Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, subvarian Omicron BF.7 sudah terdeteksi masuk ke Indonesia. Hingga per 29 Desember 2022, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ada 15 kasus.
Adanya subvarian Omicron BF.7 atau yang juga dikenal dengan BA.5.2.1.7 harus menjadi perhatian bersama, terlebih lagi selama masa libur Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru). Belajar dari pengalaman sebelumnya, kemunculan varian Corona baru dapat menimbulkan kenaikan kasus COVID-19.
Advertisement
"Yang BF.7 ini sudah kita lihat di Indonesia juga sudah ada. Kenaikannya itu kecil sekali, ada 15 kasusnya," ungkap Budi Gunadi usai acara "Peringatan Hari Ulang Tahun Pusat Kesehatan Ibu dan Anak Nasional RSAB Harapan Kita ke-43" di RSAB Harapan Kita Jakarta pada Kamis, 29 Desember 2022.
Meski begitu, Budi Gunadi tidak menyebut secara rinci daerah mana saja yang sudah terdapat kasus varian BF.7. Diketahui pula, persebaran "anakan" Omicron ini sedang menyebarluas di Tiongkok.
Apalagi angka kasus COVID-19 di Tiongkok tengah melonjak dalam sebulan terakhir. Selain varian BF.7, subvarian Omicron lain yang menyebar di Tiongkok, yakni BA.5 dan BA.2.75.
"Di Cina yang banyak adalah (varian) BA.5, BA.2.75 dan BF.7. Yang BA.5 di kita (Indonesia) udah lewat siklusnya, yang BA.2.75 juga sudah lewat," tutur Budi Gunadi.
Pengaruh Omicron BF.7
Di tengah kenaikan kasus COVID-19 di Tiongkok, berdasarkan beberapa perkiraan, Tiongkok menghadapi risiko kematian 2 juta orang akibat lonjakan baru-baru ini. Menurut beberapa ahli, 60 persen penduduk Cina akan tertular penyakit ini dalam beberapa bulan mendatang.
Situasi di Tiongkok, subvarian Omicron BF.7 juga memiliki pengaruh yang signifikan. Subvarian baru ini menunjukkan karakteristik gejala yang mirip dengan infeksi saluran pernapasan seperti infeksi tenggorokan, hidung tersumbat, menggigil, dan batuk.
Selain itu, beberapa orang mungkin mengalami masalah yang berhubungan dengan perut, termasuk muntah dan diare.
Jika seseorang menunjukkan gejala di atas, para ahli menyarankan untuk segera diperiksa. Meski bisa berkembang lebih cepat, subvarian BF.7 ini mungkin tidak menimbulkan risiko keterparahan yang besar. Oleh karena itu, intervensi dan isolasi yang akurat sangat penting.
Mengutip artikel Maps of India berjudul, What Is COVID BF.7 Variant? yang tayang 29 Desember 2022, salah satu penyebab peningkatan kasus COVID-19 di Tiongkok mungkin karena tingkat kekebalan yang buruk yang disebabkan oleh penyakit sebelumnya.
Perubahan virus Corona dapat menghasilkan varian dan subvarian yang sangat beragam. Ini disebut evolusi konvergen. Penamaan subvarian ini terdiri dari BA.2.75.2, BF.7, dan BQ.1.1.
Advertisement
Tes COVID-19 bagi Pelancong dari Tiongkok
Lonjakan COVID-19 di Tiongkok membuat beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara lainnya mengamanatkan tes COVID-19 bagi pelancong yang datang dari Tiongkok.
Hal ini mencerminkan kekhawatiran global bahwa varian Corona baru dapat muncul dalam wabah eksplosif, dikutip dari NST.com.my, Kamis (29/12/2022).
Belum ada laporan varian baru hingga saat ini. Tetapi mengingat rekam jejak China, kekhawatirannya adalah Tiongkok tidak membagikan data tentang tanda-tanda berkembangnya strain virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 yang dapat memicu wabah baru di tempat lain.
Amerika Serikat mengumumkan persyaratan tes negatif pada Rabu (28/12/202) untuk penumpang dari Tiongkok, berdasarkan lonjakan infeksi dan kurangnya informasi, termasuk pengurutan genom dari galur virus Corona di negara itu.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menyatakan, keprihatinan serupa tentang kurangnya informasi ketika dia mengumumkan persyaratan pengujian bagi penumpang dari Tiongkok awal pekan ini.
WHO Butuh Lebih Banyak Informasi
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus juga menyoroti lonjakan COVID-19 di Tiongkok. Bahwa baru-baru ini WHO membutuhkan lebih banyak informasi tentang tingkat keparahan wabah di Cina -- terutama mengenai penerimaan rumah sakit dan ICU di negara tersebut.
India, Korea Selatan, Taiwan, dan Italia juga telah mengumumkan berbagai persyaratan pengujian untuk penumpang dari Tiongkok.
Selanjutnya, otoritas kesehatan Jerman kini sedang memantau situasi tetapi belum mengambil langkah pencegahan serupa.
"Kami tidak memiliki indikasi bahwa varian yang lebih berbahaya telah berkembang dalam wabah ini di Cina," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Jerman Sebastian Guelde.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning mengatakan, pekan lalu bahwa Cina selalu membagikan informasinya secara bertanggung jawab kepada WHO dan komunitas internasional.
"Kami siap bekerja sama dengan komunitas internasional dalam solidaritas untuk mengatasi tantangan COVID-19 secara lebih efektif, melindungi kehidupan dan kesehatan masyarakat, serta bersama-sama memulihkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan membangun komunitas kesehatan global untuk semua," katanya.
Advertisement