Pengusaha Tak Yakin Perppu Cipta Kerja Bisa Ciptakan Ribuan Lapangan Kerja

Para investor sudah kepalang sanksi melihat inkonsistensi pemerintah dalam membuat kebijakan, termasuk Perppu Cipta Kerja ini.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 03 Jan 2023, 11:15 WIB
Mahasiswa dari berbagai elemen dan kampus berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (10/11/2020). Mahasiswa menuntut pencabutan pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja melalui Perppu. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton J Supit, ragu kehadiran Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) bakal menambah banyak lapangan kerja.

Pasalnya, ia menilai para investor sudah kepalang sanksi melihat inkonsistensi pemerintah dalam membuat kebijakan. Sehingga itu akan berimbas pada seretnya pemasukan modal dan penciptaan lapangan kerja baru.

"Yang jadi pertanyaan, siapa yang akan memperjuangkan nasib si pencari kerja. Sekarang tinggal kita harus elaborasi, apakah dengan ketentuan baru ini bisa menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin. Itu aja yang mungkin tolong dijawab," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (3/1/2023).

"Kalau melihat timbul keragu-raguan dari calon investor, saya kira bisa menimbulkan juga (kaburnya investor)," kata Anton.

Lebih lanjut, ia menyoroti poin terkait pengupahan dalam Perppu Cipta Kerja. Menurut dia, aturan soal pemberian upah seharusnya tidak hanya diprediksi untuk satu tahun saja, tapi menerawang hingga 5-10 tahun ke depan.

Selain itu, Anton juga meminta pemerintah untuk membuat komparasi pengupahan antara Indonesia dengan negara-negara kompetitornya. Semua perhitungan itu bakal jadi pertimbangan investor agar mau menanamkan modalnya di Tanah Air.

"Jadi jangan hanya lihat tahun ini. Kalau You musti pastikan untuk investor, dia mau invest di negara mana, You akan mempelajari segala ketentuan. Substansi yang ada dalam ketentuan kebijakan undang-undang ini dia akan proyeksikan ke depan," tuturnya.

"Sedangkan kalau saya lihat sekarang ini juga sulit diprediksi, karena ada faktor-faktor yang di dalam pasalnya pun tidak menentu juga," tandas Anton.


Perppu Cipta Kerja Disebut Paksakan Kepentingan Pemodal

Mahasiswa dari berbagai elemen dan kampus berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (10/11/2020). Mahasiswa menuntut pencabutan pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja melalui Perppu. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) merasa dikibuli oleh keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja). Terlebih, aturan itu dinilai hanya menaungi kepentingan pemodal dibanding tuntutan buruh.

Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat menilai, Perppu Cipta Kerja jadi akal-akalan untuk memaksakan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkostitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasalnya, isi Perppu Cipta Kerja justru semakin tidak jelas dan tidak ada perbaikan sebagaimana yang dituntut oleh kelompok buruh.

"Sehingga pemerintah bisa seenak-enaknya sendiri menerbitkan Peraturan Pemerintah yang tentunya hanya akan menguntungkan kelompok pemodal atau investor," keluh Mirah, Senin (2/1/2023).

"Modus seperti ini sudah menjadi rahasia umum, karena sejak awal Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja memang didesain oleh dan untuk kepentingan pemodal, bukan oleh dan untuk kepentingan rakyat," tegasnya.

 


7 Tuntutan

Mahasiswa dari berbagai elemen dan kampus berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (10/11/2020). Mahasiswa menuntut pencabutan pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja melalui Perppu. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Mirah lantas menjabarkan 7 tuntutan serikat pekerja yang tidak diakomodir oleh Perppu Cipta Kerja, antara lain:

- Sistem kerja outsourcing tetap dimungkinkan diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan yang jelas.

- Sistem kerja kontrak tetap dimungkinkan dapat dilakukan seumur hidup, tanpa kepastian status menjadi pekerja tetap.

- Sistem upah yang tetap murah, karena tidak secara tegas menetapkan upah minimum harus berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak.

- Masih hilangnya ketentuan upah minimum sektoral provinsi dan kota/kabupaten.

- Tetap dimudahkannya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan. Termasuk hilangnya ketentuan PHK harus melalui Penetapan Pengadilan.

- Berkurangnya kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) pesangon dan penghargaan masa kerja.- Kemudahan masuknya tenaga kerja asing (TKA), bahkan untuk semua jenis pekerjaan yang sesungguhnya bisa dikerjakan oleh pekerja Indonesia.

"Terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 hanya semakin menegaskan bahwa rakyat Indonesia selama ini hanya dijadikan obyek untuk keuntungan pemilik modal, yang memanfaatkan DPR selaku legislatif dan pemerintah selaku eksekutif," pungkasnya.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya