Proporsional Terbuka Atau Tertutup, Harus Bangun Kesadaran Masyarakat Politik

Ketua DPD Taruna Merah DKI Jakarta Brando Susanto mengatakan, baik proporsional terbuka maupun tertutup sama-sama memiliki kekurangan maupun kelebihan. Namun, yang paling penting, masyarakat jangan sampai tak melek soal ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Des 2022, 09:00 WIB
Ketua DPD Taruna Merah DKI Jakarta Brando Susanto. (Foto: Istimewa).

Liputan6.com, Jakarta Munculnya wacana penerapan sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024, menimbulkan polemik.

Ada pihak yang setuju hanya mencoblos partai saja di Pemilu nanti, ada juga yang masih menginginkan coblos partai dan calon legislatifnya.

Terkait hal tersebut, Ketua DPD Taruna Merah Putih DKI Jakarta Brando Susanto mengatakan, baik proporsional terbuka maupun tertutup sama-sama memiliki kekurangan maupun kelebihan. Namun, yang paling penting, masyarakat jangan sampai tak melek soal ini.

Menurut dia, perlu adanya gerakan sadar politik sehingga masyarakat dan seluruh elemen memaknai sungguh-sungguh bahwa demokrasi menghendaki perubahan untuk kebaikan bersama bagi peradaban manusia.

"Perlu bikin sadar politik, Demokrasi adalah alat bukan tujuan. Tujuan sistem Pemilu apapun, hendaknya membawa kebaikan bagi peradaban manusia," kata Brando dalam keterangannya, Sabtu (31/12/2022).

Dia menyebut, baik masyarakat maupun partai politik sama-sama saling memerlukan. Sehingga, perlu ada kesinambungan antar keduanya.

"Masyarakat tanpa partai politik dalam konteks demokrasi tentu akan makin anarkis bentrokannya (no rules) dalam kontestasi politiknya. Hal ini berimbas pada absennya kesepakatan bersama yang dihormati bersama dalam kontestasi. Demikian pula partai politik tanpa masyarakat yang terwakili jadi omong kosong," ungkap Brando.

Dia pun mengingatkan, bahwa Indonesia memegang teguh asas demokrasi Pancasila dalam penerapannya, bukan demokarasi liberal ala barat, terlebih model dari China.

"Namun Indonesia sedari awal pemilunya berasaskan demokrasi Pancasila terkandung salam sila keempat, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sehingga bukan demokrasi liberal, maupun demokrasi terkondisikan model China," jelas Brando.

 


Hanya Wacana

Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari menjelaskan, sistem proporsional tertutup baru sebatas kemungkinan untuk Pemilu 2024.

"Ini sedang ada sidang, judicial review di Mahkamah Konstitusi, menggugat pasal di Undang-Undang Pemilu tentang sistem pemilu proporsional, di undang-undang Pemilu kita kan proporsional daftar calon terbuka, nah ini digugat minta untuk kembali ke sistem proporsional tertutup. Jangan salah kutip ya, jangan salah menulis bahwa seolah yang menyarankan proposal tertutup KPU," kata dia dalam Catatan Akhir Tahun KPU RI 2022 di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/12/2022).

Hasyim melanjutkan, terkait sistem proporsional tertutup hanya menjadi pesan antisipasi kepada para calon anggota legislatif yang akan maju ke dalam bursa pesta demokrasi. Sebab, gugatan beleid masih berjalan dan keputusan dapat merubah aturan tata laksana Pemilu bila dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.

"Saya sampaikan, siapapun misal yang mau nyalon harus mengikuti perkembangan itu supaya siap mental, secara psikologis siap menghadapi perubahan, kalau terjadi perubahan," jelas dia.

Hasyim kemudian memberi analogi, misalnya ada seseorang yang sudah mendeklarasikan sebagai seorang calon anggota legislatif dari salah satu partai politik. Orang tersebut lantas mengeluarkan banyak modal untuk promosi, padahal sampai sekarang KPU sebagai penyelenggara belum menerima daftar calon dari masing-masing partai.

Selain itu, KPU juga masih menunggu putusan dari hasil gugatan sistem proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi.

"Masih sangat mungkin namanya hilang dari peredaran di internal partai dan itu (promosi) pakai biaya, daripada kemungkinan mengeluarkan biaya besar dan dirinya belum pasti jadi calon? lebih baik sabarlah untuk tidak melakukan itu ya," wantinya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya