Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) merasa dikibuli oleh keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja). Terlebih, aturan itu dinilai hanya menaungi kepentingan pemodal dibanding tuntutan buruh.
Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat menilai, Perppu Cipta Kerja jadi akal-akalan untuk memaksakan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkostitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.
Advertisement
Pasalnya, isi Perppu Cipta Kerja justru semakin tidak jelas dan tidak ada perbaikan sebagaimana yang dituntut oleh kelompok buruh.
"Sehingga pemerintah bisa seenak-enaknya sendiri menerbitkan Peraturan Pemerintah yang tentunya hanya akan menguntungkan kelompok pemodal atau investor," keluh Mirah, Senin (2/1/2023).
"Modus seperti ini sudah menjadi rahasia umum, karena sejak awal Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja memang didesain oleh dan untuk kepentingan pemodal, bukan oleh dan untuk kepentingan rakyat," tegasnya.
Mirah lantas menjabarkan 7 tuntutan serikat pekerja yang tidak diakomodir oleh Perppu Cipta Kerja, antara lain:
- Sistem kerja outsourcing tetap dimungkinkan diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan yang jelas.
- Sistem kerja kontrak tetap dimungkinkan dapat dilakukan seumur hidup, tanpa kepastian status menjadi pekerja tetap.
- Sistem upah yang tetap murah, karena tidak secara tegas menetapkan upah minimum harus berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak.
- Masih hilangnya ketentuan upah minimum sektoral provinsi dan kota/kabupaten.
- Tetap dimudahkannya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan. Termasuk hilangnya ketentuan PHK harus melalui Penetapan Pengadilan.
- Berkurangnya kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) pesangon dan penghargaan masa kerja.- Kemudahan masuknya tenaga kerja asing (TKA), bahkan untuk semua jenis pekerjaan yang sesungguhnya bisa dikerjakan oleh pekerja Indonesia.
"Terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 hanya semakin menegaskan bahwa rakyat Indonesia selama ini hanya dijadikan obyek untuk keuntungan pemilik modal, yang memanfaatkan DPR selaku legislatif dan pemerintah selaku eksekutif," pungkasnya.
Perppu Cipta Kerja Tak Hapus Aturan Libur 2 Hari dalam Sepekan
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022 pada 30 Desember 2022. Perppu Cipta Kerja ini berisi 1.117 halaman dan 186 pasal.
Kementerian Ketenagakerjaan memastikan Perppu Cipta Kerja tidak akan mengurangi hari libur bagi pekerja atau buruh setiap minggunya. Sehingga, aturan libur dua hari untuk setiap pekan tetap berlaku.
"Tidak ada yang dihilangkan untuk libur 2 hari," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri kepada Merdeka.com, Senin (2/1/2023).
Ketentuan dalam Perppu Cipta Kerja juga mengamanatkan bagi perusahaan yang memakai mekanisme lima hari kerja. Dengan ini, libur untuk setiap pekan otomatis menjadi dua hari.
"Karena pasal 79 ayat (2) huruf b, tidak serta merta hanya dimaknai untuk yang waktu kerja 6 hari saja. Sehingga, jika perusahaan menggunakan waktu kerja 5 hari dalam seminggu, otomatis libur dalam 1 minggunya 2 hari," jelas Indah.
Advertisement
Sebelumnya
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Dalam pasal 79 ayat (2) huruf b, waktu libur pekerja diatur paling sedikit hanya satu hari untuk setiap pekannya.
Berikut bunyi lengkap Pasal 79 ayat (2) huruf b Perppu Cipta Kerja:
1. Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:
2. Istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Hal ini berbeda dalam ketentuan hak libur pekerja atau buruh dalam Pasal 79 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang menyatakan istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Akan tetapi, ketentuan istirahat mingguan itu merupakan ketentuan minimal. Mengingat, dalam pasal 77 di Perppu Cipta kerja ini tetap disebutkan mekanisme waktu kerja untuk 5 hari kerja dengan 2 hari libur.
Berikut bunyi lengkap pasal 77 ayat 2:
Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. 7 (tujuh) jam 1(satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.