Liputan6.com, Jakarta Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) resmi dicabut pada Jumat, 30 Desember 2022 menimbulkan kekhawatiran terhadap kenaikan kasus COVID-19 nasional. Situasi ini juga bertepatan menjelang malam Tahun Baru 2023 dan masih berlanjutnya masa liburan.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan Pemerintah sudah mempertimbangkan matang keputusan pencabutan PPKM. Bahwa keputusan ditetapkan dengan penuh kehati-hatian dan melalui kajian saintifik seperti hasi sero survei antibodi COVID-19.
Advertisement
"Tadi sudah saya sampaikan angka-angkanya bahwa imunitas kita dari sero survei itu berada di angka 98,5 persen di bulan Juli. Angka itu yang kita pakai pegangan, bahwa kekebalan imunitas kita itu sudah sangat baik," tegasnya saat konferensi pers terkait Pencabutan PPKM di Istana Negara Jakarta pada Jumat, 30 Desember 2022.
"Sehingga tidak perlu, seperti negara-negara lain, kita harus mengadakan PCR lagi di bandara. Dan sejak Februari 2022, beberapa negara juga mengalami puncak baru, varian Omicron. Kita pernah juga berhasil mengendalikan dan kita termasuk sedikit negara dunia yang tidak mengalami gelombang pandemi dalam 10 bulan, 11 bulan berturut-turut."
Kembali ditekankan Jokowi, pencabutan PPKM ini tidak asal cabut, melainkan terlebih dahulu dilandasi kajian-kajian saintifik.
"Termasuk masukan-masukan dari para epidemiolog tentang tadi imunitas masyarakat seperti apa, perkembangan virusnya seperti apa. Semuanya itu sudah melalui kajian-kajian dan melihat perkembangan dari bulan ke bulan seperti apa," terangnya.
"Jadi ini sebuah kehati-hatian kita, tidak tergesa-gesa mencabut (PPKM) pada saat itu, meskipun tidak ada lonjakan kasus (dalam 10 bulan, 11 bulan)."
Indonesia dalam 10 Bulan Tak Alami Gelombang Pandemi
Sebelumnya, Jokowi menyampaikan, Indonesia termasuk satu dari empat negara G20 yang dalam 10 bulan atau 11 bulan berturut-turut tidak mengalami gelombang pandemi.
"Kita ingat, saat puncak Delta kita berada di angka 56.000 di Juli 2021 dan di Februari 2022 kita mengalami lagi puncak tren karena Omicron, berada di angka 64.000 kasus harian. Saya kira data-data ini perlu kita sampaikan," ujarnya.
"Kemudian kondisi pandemi juga semakin terkendali. Kalau kita lihat kemarin, kasus harian per 29 Desember 2022 hanya 685 kasus, kemudian angka kematian di 2,39 persen, Bed Occupancy Ratio (BOR) juga berada di 4,79 persen, ICU harian di 297 kasus."
Selanjutnya, pencabutan PPKM turut dilandasi oleh tingginya cakupan imunitas penduduk. Hal ini melihat hasil sero survei antibodi COVID-19 yang terbilang tinggi.
"Sero survei ini kalau kita lihat angkanya, di Desember 2021 itu berada di 87,8 persen, di Juli 2022 ini berada di atas 98,5 persen," imbuh Jokowi.
"Artinya, kekebalan kita ini secara komunitas berada di angka yang sangat tinggi. Dan jumlah vaksinasi sampai hari ini berada di angka 448.525.478 dosis. Ini juga sebuah angka yang tidak sedikit."
Advertisement
Kenaikan COVID-19 Bukan karena Mobilitas
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menerangkan, kenaikan kasus COVID-19 yang terjadi merujuk pengalaman sebelumnya, bukan dikarenakan mobilitas penduduk tinggi. Akan tetapi, dipengaruhi adanya penyebaran varian virus Corona baru.
Pernyataan di atas disampaikan Budi Gunadi menanggapi adanya kecemasan mobilitas penduduk yang tinggi saat libur Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru) terkait kenaikan kasus COVID-19.
"Kenaikan kasus terjadinya bukan karena mobilitas. Lonjakan kasus itu terjadi karena ada varian baru," terangnya usai acara "Peringatan Hari Ulang Tahun Pusat Kesehatan Ibu dan Anak Nasional RSAB Harapan Kita ke-43" di RSAB Harapan Kita Jakarta pada Kamis, 29 Desember 2022.
"Itu data scientific-nya (ilmiah) seperti itu. Buktinya apa? Buktinya, Lebaran kemarin kita tidak naik, terus ada bola-bola (pertandingan sepakbola), G20 (Presidensi Indonesia), kita tidak naik (kasusnya)."
Kilas balik, kasus COVID-19 kembali meningkat selepas 38 hari libur Lebaran 2022. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang diumumkan pada 10 Juni 2022 terdapat kenaikan kasus sebanyak 558 kasus.
Tren kenaikan kasus COVID-19 pada waktu itu dipengaruhi penyebaran subvarian baru Omicron, yaitu varian BA.4 dan BA.5. Varian baru itu ditemukan pada Senin (6/6/2022) dari empat orang, tiga di antaranya merupakan warga negara asing (WNA) dan hanya satu yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI).
Disiplin Aturan Perjalanan yang Berlaku
Pembatasan mobilitas saat Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru) juga ditiadakan oleh Pemerintah. Hal ini disampaikan oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia Budi Karya Sumadi dalam Rapat Kerja bersama Komisi V DPR RI, kemarin (13/12/2022).
Terkait tidak adanya pembatasan mobilitas saat momen Nataru, Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito angkat bicara. Bahwa aturan perjalanan orang selama Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 tidak akan banyak yang berubah.
Aturan perjalanan yang dimaksud adalah mengacu pada dua surat edaran (SE) Satgas Penanganan COVID-19 yang sebelumnya diterbitkan terkait perjalanan dalam negeri dan luar negeri.
Kedua SE, yakni Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Luar Negeri (PPLN) beserta Addendum dan SE Satuan Tugas Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri (PPDN).
"Dengan penerapan dua SE tentang PPLN dan PPDN secara disiplin, maka mobilitas tinggi (saat Nataru) bisa diminimalisir potensi penularannya," terang Wiku saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Rabu, 14 Desember 2022.
Advertisement