Mengapa Tingkat Motivasi Tiap Orang Berbeda?

Motivasi penting untuk mencapai tujuan. Orang yang termotivasi akan lebih gigih dan semangat dalam melakukan hal-hal demi mencapai tujuannya. Sebaliknya, mereka yang kurang termotivasi kesulitan mencapainya. Jadi, apa yang menyebabkan tingkat motivasi tiap orang berbeda?

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jan 2023, 20:00 WIB
Ilustrasi semangat, motivasi, inspirasi, pemberani. (Gambar oleh Tumisu dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Setiap orang memiliki tujuan dalam hidupnya, mulai dari hal kecil hingga mimpi yang besar. Baik untuk belajar, bekerja, berolahraga, atau melakukan hal lainnya, seseorang perlu bumbu khusus yang disebut motivasi.

Motivasi membuat Anda bersemangat untuk berusaha dan memulai hal-hal yang dapat membantu mencapai tujuan. Namun, bagaimana bisa beberapa orang lebih termotivasi daripada yang lainnya.

Motivasi seseorang dan alasan di baliknya bisa seunik sidik jari. Meskipun demikian, terdapat mekanisme kimia di otak yang memengaruhi hal-hal yang memotivasi orang dan seberapa termotivasi dia sehari-hari.

Seorang psikolog dan profesor emeritus ilmu perilaku dan kesehatan di University College London di Inggris Robert West mengatakan bahwa orang yang berbeda menemukan motivasi di bidang yang berbeda.

"Kita memiliki banyak hal yang memotivasi kita," katanya kepada Live Science.

Mulai dari pengalaman, seperti rasa senang, nyaman, semangat atau lapar hingga keinginan yang lebih abstrak seperti tujuan atau kontrol. Motivator sosial juga dapat meliputi cinta, kekuasaan, kepemilikan, serta pengakuan.

Menurut West, setiap orang memiliki pendapat berbeda tentang prioritas. Prioritas tersebut juga dapat berubah seiring bertambahnya usia seseorang.

Neurotransmitter yang merupakan pembawa pesan di otak mungkin bertanggung jawab atas perbedaan motivasi. Sebuah studi tahun 2012 yang diterbitkan dalam Journal of Neuroscience meminta partisipannya bermain game matematika dengan tingkat kesulitan yang berbeda untuk mendapatkan hadiah uang. 


Produksi Dopamin

Ilustrasi semangat, motivasi. (Sumber: Pixabay)

Hasilnya, orang-orang yang lebih bersedia memainkan permainan sulit memproduksi tingkat dopamin neurotransmitter yang lebih tinggi pada area otak yang berkaitan dengan penghargaan dan motivasi, yaitu striatum dan korteks prefrontal ventromedial.

Sementara itu, seseorang yang tingkat motivasinya lebih rendah melepaskan dopamin di insula anterior, sebuah area di otak yang bertanggung jawab atas emosi dan persepsi risiko.

"Bahan kimia tertentu di otak seperti endorfin dan dopamin berperan dalam keinginan yang dialami dan bagaimana perilaku dibentuk," ucap West.

"Misalnya, pelepasan dopamin di bagian otak yang disebut nucleus accumbens membantu mengajari kita tentang apa yang disukai dan tidak, sementara endorfin terlibat dalam kebahagiaan."

Karena penelitian juga menunjukkan bahwa dopamin dilepaskan di berbagai area otak, ini menjadi alasan mengapa setiap orang termotivasi oleh hal-hal yang berbeda.

Kadar dopamin berbeda pada setiap individu, ujar para peneliti, yang juga menjelaskan mengapa beberapa orang lebih gigih dalam mencapai tujuan dibanding yang lainnya.


Dapatkah Seseorang Menjadi Lebih Termotivasi?

Ilustrasi inspirasi, motivasi, semangat. (Photo by Miguel Bruna on Unsplash)

Seseorang dapat menjadi lebih termotivasi dengan memahami sesuatu yang disebut kesenjangan niat-perilaku (intention-behavior gap), tutur seorang profesor psikologi kesehatan dan direktur Centre for Behaviour Change di University College London Susan Michie.

Kesenjangan niat-perilaku terjadi ketika tindakan seseorang tidak sejalan dengan niat sebelumnya—ketika seseorang tidak melakukan apa yang ingin dilakukannya.

Misalnya, seseorang berniat untuk berolahraga selama 30 menit sepulang kerja. Akan tetapi, ia mengingkari niatnya dan malah bersantai di sofa sambil menonton televisi.

"Meskipun seseorang mungkin merasa sangat termotivasi untuk berubah, perubahan tidak terjadi," ujar Michie.

"Ini soal menerjemahkan perasaan ke dalam tindakan—perasaan saja tidak cukup untuk membuat sesuatu terjadi. Seseorang juga perlu memiliki keterampilan untuk mengatur perilaku dan kesempatan untuk mewujudkannya."

Untungnya, Michie mengatakan bahwa ada cara untuk menutup kesenjangan niat-perilaku. Yaitu, membuat rencana serta merinci soal apa, kapan dan dengan siapa tindakan itu harus terjadi. Berbagi rencana dengan orang lain juga dapat mendorong seseorang untuk melakukannya.


Bekerja dalam Kelompok

Ilustrasi diskusi | Moose Photos dari Pexels

Sebuah studi tahun 2011 yang diterbitkan dalam jurnal Social and Personality Psychology Compass menemukan bahwa bekerja dalam suatu kelompok dapat memotivasi dan meningkatkan kinerja anggota yang lebih lemah, yang didefinisikan sebagai orang yang kurang mampu menyelesaikan tugas yang diberikan.

Para peneliti berpikir ini bisa jadi karena seseorang cenderung membandingkan dirinya dengan seseorang yang memiliki kemampuan di atasnya serta keyakinan bahwa upaya tiap orang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam kelompok.

Meskipun demikian, tidak jelas bagaimana hal ini mempengaruhi anggota kelompok yang 'lebih kuat'.

Mengganti aktivitas dengan yang lain juga dapat membuat seseorang termotivasi, kata Michie.

"Jika seseorang berniat untuk berhenti melakukan sesuatu yang disukainya, seperti minum alkohol, ia perlu memikirkan apa yang dapat dilakukan sebagai alternatif serta menghindari tempat-tempat yang berhubungan dengan perilaku yang coba dihentikannya," jelasnya.

Dengan demikian, kebiasaan minum alkoholnya lama-kelamaan akan menghilang dan tergantikan oleh alternatif yang dipilih sebelumnya.

 

(Adelina Wahyu Martanti)

Infografis Pelancong China Wajib Tes Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya