Status PPKM Dicabut, Jubir Kemenkes Singgung Tak Perlu Ada WFH

Apakah WFH tidak berlaku lagi seiring dengan dicabutnya status PPKM?

oleh Diviya Agatha diperbarui 03 Jan 2023, 15:00 WIB
Ilustrasi WFH. Sumber foto: unsplash.com/Thought Catalog.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang resmi dicabut pemerintah mungkin telah Anda dengar. Bersamaan dengan itu, aturan-aturan di baliknya pun sudah tidak lagi harus diterapkan termasuk soal work from home (WFH).

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Mohammad Syahril mengungkapkan bahwa meski status PPKM dicabut, bukan berarti mencabut kedaruratan kesehatan. Mengingat ada tahapan yang berbeda untuk mencabut kedaruratan.

Namun, pembatasan-pembatasan aktivitas tersebutlah yang kini telah ditiadakan. Misalnya, karyawan tidak perlu lagi melakukan WFH dan bisa kerja dari kantor atau work from office (WFO) seperti sedia kala.

"Pencabutan PPKM harus ditandai, (karena) bukan mencabut kedaruratan kesehatan. Itu tahapannya berbeda, yang dicabut PPKM ini pembatasannya saja. Contoh, kita tidak perlu lagi ada WFH, pembatasan ke mal, dan sebagainya," ujar Syahril dalam acara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) belum lama ini.

Syahril menjelaskan bahwa dengan dicabutnya pembatasan tersebut, bukan berarti pula tidak ada upaya yang perlu dilakukan. Masyarakat masih perlu menerapkan berbagai hal untuk bisa melindungi diri dari COVID-19.

"Kita hanya mengatur satu saja bahwasanya kalau kita masuk ke suatu kerumunan, di bagian transportasi publik, dan sebagainya (masih) harus vaksinasi. Itu bagian dari upaya karena kita masih pandemi," kata Syahril.

Capaian vaksinasi COVID di Indonesia sendiri sudah mencapai 72 persen untuk dosis pertama dan kedua. Sedangkan vaksinasi booster pertama masih terus dikejar mengingat capaiannya masih rendah yakni 27 persen.


Tanda Akhir Pandemi COVID-19 Sudah Kelihatan

Masyarakat berjalan di terowongan Kendal, Jakarta Selatan, Jumat (30/12/2022). Pencabutan itu berdasarkan data-data kasus COVID-19 di Indonesia yang sudah menunjukkan penurunan baik kasus aktif maupun kematian di bawah standar WHO. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Syahril turut mengungkapkan bahwa jika merujuk pada pernyataan Direktur Jenderal WHO atau Badan Kesehatan Dunia, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, memang tanda-tanda akan berakhirnya pandemi COVID-19 sudah bermunculan.

"Kalau kita melihat pernyataan Dirjen WHO bahwasanya tanda-tanda akan berakhirnya (pandemi COVID-19) sudah di depan mata --- Kita juga mendengarkan PPKM sebagai salah satu strategi atau upaya dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19 sudah dicabut oleh presiden," ujar Syahril.

Namun, seperti diketahui, tanda-tanda itu baru saja kelihatan. Artinya, belum sepenuhnya dapat dikatakan bahwa situasi di Indonesia sudah sepenuhnya aman.

"Kita masih dalam suasana pandemi. WHO mengatakan pandemi ini belum berakhir, baru tanda-tandanya saja lho berakhir kelihatan," ujar Syahril.

"Untuk itu kita tetap waspada, waspada, dan waspada. Artinya apa? Suatu saat pandemi ini bisa terjadi subvarian baru yang bisa men-trigger kenaikan lonjakan kasus," tegasnya.


Persiapan Kemenkes Jika Ada Lonjakan Kasus

Pemandangan Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet, Jakarta, Minggu (25/12/2022). Pemerintah menghentikan operasional Wisma Atlet Kemayoran sebagai Rumah Sakit Darurat COVID-19 mulai akhir tahun ini seiring dengan semakin rendahnya kasus COVID-19 secara nasional dalam beberapa waktu terakhir. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Lebih lanjut Syahril mengungkapkan bahwa pihak Kemenkes dan jajarannya sudah mulai menyiapkan infrastruktur, SDM, alat-alat, dan obat jikalau nantinya terjadi kenaikan kasus lagi.

Sehingga dirinya mengimbau masyarakat agar tidak khawatir kondisi saat gelombang Delta kembali terulang.

"Apabila terjadi lonjakan kasus, kita sudah siap. Bagaimana infrastruktur, puskesmas, rumah sakit, laboratorium apabila terjadi lonjakan kasus," ujar Syahril.

"Jadi jangan khawatir lagi terjadi seperti Delta, kita kekurangan tempat tidur, kekurangan oksigen, dan seterusnya. Tapi mudah-mudahan tidak terjadi (lonjakan kasus) ya," dia menambahkan.

Tak lupa, Syahril mengimbau masyarakat untuk tetap mengingat tentang protokol kesehatan dan melengkapi vaksinasinya. Mengingat dua hal itu menjadi perisai yang bisa melindungi masyarakat itu sendiri.

"Masyarakat walaupun PPKM dicabut, kelonggaran-kelonggaran itu harus tetap diwaspadai. Kita harus tetap dong disiplin dengan protokol kesehatan dan vaksinasi, karena ini menjadi perisai bagi kita," kata Syahril.


Kenapa Pemerintah Berani Cabut PPKM?

Masyarakat berjalan di terowongan Kendal, Jakarta Selatan, Jumat (30/12/2022). "Pada hari ini pemerintah memutuskan mencabut PPKM yang tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022," ucap Jokowi melalui Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (30/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dalam kesempatan yang sama, Syahril menjelaskan pula soal faktor apa saja yang membuat pemerintah bisa berani mencabut PPKM. Pertama berkaitan dengan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia yang saat ini terus berada dibawah seribu setiap harinya.

"Jumlah kasus sudah dibawah seribu, bahkan 10 bulan ini tidak ada lonjakan-lonjakan yang sangat signifikan," kata Syahril.

Kedua, angka hospitalisasi rendah. Ketiga, angka kematian yang juga terbilang rendah. Serta keempat, antibodi masyarakat Indonesia melalui serosurvey sudah mencapai 98,5 persen.

"Terakhir yang membanggakan kita adalah antibodi kita melalui serosurvey sudah 98,5 persen. Menunjukkan bahwasanya bangsa kita mempunyai kekebalan baik itu yang melalui infeksi, maupun vaksinasi. Sudah sangat membanggakan dan ini bagian dari PPKM dicabut oleh Bapak Presiden," kata Syahril.

Infografis 8 Gerakan Bikin Rileks Tubuh Saat WFH atau WFO di Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Niman)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya