Walhi Nilai Kenaikan Tarif KRL Tingkatkan Polusi Udara

Walhi menilai, kenaikan tarif KRL bisa meluncurkan budaya enggan naik kendaraan umum terkhusus KRL.

oleh Mevi Linawati diperbarui 02 Jan 2023, 04:09 WIB
Penumpang menaiki kereta jalur Serpong di Stasiun KRL Commuter Line Sudirman, Jakarta, Jumat (30/12/2022). VP Corporate Secretary KAI Commuterline Indonesia Anne Purba mengatakan, pihaknya belum mendapatkan informasi resmi terkait kenaikan tarif KRL. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta menilai wacana kenaikan tarif transportasi Commuter Line (KRL) dapat mendorong kenaikan beban polusi udara di Jakarta.

"Masyarakat dibuat berpikir ulang untuk menggunakan kendaraan umum karena tarifnya yang naik. Padahal, kendaraan pribadi menjadi salah satu sumber polusi terbesar di Jakarta," kata Pengkampanye Walhi Jakarta Muhammad Aminullah dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Minggu (1/1/2023), seperti dilansir dari Antara.

Aminullah memandang, kenaikan tarif KRL bisa meluncurkan budaya enggan naik kendaraan umum terkhusus KRL. Apalagi, polusi udara dan kemacetan lalu lintas di Jakarta saat ini masih menjadi masalah yang perlu diselesaikan oleh pemerintah.

Subsidi tiket KRL, lanjutnya, bukan hanya soal bantuan bagi masyarakat mampu atau tidak, tapi lebih kepada dukungan bagi pengguna transportasi publik lantaran pengguna transportasi publik telah berperan dalam menekan angka kecelakaan, kemacetan, polusi udara, serta emisi gas rumah kaca.

Ia pun menyarankan agar peran transportasi publik terus didukung melalui subsidi pengguna kendaraan umum.

"Jakarta sedang bertarung dengan kemacetan dan polusi udara, dan para pengguna transportasi umum telah mengambil peran menjadi salah satu bagian dari pemulihan Jakarta. Sudah sepatutnya pemerintah, khususnya kementerian perhubungan mendukungnya, bukan justru mencabut subsidinya," ujar Aminullah.


Sebaiknya cabut subsidi kendaraan listrik pribadi

Penumpang menunggu rangkaian KRL di Stasiun KRL Commuter Line Sudirman, Jakarta, Jumat (30/12/2022). Sebelumnya, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mengatakan, hingga saat ini, kenaikan tarif Commuter Line atau Kereta Rel Listrik (KRL) masih dalam pembahasan antara KCI dan pemerintah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Lebih lanjut ia berpendapat daripada mencabut subsidi KRL bagi kalangan berpenghasilan tinggi, pemerintah sebaiknya mencabut subsidi kendaraan listrik pribadi.

Menurutnya, subsidi kendaraan listrik nantinya dapat dialihkan pada peningkatan transportasi listrik yang bersifat massal.

Selain tidak menjawab persoalan ketergantungan pada kendaraan pribadi, subsidi kendaraan listrik pribadi hanya akan menambah jumlah kendaraan di Jalanan.

"Sampai saat ini saja, menurut data BPS, angka sepeda motor dan mobil penumpang di Jakarta sudah mencapai 20,66 juta unit," ucap Aminullah.

"Pemerintah harusnya fokus pada upaya melepas ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi. Subsidi tiket KRL sudah tepat justru harus ditingkatkan, harusnya subsidi kendaraan listrik pribadi yang harus dipikirkan ulang," imbuhnya.


Soal Tarif KRL, YLKI: Harusnya Kemenhub Terimakasih Sama Orang Kaya

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyayangkan rencana pemerintah untuk membedahkan tarif KRL bagi penumpang kelas ekonomi mampu dan kurang mampu. Di mana, para orang kaya akan dikenakan tarif KRL lebih mahal.

Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menyatakan, seharusnya pemerintah berterima kasih terhadap kelompok ekonomi mampu yang telah suka rela meninggalkan mobil kesayangannya untuk beralih menggunakan transportasi umum. Salah satunya KRL.

"Seharusnya Kemenhub (Kementerian Perhubungan) berterimakasih pada masyarakat (kaya) yang mau meninggalkan mobilnya dan kemudian memilih menggunakan KRL," kata Tulus di Jakarta, Kamis (29/12/2022).

Dengan beralihnya, kelompok masyarakat ekonomi mampu ke moda transportasi umum diyakini akan mengurangi kemacetan. Bahkan, mengurangi nilai subsidi BBM yang selama ini dikeluhkan pemerintah.

"Yang artinya mereka telah berkontribusi mengurangi kemacetan, polusi, risiko laka lantas, dan bahkan mengurangi subsidi bbm itu sendiri," ucap Tulus.

Oleh karena itu, Tulus menilai rencana penyesuaian tarif KRL bagi kelompok orang kaya sebagai kebijakan yang aneh. Mengingat, adanya sejumlah manfaat nyata dari penggunaan KRL di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

"Ini ide yang absurd," keras Tulus mengakhiri.

Infografis Journal: Jumlah Penumpang KRL di Jabodetabek Tahun 2010-2021 (Liputan6.com/Trie Yasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya