Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir meminta kepada PT Pertamina (Persero) untuk bisa memastikan progres investasinya di Venezuela. Hal ini penting untuk menentukan langkah selanjutnya dalam menjaga ketahanan energi nasional.
Erick Thohir menilai, gerak Pertamina di Venezuela jadi hal yang lebih konkret untuk dilaporkan.
Advertisement
"Jadi yang pasti, investasi Pertamina yang di Venezuela kita sedang pendekatan. Karena kita kan ada investasi di sana, (minyak mentah) belum bisa keluar, karena ada embargo," kata Erick di Jakarta, Senin (2/1/2023).
Kendati begitu, bentuk kerjasama tersebut masih dalam pembahasan, lantaran adanya sanksi embargo minyak Venezuela oleh Amerika Serikat (AS).
"Kita lagi ngomong, tapi jangan sampai kita menyalahi peraturan internasional," ujar Erick Thohir.
Dia juga menegaskan, hasil kerjasama Pertamina dengan Venezuela belum tentu dalam bentuk jual beli minyak mentah.
"Tapi terlalu dini dibilang, bahwa Pertamina akan mengambil minyak Venezuela, bukan. Bahwa investasi Pertamina di Venezuela yang selama ini di bawah bentuk ikatan embargo sedang dijajaki, bisa dimaksimalkan atau tidak," tuturnya.
Sebagai informasi, Pertamina telah menyepakati Share Purchase Agreement (SPA) dengan Harvest Natural Resources Inc (HNR), perusahaan migas yang melantai di Bursa Saham New York, untuk mengakuisisi kepemilikan efektif 32 persen saham Petrodelta pada 2012.
Petrodelta sendiri merupakan operator dan pemegang hak konsesi dari pemerintah Venezuela hingga 2027 untuk mengeksplorasi, mengembangkan, memproduksi, dan mengelola blok migas seluas 1.000 km persegi di negara Amerika Latin tersebut.
Jokowi Minat Impor Minyak Murah dari Rusia, Berapa Harganya?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini tengah mempertimbangkan mengimpor minyak murah dari Rusia. Hal itu disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dunia imbas adanya Perang Rusia dan Ukraina, menciptakan multiplier effect negatif dengan meningkatnya inflasi, yang mengakibatkan naiknya harga-harga bahan pokok yang kita mulai rasakan saat ini.
Menurutnya, Indonesia harus pintar menanggapi situasi dan kondisi saat ini. Rusia menawarkan kepada Indonesia harga minyak 30 persen lebih murah dibanding harga pasar Internasional. Lantaran, sebelumnya India sudah lebih dulu membeli minyak dari Rusia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat ingin mengambil tawaran tersebut. Namun, beberapa Menteri mengaku kurang setuju, sebab jika Indonesia membeli minyak Rusia, dampaknya aka nada embargo dari Amerika Serikat.
“Pak Jokowi pikirnya sama, ambil.Tapi ada yang gak setuju karena takut. Wah, nanti gimana diembargo sama Amerika? Ya biarin ajalah. Kalau kita diembargo paling kita gak bisa makan McDonald’s kan, makan Baba Rafi lah, dan kadang-kadang apa yang kita lihat, itu sangat berbeda dari perspektif mungkin geopolitik, mungkin dari segi makroekonomi,” kata Sandiaga dikutip melalui akun TikTok-nya @sandiagauno.official, Minggu (21/8/2022).
Kata Sandiaga, memang itu kondisi dilemma dan menantang bagi Indonesia. Sebab, barat itu memiliki kekuatan besar dalam mengatur teknologi dan pembayaran.
“Tapi ini memang tantangan ya, karena Barat in ikan yam au bagaimanapun juga mereka control teknologi, payment,” ujarnya.
Advertisement
Dolar AS
Sandiaga menjelaskan, setiap pengiriman USD dolar harus lewat New York. Lantas kenapa Indonesia harus takut mengambil minyak dari Rusia. Karena Indonesia takut tidak bisa menggunakan mata uang dollar dalam transaksi internasional.
“Takut swift-nya dimatiin. Swift dimatiin kita gak ngirim USD dollar. Kata Rusia “gak usah takut, bayarnya pakai Rubel aja, tuker rupiah ke Rubel gitu. Nah ini yang teman-teman di sektor keuangan lagi ngitung-ngitung,” ujarnya.
Itulah salah satu alasan perang Rusia dan Ukraina berlangsung lama, karena menguntungkan di sektor penjualan minyak. Diketahui Rusia menginvasi Ukraina pada dini hari tanggal 24 Februari 2022.
“Kenapa perang Rusia dan Ukraina ini akan cukup lama? Karena ini sangat profitable, Rusia setiap harinya dengan harga minyak yang naik, dan dia menjual sekarang di bawah harga pasar untungnya USD 6 miliar per hari,” kata Sandiaga.
Sandiaga menjelaskan, cost of war atau biaya perang Rusia mencapai USD 1 miliar. Alhasil Rusia profit atau untung setiap hari sebanyak USD 5 miliar. Di situasi dan kondisi ekonomi global yang tidak menentu karena pandemi serta adanya perang Rusia-Ukraina saat ini, menuntut kita untuk bersikap bijak! Tegas untuk tidak pro terhadap salah satu negara.