarkan data, Tirta melanjutkan, pembangunan perumahan merupakan sektor yang yang padat karya. Setidaknya dibutuhkan 5 orang pekerja untuk membangun satu unit rumah atau 500 ribu pekerja untuk setiap pembangunan 100 ribu unit rumah.
“Proyek properti juga mendukung industri produk lokal, karena 90 persen bahan bangunan dalam konstruksi rumah merupakan produk lokal. Proyek properti juga memiliki dampak turunan (multiplier effect) kepada 174 sektor ekonomi lainnya,” katanya.
Dampak lainnya dari akselerasi sektor properti adalah kontribusi terhadap penerimaan negara karena dalam setiap rumah yang terjual menghasilkan pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan, bea balik nama (BBN), Pajak Bumi dan Bangunan, hingga Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
“Tentunya data-data tersebut menunjukan pemerintah seharusnya mempercepat PMN kepada BTN, bukan malah menunda. Semakin cepat PMN kepada BTN, maka semakin cepat dampaknya terasa di ekonomi Indonesia,” ujarnya.
Advertisement