Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akhirnya merestui pemberian vaksin COVID-19 balita usia enam bulan hingga anak empat tahun. Hal ini menjadi angin segar untuk warga Indonesia jelang tahun baru 2023, selain dicabutnya status PPKM.
Bagi para orangtua yang punya balita, pemberian vaksin COVID anak di bawah 12 tahun mungkin sudah cukup lama ditunggu-tunggu. Jadi, sudah sampai manakah proses persiapannya?
Advertisement
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dr Mohammad Syahril mengonfirmasi bahwa vaksin untuk anak berusia di bawah enam tahun sudah ada dan sudah mendapatkan rekomendasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Memang menggembirakan saat ini sudah ada rekomendasi dari BPOM vaksinasi anak umur di bawah enam tahun. Balita ini direkomendasikan juga oleh ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group of Immunization) maupun oleh kalangan scientist bahwasanya perlu mendapatkan vaksin," ujar Syahril dalam acara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) baru-baru ini.
"Cuma saat ini kita akan atur lebih lanjut bagaimana teknis pelaksanaannya. Apakah dia harus berbayar ataukah memang mendapatkan juga program," dia menambahkan.
Syahril menegaskan bahwa petunjuk teknis (juknis) untuk vaksin COVID-19 anak di bawah enam tahun juga masih ditunggu oleh pihak pemerintah. Terutama untuk proses pelaksanaannya nanti di lapangan.
"Kalau melihat penjelasan, vaksin nol sampai enam tahun ini masih kita tunggu juknisnya bagaimana pelaksanaan di lapangan. Tapi ini kabar gembira lho Indonesia sudah memberikan suatu rekomendasi dan sudah disiapkan," kata Syahril.
Perkembangan Cakupan Vaksinasi COVID-19 RI
Meskipun kondisi terkait pandemi saat ini terbilang cukup terkendali, penggunaan vaksin COVID-19 masih tetap dianjurkan. Syahril pun turut mengungkapkan soal pentingnya vaksinasi COVID-19.
"Vaksinasi ini harus kita pahami sebagai bagian dalam kita memberikan kekebalan atau antibodi kepada masyarakat. Jadi begitu diberikan vaksin maka harapannya orang-orang kalaupun kena COVID-19, tidak terlalu berat. Kalau perlu, tidak perlu masuk rumah sakit dan seterusnya," ujar Syahril.
"Jadi dengan kesadaran ini, maka walaupun COVID-19 masih ada, kalau kita sudah vaksin, insya Allah kita akan lebih kuat," dia menambahkan.
Syahril menambahkan bahwa cakupan vaksinasi COVID-19 di Indonesia sendiri sudah cukup tinggi terutama untuk vaksinasi primer dosis pertama dan kedua. Namun, untuk vaksinasi booster masih terbilang renda.
"Cakupannya sudah cukup tinggi yang untuk primer satu dan dua sudah di atas 72 persen. Artinya, itu standar WHO (World Health Organization). Saat ini kita sedang mengejar untuk booster satu karena masih 27 persen," kata Syahril.
Advertisement
Antibodi dari Vaksin dan Infeksi, Salah Satu Faktor PPKM Dicabut
Dalam kesempatan yang sama, Syahril turut mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah RI berani mencabut PPKM.
Pertama adalah jumlah kasus COVID-19 di Indonesia yang saat ini terus berada dibawah seribu setiap harinya.
"Jumlah kasus sudah dibawah seribu, bahkan 10 bulan ini tidak ada lonjakan-lonjakan yang sangat signifikan," kata Syahril.
Kedua, angka hospitalisasi rendah. Ketiga, angka kematian yang juga terbilang rendah. Serta keempat, antibodi masyarakat Indonesia melalui serosurvey sudah mencapai 98,5 persen.
"Terakhir yang membanggakan kita adalah antibodi kita melalui serosurvey sudah 98,5 persen. Menunjukkan bahwasanya bangsa kita mempunyai kekebalan baik itu yang melalui infeksi, maupun vaksinasi. Sudah sangat membanggakan dan ini bagian dari PPKM dicabut oleh Bapak Presiden," ujar Syahril.
Vaksinasi Bagaikan Perisai
Dengan dicabutnya pembatasan tersebut, bukan berarti pula tidak ada upaya yang perlu dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat masih perlu melengkapi vaksinasi maupun taat pada aturan yang berkaitan dengan vaksinasi.
"Kita hanya mengatur satu saja bahwasanya kalau kita masuk ke suatu kerumunan, di bagian transportasi publik, dan sebagainya harus vaksinasi. Itu bagian dari upaya karena kita masih pandemi," ujar Syahril.
Sebelumnya, Syahril tetap mengimbau masyarakat untuk tetap mengingat tentang protokol kesehatan dan melengkapi vaksinasinya. Mengingat dua hal itu menjadi perisai yang bisa melindungi masyarakat itu sendiri.
"Masyarakat walaupun PPKM dicabut, kelonggaran-kelonggaran itu harus tetap diwaspadai. Kita harus tetap dong disiplin dengan protokol kesehatan dan vaksinasi, karena ini menjadi perisai bagi kita," pungkasnya.
Advertisement