Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menanggapi soal wacana penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Menurutnya, ada aturan yang sudah disepakati dan tak boleh dilanggar.
"Itu soal kesepakatan, jadi namanya game harus ada aturan dasar yang disepakati dan game itu dilaksanakan sesuai aturan. Jangan dilanggar aturan yang sudah disepakati," kata Gus Yahya di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin (2/1/2023).
Advertisement
Soal mendukung atau tidak, PBNU menyerahkan urusan tersebut kepada partai politik dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selanjutnya, laksanakan aturan pemilu atas kesepakatan bersama.
"Terserah terserah, itu domain dari para politisi dari para partai politik dan KPU silahkan ditetapkan aturannya dan kemudian laksanakan sesuatunya sesuai dengan aturan yang sudah disepakati," ucapnya.
Soal sistem pemilunya seperti apa, Yahya tak masalah. Asalkan demokrasi mesti transparan dan adil untuk semua pihak.
"Soal aturan isinya apa saja, terserah sama saja sebetulnya. Yang penting kita kedepan akan terus mengkonsolidasikan demokrasi kita ini sebagai demokrasi yang rasional transparan dan adil untuk semua pihak," tuturnya.
Wacana Proporsional Tertutup
Diketahui, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari melempar wacana bahwa terbuka peluang menggunakan sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024, pasca ada gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jadi kira-kira bisa diprediksi atau enggak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," kata dia dalam Catatan Akhir Tahun KPU RI 2022 di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis 29 Desember 2022.
Hasyim mengatakan, MK bisa saja memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Sebab pada Pemilu 2009, sistem proporsional terbuka diberlakukan karena putusan lembaga tersebut.
Pada pemilu 2014 dan 2019 sistem ini terus berlaku. Tetapi MK bisa saja memutuskan memberlakukan proporsional tertutup.
"Kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup MK, kalau dulu yang mewajibkan verifikasi faktual MK, kemudian yang verifikasi faktual hanya partai-partai kategori tertentu itu juga MK," ujar Hasyim.
Advertisement