Liputan6.com, Jakarta- Hoaks fenomena Solstis menyebabkan bencana alam beredar di media sosial, hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran bagi pihak yang mempercayai kabar tersebut.
Peneliti Pusat Sains Antariksa BRIN, Andi Pangerang mengatakan, kabar fenomena Solstis menyebabkan bencana alam beredar di media sosial tidak benar. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak perlu panik.
Advertisement
“Jangan panik dan langsung percaya jika menerima berita atau imbauan dari pihak-pihak yang kurang jelas kebenarannya dan kurang dapat dipercaya,” kata Andi, dikutip dari situs resmi BRIN, Sabtu (31/12/2022).
Andi menjelaskan, dampak Solstis yang dirasakan oleh manusia tentu tidak seekstrem yang dinarasikan seperti pada imbauan yang disinformatif dan menyesatkan. Sekalipun di hari terjadi solstis ini terjadi letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, maupun banjir dan rob. Fenomena-fenomena tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan solstis
“Fenomena Solstis yang akan terjadi pada 22 Desember 2022 ini tidak memiliki dampak yang ekstrem pada kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.
Dia menjelaskan secara umum Solstis berdampak pada gerak semu harian matahari. Ketika terbit, kulminasi, dan terbenam. Lalu berdampak pula pada intensitas radiasi Matahari yang diterima permukaan Bumi, panjang siang dan malam, serta berdampak pada pergantian musim.Sebab, Solstis merupakan fenomena murni astronomis yang juga dapat memengaruhi iklim dan musim di bumi.
“Sedangkan fenomena-fenomena tersebut (gempa bumi, tsunami, banjir, dan rob) disebabkan oleh masing-masing aktivitas vulkanologis, seismik, oseanik dan hidrometeorologi,” terang Andi.
Andi menjelaskan Solstis disebabkan oleh sumbu rotasi Bumi yang miring 23,44 derajat terhadap bidang tegak lurus ekliptika. Saat Bumi berotasi yang disaat bersamaan juga mengorbit matahari, terkadang Kutub Utara dan Belahan Bumi Utara condong ke Matahari, sementara Kutub Selatan dan Belahan Bumi Selatan menjauhi Matahari.
“Hal tersebut merupakan kondisi saat Solstis di bulan Juni, atau disebut juga Solstis Juni. Penyebutan ini terdengar lebih netral karena tidak bergantung pada musim tertentu,” tambahnya.
Hal sebaliknya terjadi juga pada Solstis di Bulan Desember atau dikenal dengan Solstis Desember. Kutub Selatan dan belahan Bumi bagian selatan condong ke Matahari, sedangkan Kutub Utara dan belahan Bumi utara menjauhi Matahari.
“Solstis sendiri berasal dari Bahasa Latin Solstitium yang terdiri dari dua kata, Sol yang bermakna Matahari dan Stitium yang merupakan bentuk kerja dari Sistere yang berarti tempat berhenti, singgah atau balik. Sehingga, Solstis dapat disepadankan dengan Titik Balik Matahari,” jelas Andi lebih lanjut.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement