Diserbu Investor, Sri Mulyani: Lebih Susah Beli Sukuk Ritel Ketimbang Tiket Blackpink

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengungkapkan ada peningkatan investor SBN atau obligasi pemerintah.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 30 Des 2022, 17:23 WIB
Menkeu Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Rapat membahas konsultasi terkait usulan perubahan pengelompokan/skema barang kena pajak berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Penerbitan surat berharga negara (SBN) rupanya cukup mendapat sambutan positif dari investor pasar modal tanah air.

Bersamaan dengan itu, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengungkapkan ada peningkatan investor SBN atau obligasi pemerintah. Sehingga tak ayal penawaran obligasi ludes tak lama setelah diterbitkan.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Sri Mulyani mengatakan, penjualan sukuk ritel Rp 10 triliun habis hanya dalam hitungan menit setelah diterbitkan.

"Anak buah saya mengatakan, lebih susah beli sukuk ritel dari pada beli tiket Blackpink. Untung saya tahu Blackpink itu apa," celetuk Sri Mulyani dalam Peresmian Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2022, Jumat (30/12/2022).

Berdasarkan data KSEI, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatatkan jumlah investor pasar modal Indonesia yang mencapai 10,3 juta investor atau meningkat 37,53 persen hingga 28 Desember 2022 dari akhir 2021 yang sebelumnya berjumlah 7,49 juta.

Jumlah tersebut terdiri dari investor pemilik saham, surat utang, reksa dana, surat berharga negara (SBN) dan jenis efek lain yang tercatat di KSEI, dengan komposisi 4,44 juta investor memiliki aset saham, surat utang dan efek lainnya, 9,59 juta investor memiliki aset reksa dana dan 830 ribu investor memiliki aset SBN.

"Ini menggambarkan, di dalam komunitas Indonesia memang banyak potensi dari investor ritel yang perlu kita garap bersama. Ini lah generasi muda yang akan terus jadi pelaku bursa, baik di bursa saham maupun di bursa SBN atau surat berharga lainnya,” imbuh Sri Mulyani.


Bukan Hanya RI, Pengetatan Likuiditas Dapat Nyetrum Bursa Efek Mana Saja

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam UOB Annual Economic Outlook 2023 bertajuk “Emerging Stronger in Unity and Sustainably”, Kamis (29/9/2022).

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan dampak dari pengetatan likuiditas terhadap bursa efek.

Bukan hanya bursa efek di Indonesia, tetapi juga bursa efek di negara-negara lain. Sebagai gambaran, Menkeu menyebut tahun ini mestinya jadi tahun pemulihan ekonomi banyak negara maju. Namun sebaliknya, banyak negara maju yang justru alami pelemahan ekonomi.

Bahkan terjadi revisi pertumbuhan ekonomi yang signifikan di negara besar seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, Inggris, Jepang, hingga China. Bersamaan dengan itu, kondisi geopolitik yang berlangsung saat ini sebabkan disterupsi dari sisi supply yang menjadi makin akut usai oandemi COVID-19.

Sri Mulyani menilai, hal itu sebabkan kompleksitas dari para pemangku kebijakan di seluruh dunia untuk hadapi dilema kenaikan inflasi yang tinggi.

"Kompleksitas ini timbulkan dampak yang pasti di BEI terasa langsung karena respon kebijakan secara global adalah kenaikan suku bunga untuk tidak memperparah kenaikan inflasi dan perang terhadap inflasi jadi front line battle,” kata Menkeu dalam Peresmian Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2022, Jumat (30/12/2022).

 

 


Selanjutnya

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja pemerintah dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2022). Rapat tersebut membahas postur sementara RUU APBN TA 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menghadapi kondisi itu, Bank Sentral AS, The Fed mengambil kebijakan untuk menaikkan suku bunga acuan dan pengetatan likuiditas. Kondisi ini disebut menekan pasar modal di banyak negara karena beberapa sektor ekonomi juga akan terimbas atas kebijakan tersebut.

"Ini adalah battleground dari bursa efek di mana saja. Maka tak ayal smeuanya mengalami merah karena tidak ada yang tidak terpengaruh saat battleground ada pada puncak peperangan, yaitu kenaikan suku bunga tinggi dan pengetatan likuiditas, pasti akan berimbas pada bursa efek di mana saja," imbuh Menkeu.

Meski begitu, Sri Mulyani cukup lega lantaran pasar modal Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada posisi 6.850,62 pada perdagangan terakhir di 2022. Secara year to date, IHSG naik 2,78 persen.

"Kita masih mengalami hijau. Mungkin tidak setinggi yang diharapkan. Kita masih memiliki breakthru untuk jumlah IPO, kita juga tumbuhkan investor utamanya individu dan anak muda yang excited untuk mulai investasi,” pungkas Menkeu.


Penutupan IHSG pada 30 Desember 2022

Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Karena hal tersebut, Jokowi memberi apresiasi kepada seluruh pelaku industri maupun otoritas pasar modal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik arah ke zona merah pada penutupan perdagangan terakhir 2022, Jumat (30/12/2022). Koreksi IHSG ini juga terjadi di tengah pemerintah mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Mengutip data RTI, IHSG melemah tipis 0,14 persen ke posisi 6.850,61. Indeks LQ45 merosot 0,29 persen ke posisi 937,17. Sebagian besar indeks acuan melemah. Pada Jumat pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 6.888,73 dan terendah 6.838,58. Sebanyak 224 saham menguat dan 287 saham melemah. 197 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 950.384 kali dan volume perdagangan 18,4 miliar saham. Nilai transaksi harian Rp 9,4 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.645.

Mayoritas indeks sektor saham menguat dan melemah hampir berimbang. Sektor saham energi melemah 0,17 persen, sektor saham basic turun 0,64 persen, sektor saham industri tergelincir 0,13 persen, sektor saham teknologi dan sektor saham nonsiklikal masing-masing terpangkas 0,89 persen.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya