Amoeba Pemakan Otak, Penyebab Kematian 1 Pria di Korea Selatan

Korea Selatan melaporkan satu kematian akibat amoeba pemakan otak. Pasien diketahui berusia 50 tahun dan baru saja pulang dari Thailand.

oleh Diviya Agatha diperbarui 29 Des 2022, 11:23 WIB
Ilustrasi. Foto: gbtimes

Liputan6.com, Jakarta Jelang tahun baru, kabar mengejutkan datang dari Korea Selatan. Pasalnya, negara yang dipimpin Yoon Suk-yeol ini baru saja melaporkan kematian pada satu pria akibat amoeba pemakan otak.

Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (Korea Disease Control and Prevention Agency/KDCA) mengonfirmasi bahwa terdapat warga Korea berusia 50 tahun yang meninggal dunia akibat amoeba pemakan otak.

"Korea Selatan melaporkan kasus pertama infeksi Naegleria fowleri, yang biasa disebut sebagai amoeba pemakan otak," kata otoritas kesehatan mengutip Strait Times, Kamis (29/12/2022).

Pria tersebut diketahui baru saja kembali dari Thailand pada 10 Desember 2022 setelah menetap selama empat bulan. Keesokan harinya, ia dirawat di rumah sakit dan meninggal setelah menjalani perawatan selama kurang lebih 11 hari.

KDCA menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan tes genetik pada tiga patogen penyebab Naegleria fowleri untuk memastikan penyebabnya. Hasil tes menunjukkan gen dalam tubuh pria tersebut 99,6 mirip dengan yang ditemukan pada pasien meningitis yang dilaporkan di luar negeri.

"Gejala awal bisa termasuk sakit kepala, demam, mual atau muntah, dan gejala selanjutnya timbul sakit kepala parah, demam, muntah, dan leher kaku," tulis keterangan KDCA.

Naegleria fowleri sendiri merupakan amoeba yang biasanya hidup di air tawar yang hangat. Seperti danau, sungai, tanah, dan mata air panas. Sejauh ini, hanya satu spesies Naegleria yang dapat menginfeksi manusia, yakni Naegleria fowleri.


Cara Naegleria fowleri Masuk ke Tubuh

Ilustrasi CT Scan Otak Credit: pexels.com/Anna

Masa inkubasi Naegleria fowleri berlangsung selama dua hingga paling lama 15 hari. Diketahui, amoeba tersebut dapat memasuki tubuh lewat hidung sebelum kemudian berjalan ke otak.

Menurut KDCA, penularan Naegleria fowleri dari manusia ke manusia tidak mungkin terjadi. Hanya saja pihaknya mengimbau masyarakat untuk tidak berenang di daerah atau lingkungan di mana penyakit itu menyebar.

Hal tersebut lantaran memang risiko infeksinya tidak tinggi. Namun sejauh ini, sebagian besar kasus Naegleria fowleri dimulai saat seseorang berenang.

"Untuk mencegah infeksi Naegleria fowleri, kami merekomendasikan untuk menghindari aktivitas berenang, rekreasi, dan gunakanlah air bersih saat bepergian ke daerah di mana kasus telah dilaporkan," ujar Dr Jee Young-mee pada KDCA dalam sebuah siaran pers.

KDCA mengungkapkan bahwa air bersih mengacu pada semua jenis air yang belum terkontaminasi. Tetapi, orang tidak dapat terinfeksi Naegleria fowleri dengan air minum yang terkontaminasi.

Serta, risiko tertinggi terjadi ketika suhu air naik selama musim panas.


Pria di Korea Selatan Bukan Infeksi yang Pertama

Ilustrasi bendera Korea Selatan (unsplash)

Kasus Naegleria fowleri yang menewaskan satu pria di Korea Selatan tersebut menjadi infeksi pertama penyakit ini di sana. Namun, bukan menjadi kasus pertama di seluruh dunia.

Kasus pertama Naegleria fowleri dilaporkan di Virginia pada tahun 1937. Tak hanya itu, sejauh ini terdapat 381 kasus Naegleria fowleri yang telah dilaporkan di dunia pada tahun 2018.

Kasus-kasus tersebut muncul di India, Thailand, Amerika Serikat, China, dan Jepang.

Amerika Serikat sendiri melaporkan 154 infeksi dari tahun 1962 hingga 2021. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, hanya empat orang yang berhasil selamat. Sisanya, tingkat kematian mencapai 97 persen.


Dugaan Kasus Amoeba Pemakan Otak di AS

Ilustrasi Remaja Sakit (unsplash.com/Olga Kononenko)

Mengutip laman ABC News, belum lama ini tepatnya pada September 2022, seorang remaja di AS pun dilaporkan dengan kasus amoeba pemakan otak. Diketahui, remaja tersebut berjuang melawan penyakit itu selama lebih dari 50 hari.

Mulanya, Caleb Ziegelbauer (13) mengalami sakit kepala yang parah, demam tinggi, dan halusinasi. Alhasil, dirinya dibawa ke rumah sakit untuk menjalani perawatan.

Setelah dokter yang merawat mengesampingkan meningitis, remaja tersebut diduga mengalami Naegleria fowleri. Pasalnya, Caleb berenang di air payau beberapa hari sebelum mengalami gejala, yang akhirnya membuat dokter mencurigai infeksi Naegleria fowleri.

Meski sampel yang dikirim ke CDC menunjukkan hasil negatif untuk Naegleria fowleri, dokter diketahui tetap memantau Caleb lantaran dirinya masih harus menggunakan ventilator dan kerap kali kejang. 

infografis Otak-Atik Daya Listrik Rumah Tangga
Infografis 5 Gejala Sakit Kepala Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya