Hukum Merayakan Tahun Baru Menurut UAS, Buya Yahya dan Khalid Basalamah

Hukum Merayakan Tahun Baru dalam Islam Menurut Para Ulama

oleh Muhamad Husni TamamiLiputan6.com diperbarui 31 Des 2022, 16:30 WIB
Ilustrasi Tahun Baru. (Image by dashu83 on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Bagaimana sebenarnya hukum merayakan tahun baru dalam Islam? Pertanyaan ini seakan tak pernah usai terjawab.

Meskipun kerap dipertanyakan, namun pada kenyataannya tidak sedikit kaum muslim yang turut merayakannya mulai dari meniup terompet, pesta kembang api, acara musik, hingga berbagai bentuk kemaksiatan lainnya.

Berkaca pada hal ini, sejumlah ulama turut mengemukakan pendapatnya.

Namun terlepas dari perbedaan pendapat yang ada, kita harus sama-sama memahami bahwa pada dasarnya dalam tradisi Islam tidak mengenal istilah perayaan tahun baru Masehi tersebut.

Kali ini, Liputan6.com merangkum tiga pandangan ulama dan dai, yakni Ustaz Abdul Somad (UAS), KH Yahya Zainul Ma'arif (Buya Yahya) dan Ustaz Khalid Basalamah.

 


Penjelasan Ustaz Abdul Somad

Tak sekedar mengunjungi tempat-tempat wisata, UAS juga mengajak pria kelahiran Jakarta, 14 Agustus 1981 ini nongkrong dan ngopi di sebuah tempat yang sederhana. (Foto: Instagram/@ustadzabdulsomad_official)

Ustadz Abdul Somad (UAS) menjelaskan dalam sebuah video ceramah yang diunggah dalam kanal YouTube Taman Surga Net. 

Ketika malam pergantian tahun baru sebagai umat muslim hendaknya melakukan hal-hal yang bermanfaat dan sejalan dengan perintah agama.

"Kalau kebetulan malam tahun baru itu nanti ada acara dzikir, datang ke masjid, itikaf," ujar UAS memberi contoh.

Namun, apabila seorang muslim di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada kegiatan keagamaan yang dapat diikuti menjelang tahun baru, maka lebih baik untuk tidur daripada ikut dalam perayaan non muslim.

"(Kalau tidak ada) habis isya tidur," ujar UAS.

Sementara, bagi masyarakat yang biasanya menikmati momen pergantian tahun dengan cara-cara lain yang tidak menyalahi ajaran agama Islam, UAS menilai hal tersebut boleh-boleh saja. Namun, apabila di dalamnya terdapat unsur yang menyalahi akidah, maka hal tersebut tidak dibenarkan.

"Membakar ayam tidak salah, tapi ketika meyakini makin banyak asapnya naik ke atas maka rezeki banyak, sudah merusak akidah kepada Allah," ujarnya.

 


Penjelasan Buya Yahya

YouTube Al-Bahjah TV

Buya Yahya dalam sebuah ceramahnya pada salah satu tayangan video YouTube menyebutkan bahwa perayaan tahun baru Masehi ini hendaknya dihindari karena budayanya yang dipakai tidak sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.

"Tahun Baru Masehi, bukan yang dipermasalahkan dzatnya bulan dan hari, akan tetapi kebiasaan dan kebudayaan yang terjadi di tahun baru tersebut," ujarnya.

Kemudian, Buya Yahya juga menghimbau agar umat muslim hendaknya tidak melakukan perayaan tahun baru karena biasanya hal-hal yang dilakukan dalam perayaan tersebut justru dapat menjurus pada tindakan maksiat.

"Apa yang dilakukan oleh umat saat itu? Berhura-hura, berfoya-foya, dan yang banyak merayakan ini orang di luar Islam sana karena bangga dengan tahun baru mereka, kemaksiatan di dalamnya," ujarnya.

 


Penjelasan Ustaz Khalid Basalamah

Ustaz Khalid Basalamah (dok. Instagram @kajianmusawarah/https://www.instagram.com/p/Btw7DVFB_7W/Fairuz Fildzah)

Dalam kajiannya, Ustadz Khalid Basalamah menjelaskan hukum mengenai perayaan tahun baru Masehi dalam aturan Islam.

“Akidah merupakan prinsip dasar seorang muslim dan harus hidup dan mati untuk itu,” tegasnya

Lebih lanjut, ia pun  menjelaskan tentang hadis Rasulullah SAW mengenai siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian darinya.

Dari Ibnu Umar berkata, "Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka". (HR Abu Dawud, Hasan).

Penulis : Putry Damayanty


Saksikan Video Pilihan Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya