Subsidi KRL Tak Tepat Sasaran, YLKI: Kalau Subsidi Mobil Listrik Disebut Apa?

YLKI menyebut subsidi untuk angkutan umum, apalagi angkutan umum masal seperti KRL merupakan subsidi yang paling tepat sasaran.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 29 Des 2022, 13:15 WIB
Kepadatan calon penumpang kereta Commuter Line (KRL) di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Rabu (12/1/2022). Kementerian Kesehatan memprediksi penyebaran kasus COVID-19 varian Omicron di Indonesia akan terus terjadi hingga mencapai puncaknya pada Februari 2022. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah kini tengah menggodok dua aturan di sektor transportasi terkait pemberian subsidi atau intensif, yakni tarif KRL Commuter Line yang rencananya akan dibedakan atas dasar status sosial ekonomi penumpang, serta subsidi pembelian mobil listrik dengan nominal terbesar Rp 80 juta.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai kedua kebijakan itu punya urgensi yang berbeda. Dia lantas lebih memilih agar regulasi terkait moda angkutan umum dikedepankan ketimbang untuk transportasi pribadi.

"Subsidi untuk angkutan umum, apalagi angkutan umum masal seperti KRL, itu subsidi yang paling tepat sasaran," ujar Tulus dikutip dari unggahan pribadinya, Kamis (29/12/2022).

Dia lalu menyoroti opini atas wacana pembedaan tarif KRL antara kelompok atas dan bawah, yang dinilai sebagai ide absurd. Terlebih kini pemerintah malah ingin memberikan subsidi mobil listrik.

"Laah, kalau subsidi pada tarif KRL dibilang tidak tepat sasaran, lalu mau disebut apa subsidi Rp 80 juta pada pengguna mobil listrik??" ungkapnya.

Menurut dia, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) seharusnya berterima kasih kepada masyarakat kelas menengah yang mau meninggalkan mobilnya. Untuk kemudian memilih menggunakan transportasi publik semisal KRL maupun Trans Jakarta.

"Yang artinya, mereka telah berkontribusi mengurangi kemacetan, polusi, risiko kecelakaan lalu lintas, dan bahkan mengurangi subsidi BBM itu sendiri," pungkas Tulus.

Sejumlah penumpang naik kereta rel listrik (KRL) di Stasiun Manggarai, Jakarta, Kamis (19/5/2022). Penambahan kapasitas penumpang KRL menjadi 80 persen dibuat menyesuaikan aturan terbaru Surat Edaran (SE) Kementerian Perhubungan Nomor 57 Tahun 2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang dalam Negeri dengan Transportasi Perkeretaapian pada Masa Pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno, menyoroti rencana pemberian subsidi tarif KRL Commuter Line di 2023. Ia mengaku tak habis pikir bila orang kaya harus bayar tarif KRL lebih mahal dari kelompok tak mampu, padahal mereka berada di satu moda dengan kelas yang sama.

"Jika dalam satu layanan kelas yang sama namun konsumen harus membayar berbeda, tentu kebijakan tidak implementatif dan cenderung menggelikan," ujar Agus dalam pesan tertulis, Kamis (29/12/2022).

Menurut dia, konsumen angkutan umum dianggap berhasil justru ketika kelompok menengah atas meninggalkan kendaraan pribadi, dan beralih ke public transport.

"Dengan demikian justru harusnya mendapat insentif, alih-alih didiskriminasi," imbuhnya.

Agus lantas menyebut dua alasan mengapa subsidi tarif KRL perlu ditolak. Selain diskriminatif, ia mempertanyakan, bagaimana akan memisahkan antara konsumen mampu dengan yang tidak mampu.

"Basis data apa yang dipakai dalam menentukan kategori konsumen mampu dan tidak mampu?" tanyanya.

Kedua, Agus mewaspadai adanya potensi terjadi gesekan, bahkan chaos di lapangan antara petugas KRL dan konsumen.

"Jadi pemisahan tarif layanan kelas yang sama dengan dasar perbedaan mampu/tidak mampu patut ditolak," tegasnya.

Sebagai solusi, ia menawarkan alternatif pilihan kebijakan untuk merespon peningkatan biaya operasional PT Kereta Commuter Indonesia, atau PT KCI. Pemerintah disebutnya bisa menambah subsidi untuk kewajiban pelayanan publik (PSO), dan menaikan tarif.

"PT KCI juga bisa mengoptimalisasi pendapatan non operasional/penjualan tiket, atau optimalisasi aset properti dan lain-lain," kata Agus.


Tarif KRL Buat Orang Kaya Bakal Lebih Mahal di 2023, Jangan Kaget!

Penumpang masuk ke dalam rangkaian KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta, Sabtu (17/12/2022). Pemerintah berencana menaikkan harga tiket Commuter Line (KRL) pada 2023. Plt Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah aturan terkait kenaikan tarif KRL. (Liputan6.com/Magang/Aida Nuralifa)

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memastikan, tarif KRL Commuter Line tidak akan mengalami kenaikan pada 2023 mendatang. Namun, pemerintah merancang skenario subsidi untuk tarif KRL 2023, dimana orang kaya bakal membayar lebih tinggi untuk mensubsidi golongan tak mampu.

Menhub menyampaikan, tarif KRL nantinya akan mengalami perubahan sistem lewat skema subsidi tepat guna via tiket kartu.

"Kalau KRL enggak naik, Insya Allah 2023 tidak naik. Tapi, nanti pakai kartu, yang kemampuan finansialnya tinggi harus bayar lain. Average, sampai 2023 enggak naik," ujar Menhub Budi Karya Sumadi di Jakarta, dikutip Rabu (28/12/2022).

Menimpali pernyataan Menhub, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Mohamad Risal Wasal menjelaskan, pembayaran tarif KRL via kartu ini nantinya akan diterapkan lewat skema subsidi terbatas.

"Subsidi tepat guna. Artinya tidak naik, tapi nanti kita pakai data Kemendagri. Yang kaya ya bayar sesuai aslinya, yang kurang mampu itu nanti dapat subsidi," kata Risal.

"Kalimatnya (tarif KRL) tidak naik, tapi subsidi tepat sasaran," tegas dia.

Kendati begitu, pihaknya masih memilah data apa yang bakal jadi dasar pembeda tarif KRL antar penumpang. Ia menyebut beberapa opsi data, seperti dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.

Risal berharap, skema baru bayar tarif KRL ini bisa diterapkan secepatnya. Namun, Kemenhub perlu berkolaborasi dengan Kemendagri untuk mencari data mana-mana saja penumpang yang berkategori kurang mampu.

"Kuartal kedua kali ya kita upayakan. Paling lambat di pertengahan tahun (2023). Tapi kalau bisa dipercepat, kita percepat," pungkas Risal. 


Menhub Pastikan Tarif KRL Tak Naik di 2023

Masinis turun dari KRL Commuter Line di Stasiun Manggarai, Jakarta, Sabtu (17/12/2022). Pemerintah berencana menaikkan harga tiket Commuter Line (KRL) pada 2023. Plt Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah aturan terkait kenaikan tarif KRL. (Liputan6.com/Magang/Aida Nuralifa)

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memastikan, tarif KRL Commuter Line tidak akan mengalami kenaikan pada 2023 mendatang.

Namun, skema pembayarannya akan dipisah antara penumpang yang mampu dan kurang mampu via tiket kartu. Meski begitu, ia belum merinci secara jelas bagaimana skema tersebut akan diberlakukan.

"Kalau tarif KRL enggak naik. Insya Allah 2023 tidak naik. Tapi, nanti pakai kartu. Yang kemampuan finansialnya tinggi harus bayar lain. Average, sampai 2023 enggak naik," ujar Menhub dalam sesi jumpa pers akhir tahun di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa (27/12/2022).

Menimpali pernyataan Menhub, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Mohamad Risal Wasal menyampaikan, pembayaran tarif KRL via kartu ini nantinya akan diterapkan lewat skema subsidi terbatas via kartu.

"Subsidi tepat guna. Artinya tidak naik, tapi nanti kita pakai data Kemendagri. Yang kaya ya bayar sesuai aslinya, yang kurang mampu itu nanti dapat subsidi," kata Risal.

"Kalimatnya (tarif KRL) tidak naik, tapi subsidi tepat sasaran," tegas dia.

Risal berharap, skema baru pembayaran tarif KRL ini bisa diterapkan secepatnya. Namun, Kemenhub perlu berkolaborasi dengan Kemendagri untuk mencari data mana-mana saja penumpang yang berkategori kurang mampu.

"Kuartal kedua kali ya kita upayakan. Paling lambat di pertengahan tahun (2023). Tapi kalau bisa dipercepat, kita percepat," pungkas Risal.   

Infografis Journal: Jumlah Penumpang KRL di Jabodetabek Tahun 2010-2021 (Liputan6.com/Trie Yasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya