Liputan6.com, Jakarta Satgasus Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Polri merilis hasil kerja sepanjang tahun 2022.
Adapun Tim bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang terdiri dari para mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seperti Novel Baswedan dan lainnya itu menangani tujuh program utama pencegahan korupsi.
Baca Juga
Advertisement
"Yang telah dan sedang dilaksanakan oleh Satgasus Pencegahan TPK Polri pada tahun 2022," tutur Kepala Satgasus Pencegahan TPK Polri Herry Muryanto dalam keterangannya, Senin (2/1/2022).
Secara rinci, tujuh program utama pencegahan korupsi itu adalah pencegahan korupsi dalam distribusi Pupuk Bersubsidi, pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk daerah pada sektor infrastruktur, penyaluran Bantuan Tunai Langsung Dana Desa (BLT-DD), dan pengelolaan jaminan reklamasi dan pasca tambang.
"Kemudian pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola ekspor impor, implementasi Single Identity Number (SIN) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan pengelolaan penerimaan negara yang bersumber dari cukai," jelas dia.
Berdasarkan hasil deteksi yang dilakukan, lanjut Herry, nyatanya ditemukan sejumlah permasalahan. Pertama, untuk pencegahan korupsi dalam distribusi program Pupuk Bersubsidi, masih banyak ditemukan penerima ganda Pupuk Bersubsidi yang dituangkan dalam e-RDKK.
"Belum optimalnya penggunaan Kartu Tani baik dari sisi distribusinya dan sarana prasarananya, belum optimalnya pendataaan penerima Pupuk Bersubsidi dan pengawasan distribusi Pupuk Bersubsidi oleh Pemerintah Daerah, masih ditemukan Pupuk Bersubsidi yang diduga kualitasnya di bawah standar," kata Herry.
Kedua, pencegahan korupsi dalam Pinjaman PEN untuk Daerah pada sektor infrastruktur, terdapat 3 Pemda yang gagal mendapatkan Pinjaman PEN untuk Daerah karena belum memenuhi persyaratan sampai dengan bulan September 2022, sehingga tidak lagi memungkinkan untuk melaksanakan proyek sesuai perencanaan pada tahun berjalan.
"Di beberapa daerah ditemukan keterlambatan dalam realisasi penggunaan Pinjaman PEN untuk Daerah, belum optimalnya pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang pembiayaannya berasal dari fasilitas Pinjaman PEN untuk Daerah," ujar Herry.
Pencegahan Korupsi BLT
Selanjutnya yang ketiga, untuk pencegahan korupsi dalam Penyaluran BLT-DD terdapat perbedaan penerapan cara pendataan, mulai dari pendata calon KPM BLT-DD yang berbeda-beda untuk setiap desa, kriteria yang beragam yang digunakan oleh desa dalam pemilihan calon KPM dan tidak semua desa menggunakan kertas kerja sebagai acuan atau tidak terdokumentasikannya dengan baik kertas kerja pendataan, dapat menyebabkan potensi pemilihan penerima bantuan yang kurang transparan dan akuntabel.
Dalam penyaluran BLT-DD, masih ditemukan penyerapan rendah di sebagian desa pada penyaluran tahap I dan II disebabkan adanya perubahan sistem dari tunai menjadi non-tunai.
Namun demikian, perubahan data penerima bantuan sosial Kemensos dari DTKS sebagai bahan verifikasi penerima BLT-DD yang datang belakangan, juga mempengaruhi penyerapan karena tidak diperbolehkan penerima BLT-DD ganda dengan bantuan sosial lainnya.
Dalam hal ini, juga tidak ditemukan adanya kasus pemotongan BLT-DD bagi masyarakat, namun tidak adanya biaya operasional dalam penyaluran tunai dapat berpotensi terjadinya pemotongan terhadap BLT-DD yang diterima masyarakat tersebut.
"Meskipun belum pernah ditemukan tindak kejahatan terhadap proses pengambilan dana BLT-DD, kondisi geografis dan jarak antara desa dengan bank penyalur dapat menjadi potensi kerawanan terjadinya tindak pidana dalam proses pengambilan dana tunai BLT-DD tersebut," beber Herry.
Keempat, untuk pencegahan korupsi dalam pengelolaan jaminan reklamasi dan pasca tambang, rekening penempatan dana jaminan reklamasi dan pascatambang khususnya untuk tambang non batuan yang seharusnya dikelola oleh Pemerintah Pusat yakni Ditjen Minerba KESDM, pada umumnya masih dalam penguasaan Pemerintah Provinsi dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
"Secara nasional diperkirakan nilainya mencapai trilyunan rupiah," kata Herry.
Administrasi pencatatan dan pelaporan penempatan jaminan reklamasi dan pascatambang pun belum terselenggara dan terintegrasi dengan baik. Kemudian, kegiatan pengawasan pengelolaan jaminan reklamasi dan pascatambang belum optimal setelah diberlakukannya UU Nomor 3 Tahun 2020.
"Kepatuhan perusahaan pemegang IUP untuk melakukan dan melaporkan kegiatan reklamasi sesuai rencana relatif masih rendah, lembaga/unit kerja pemerintah di bidang kehutanan dan lingkungan hidup relatif tidak banyak dilibatkan dalam pengelolaan reklamasi dan pascatambang," tutur Herry.
Advertisement
Capaian Lainnya
Kelima, dalam upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola ekspor impor nyatanya terdapat permasalahan dan celah penyimpangan pada penjaluran importasi, masih adanya importir yang bekerja sama dengan dengan oknum untuk melakukan pelanggaran importasi, dan belum optimalnya pengawasan internal di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Selain itu, ditemukan juga adanya intervensi dari pihak lain yang dapat mempengaruhi independensi dan integritas petugas pemeriksa dalam proses importasi, terdapat praktik nominee dan pinjam bendera dalam kegiatan importasi, kurangnya sinergitas dan koordinasi para pemangku kepentingan terkait ekspor impor.
"Dalam kegiatan bersama Itjen Kemenkeu di Cikarang Dry Port ditemukan pelanggaran kepabeanan yang dilakukan oleh 2 importir dalam 2 kontainer, berupa pemasukan barang tidak sesuai dokumen, antara lain motor besar, sepeda premium, barang mewah dan barang Lartas lainnya sehingga dilakukan penegahan dan nota pembetulan (notul) nilai total sebesar Rp 2.425.315.000," jelasnya.
Sebagai tindak lanjut atas rekomendasi Sastgasus TPK Polri, sambungnya, Kemenkeu telah merespon di antaranya dengan melaksanakan Program Reformasi Berkelanjutan dengan fokus penataan pada lima Pelabuhan Utama, termasuk Cikarang Dry Port, yang diikuti dengan penguatan pengawasan pada pada wilayah Pesisir Timur Sumatera untuk mencegah terjadinya ballon effect akibat adanya pengetatan di Pelabuhan Utama.
"Satgasus Pencegahan TPK Polri telah melakukan koordinasi dan menyusun aksi pencegahan korupsi dengan Kementerian/Lembaga terkait diantaranya melalui kegiatan pendampingan, pengawasan dan perbaikan regulasi," terang Herry.
Selanjutnya yang keenam dan ketujuh, yakni terkait dengan program pencegahan korupsi melalui implementasi Single Identity Number(SIN) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan penerimaan negara yang bersumber dari cukai, dia mengklaim keseluruannya masih berjalan.
"Satgasus Pencegahan TPK Polri terus berkoordinasi dengan 28 Kementerian/Lembaga, 38 Pemerintah Daerah dan 33 BUMN, perusahaan swasta dan organisasi dalam rangka melaksanakan tujuh program pencegahan korupsi," Herry menandaskan.