Liputan6.com, Teheran - Polisi Iran kembali memperingatkan bahwa perempuan wajib menggunakan jilbab, termasuk saat di dalam mobil. Demikian dilaporkan media lokal Fars seperti dikutip dari VOA pada Selasa (3/1/2023).
Peringatan tersebut muncul di tengah kerusuhan yang masih berlanjut pascakematian Mahsa Amini pada 16 September 2022. Perempuan berusia 22 tahun itu kehilangan nyawa setelah ditahan oleh polisi moral Iran akibat dugaan pelanggaran aturan berpakaian bagi perempuan di negara itu.
Advertisement
Mengutip seorang perwira polisi senior Iran, Fars melaporkan bahwa babak baru dari program Nazer 1 (yang artinya pengawasan dalam bahasa Persia), diberlakukan di seluruh negeri. Program Nazer yang diluncurkan pada tahun 2020 turut mengatur penggunaan jilbab di mobil.
Saat diluncurkan pada tahun 2020, pemilik mobil akan dikirimi pesan via SMS yang memperingatkan mereka tentang pelanggaran aturan berpakaian di dalam kendaraan. Pesan tersebut juga disertai peringatan tindakan hukum bila diulangi.
Namun, merujuk pada pesan yang diunggah di media sosial, kali ini polisi meniadakan ancaman tindakan hukum.
"Pelepasan jilbab di dalam kendaraan dipantau: Penting untuk menghormati norma masyarakat dan memastikan tindakan ini tidak terulang," demikian isi pesan yang dilaporkan dikirim oleh polisi Iran dan diunggah di media sosial.
Iran Bubarkan Polisi Moral?
Polisi moral Iran atau Gasht-e Ershad memiliki mandat untuk memasuki area publik guna memeriksa penerapan aturan berpakaian di republik Islam itu. Menyusul serangkaian aksi protes atas kematian Mahsa Amini, sejumlah perempuan di distrik kelas atas di Teheran dan pinggiran selatan yang lebih sederhana dan tradisional, mulai melepaskan jilbab dan mereka tidak diberhentikan.
Sejak September lalu, van-van yang digunakan polisi moral juga mulai jarang terlihat di jalan-jalan di Teheran. Pada awal Desember, Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri mengklaim bahwa polisi moral telah dibubarkan.
Namun, klaim Montazeri diragukan sejumlah pihak dan dianggap hanya sebagai respons dadakan atas pertanyaan di sebuah konferensi.
Advertisement
Menlu Italia Panggil Dubes Iran
Sebelumnya, kerusuhan yang terjadi di Iran mengundang keprihatinan berbagai pihak, termasuk Italia. Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani dilaporkan memanggil duta besar Iran pada Rabu, 28 Desember 2022.
Usai pertemuan tersebut dia menegaskan bahwa Iran harus menghentikan eksekusi dan hukuman bagi demonstran dan membuka dialog dengan mereka. Tajani mengatakan, hukuman mati terhadap para demonstran atau perempuan yang menolak mengenakan hijab tidak adil dan tidak dapat diterima.
"Membuka jilbab atau ikut serta dalam protes bukanlah kejahatan yang dapat berujung pada hukuman mati di mana saja di dunia ini,” kata Tajani seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis, 29 Desember 2022.
Sementara itu, kelompok pembela HAM Iran Human Rights (IHR) yang bermarkas di Oslo pada Selasa, 27 Desember 2022, mengungkapkan bahwa sedikitnya 100 warga Iran yang ditangkap selama lebih dari 100 hari gelombang unjuk rasa nasional menghadapi dakwaan dengan ancaman hukuman mati.
Laporan itu mengatakan, banyak di antara mereka yang minim akses ke pengacara. Lima tahanan dalam daftar IHR adalah perempuan.
“Dengan menjatuhkan hukuman mati dan mengeksekusi beberapa di antara mereka, mereka (pihak berwenang) ingin membuat orang-orang pulang ke rumah,” ungkap Direktur IHR Mahmood Amiry Moghaddam.
Pada awal Desember 2022, Iran mengeksekusi mati dua laki-laki yang terlibat demonstrasi, upaya yang disebut para aktivis ditujukan untuk menanamkan rasa takut di masyarakat.