Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan untuk terus waspada dalam menyambut 2023, ketika ancaman resesi dan gejolak geopolitik terus membayangi ekonomi global. Namun Jokowi masih optimistis, ekonomi Indonesia mampu tumbuh di angka 5 persen.
"Di tahun 2023 ini adalah tahun ujian bagi ekonomi global maupun ekonomi kita, kita tetap harus hati-hati, tetap waspada," kata Jokowi saat membuka perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2023, dikutip dari Youtube Sekretariat Presiden, Senin (2/1/2023).
Advertisement
"Dengan ketidakpastian yang sulit dihitung, sulit dikalkulasi, kita berharap ekonomi kita masih bisa tumbuh di atas 5 persen," ungkapnya.
Jokowi pun menyambut IHSG di 2022 yang masih mengalami kenaikan hingga 4,1 persen di tengah pelemahan bursa internasional.
"Kapitalisasi pasar tumbuh 15 persen sampai di angka Rp 9.499 triliun rupiah. Ini bukan angka kecil, angka besar di tengah turbulensi ekonomi global 2022," bebernya.
Selain itu, Presiden juga mengaku senang karena mengatahui bahwa jumlah investor muda yang semakin banyak, dengan investor berusia di bawah 30 tahun yang mencapai 55 persen dan 70 persen berusia di bawah 40 tahun.
"Artinya prospek ke depan betul-betul masih sangat menjanjikan," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga memperingatkan bahwa, meski PPKM sudah resmi dicabut masyarakat masih harus terus waspada dengan risiko penularan Covid-19.
"Pada akhir tahun 2022 kemarin telah kita cabut PPKM. Bukan untuk gagah-gagahan, tapi ini memang kajian selama 10 bulan terakhir," pungkasnya.
Siapa Tulang Punggung Ekonomi Indonesia Hadapi Resesi Global?
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 menjadi salah satu yang terkuat di dunia. Bagaimana tidak, di saat ekonomi dunia diambang resesi, Indonesia bisa konsisten tumbuh di atas 5 persen.
Pencapaian ini, menurut Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara, AM Hendropriyono tidak terlepas dari peran gotong-royong yang dilakukan masyarakat Indonesia.
Di mana ketahanan ekonomi bisa tahan hadapi badai tidak hanya ditakar kondisi makro tetapi juga sektor riil. Dengan peran pengusaha ada di dalamnya.
“Kaum hartawan Indonesia justu merupakan tulang punggung ekonomi yang nyata di negara kita. Mereka adalah pejuang yang tangguh untuk menghadapi imperialisme kapitalis mancanegara di medan perang yang sama yaitu medan perang ekonomi-perdagangan,” kata dia dalam tulisannya, Sabtu (31/12/2022).
Menurutnya, di dalam negeri Indonesia jika mereka adalah pembayar pajak yang terbesar, pembuka lapangan kerja yang terluas dan pencipta multiplier effect (efek berganda) dari setiap kegiatan-kegiatan usaha mereka.
Dia mencontohkan, ketika mereka membangun suatu pembangkit tenaga listrik, instalasi air minum, jalan-raya atau pelabuhan, maka para penjual besi beton, kayu, pasir, semen, makanan-minuman, bahkan pedagang asongan dan penjual berbagai macam barang dan jasa dengan serta-merta dapat ikut serta menikmati keuntungan.
“Infrastruktur fisik yang dibuat dengan investasi yang mahal, telah menghasilkan kecepatan bangkitnya ekonomi rakyat di sektor riel atau sektor mikro ekonomi,” tambahnya.
Advertisement
Ketahanan Ekonomi Indonesia
Dia mengutip kajian Rhenald Kasali, ketahanan Indonesia dalam menghadapi badai krisis tidak dapat hanya dinilai dari indikator-indikator makro-ekonomi, tetapi lebih ditentukan oleh kekuatan ekonomi sektor riel.
Kesadaran tentang geo-politik menghadapi krisis global saat ini harus hadir di benak para pembuat aturan perundang-undangan, terutama sehubungan dengan Rencana KUHP baru yang akan segera diberlakukan sebagai hukum positip.
“Sinkronisasi peran pemerintah dan kaum hartawan sangat diperlukan untuk mengurangi semaksimal mungkin praktik Oligarchy dan Organized Crimes yang merupakan penyakit bawaan dari demokrasi liberal,” ujarnya.
Dengan demikian, dirinya berharap kekompakan antara pemerintah, hartawan dan masyarakat harus kompak demi ekonomi tetap kinclong di 2023.
Was-Was Ekonomi Indonesia Melambat, Sri Mulyani Harus Lakukan Ini
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan ada risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2023. Menkeu pun mengingatkan tantangan ekonomi RI di 2023 mendatang semakin berat.
"Tahun depan (2023), target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.718 Triliun- target yang dihitung dengan sangat berhati-hati dan mempertimbangkan koreksi harga komoditas dan juga perlambatan pertumbuhan perekonomian di angka 4.7 persen. Ini sebuah tantangan bagi @ditjenpajakri," tulis Sri Mulyani di Instagram, dikutip Selasa (27/12/2022).
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa dengan adanya sinyal perlambatan pertumbuhan ekonomi, konsekuensinya ada di asumsi APBN 2023.
“Dengan pertumbuhan 5,3 persen itu harus dirombak total. Karena APBN bisa menjadi tidak relevan di tengah situasi ekonomi yang menunjukkan perlambatan” kata Bhima kepada Liputan6.com pada Selasa (27/12).
Kedua, dia menyarankan, pemerintah perlu dengan segera menyiapkan paket kebijakan ekonomi menjelang 2023.
"Segera keluarkan paket kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan stimulus misalnya, baik fiskal maupun non fiskal dengan target menyelematkan - agar tidak terjadi bencana PHK massal" jelasnya.
Antisipasi pada PHK massal itu diperlukan terutama di sektor-sektor yang akan terimbas dari resesi global.
"Sehingga dunia usaha juga dibantu, dan pada kuartal pertama 2023, stimulus-stimulus tadi harus bisa dicairkan" ujarnya.
Advertisement