Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan penyidikan Bupati nonaktif Mimika, Papua, Eltinus Omaleng dan Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika Marthen Sawy dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Papua.
Tim penyidik KPK sudah menyerahkan berkas ke tim jaksa penuntut umum.
Advertisement
"Hari ini (29/12) telah selesai dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti dari tim penyidik pada tim jaksa dengan tersangka EO (Eltinus Omaleng) dan Tersangka MS (Marthen Sawy)," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (29/12/2022).
Menurut Ali, setelah tim jaksa menerima berkas tersebut dari tim penyidik, para penuntut umum menyatakan seluruh isi berkas perkara memenuhi syarat formil dan materil sehingga dinyatakan lengkap dan siap untuk di uji dipersidangan.
Ali menyebut tim penuntut umum memiliki waktu 14 hari kerjan untuk menyusun surat dakwaan. Nantinya surat dakwaan akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor.
"Dalam waktu 14 hari kerja, pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tipikor oleh tim jaksa segera dilakukan," kata Ali.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Mimika Eltinus Omaleng pada Kamis 8 September 2022. Eltinus ditahan setelah sebelumnya ditangkap di sebuah hotel di Jayapura pada Rabu, 7 September 2022 kemarin.
Eltinus merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Papua. Selain Eltinus, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yakni Marthen Sawy selaku Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika yang juga Pejabat Pembuat Komitmen dan Teguh Anggara selaku Direktur PT Waringin Megah.
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut, perbuatan Eltinus diduga merugikan keuangan negara sejumlah Rp 21,6 miliar. Dalam korupsi proyek Gereja Kingmi Mile 32 ini, Eltinus juga menerima duit hingga Rp 4,4 miliar.
Awal Mula
Firli menjelaskan, kasus ini bermula pada 2013 saat Eltinus ingin membangun Gereja Kingmi di Kabupaten Mimika dengan nilai Rp126 miliar.
Kemudian pada 2014 Eltinus terpilih menjadi Bupati Mimika dan mengeluarkan kebijakan memberikan dana hibah ke Yayasan Waartsing untuk pembangunan Gereja Kingmi Mile 32.
"Kemudian Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Mimika sebagaimana perintah EO (Eltinus) memasukkan anggaran hibah dan pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 sebesar Rp 65 miliar ke anggaran daerah Pemkab Mimika tahun 2014," ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kamis (8/9/2022).
Firli mengatakan, saat itu Eltinus masih menjadi komisaris PT NKJ yang kemudian membangun dan menyiapkan alat produksi beton yang berada tepat di depan lokasi akan dibangunnya Gereja Kingmi Mile 32.
Untuk mempercepat proses pembangunan, pada 2015 Eltinus menawarkan proyek ini ke Teguh Anggara (TA) selaku Direktur PT Waringin Megah dengan kesepakatan pembagian fee 10 persen dari nilai proyek.
"EO mendapat 7 persen dan TA 3 persen," kata Firli.
Advertisement
Kondisikan Lelang
Agar proses lelang dapat dikondisikan, Eltinus sengaja mengangkat Marthen Sawy (MS) sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). Padahal, Marthen tidak mempunyai kompetensi di bidang konstruksi bangunan.
"Eo juga memerintahkan MS untuk memenangkan TA sebagai pemenang proyek walaupun kegiatan lelang belum diumumkan. Setelah proses lelang dikondisikan, MS dan TA melaksanakan penandatangan kontrak pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 dengan nilai kontrak Rp 46 Miliar," kata Firli.
Untuk pelaksanaan pekerjaan, Teguh kemudian mensubkontrakkan seluruh pekerjaan pembangunan gedung Kingmi Mile 32 ke beberapa perusahaan berbeda, salah satunya yaitu PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN) tanpa adanya perjanjian kontrak dengan pihak Pemkab Mimika.
"Hal ini diketahui oleh EO," kata Firli.
Tidak Sesuai
PT KPPN kemudian menggunakan dan menyewa peralatan PT NKJ di mana EO masih tetap menjabat sebagai komisarisnya. Dalam perjalanannya, kemajuan pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tidak sesuai dengan jangka waktu penyelesaian sebagaimana kontrak, termasuk adanya kurang volume pekerjaan, padahal pembayaran pekerjaan telah dilakukan.
"Akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara setidaknya sejumlah sekitar Rp 21,6 miliar dari nilai kontrak Rp 46 Miliar. Dari proyek, ini EO diduga turut menerima uang sejumlah sekitar Rp 4,4 miliar," kata Firli.
Atas perbuatannya, para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Advertisement