Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan Selasa, 3 Januari 2023 karena kekhawatiran suku bunga dan inflasi tinggi. Sentimen tersebut yang juga menekan wall street pada 2022 dan menyusahkan investor pada 2023.
Pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 turun 0,40 persen ke posisi 3.824,14. Indeks S&P 500 melemah dari level tertinggi ketika indeks manufaktur Desember turun pada laju tercepat sejak Mei 2020.
Advertisement
Indeks Dow Jones susut 10,88 poin atau 0,03 persen menjadi 33.136,67. Indeks Nasdaq tergelincir 0,76 persen ke posisi 10.386,99. Saham Tesla dan Apple tergelincir dan membebani bursa saham pada awal 2023. Adapun sentimen yang terjadi pada 2022 yaitu bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) yang menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi menyeret sektor saham teknologi ke zona merah.
Saham Tesla anjlok 12,24 persen, dan sentuh level terendah sejak Agustus 2020, seiring hasil kinerja kuartal IV 2022 yang mengecewakan. Saham Apple merosot 3,74 persen seiring laporan perseroan bakal pangkas produksi karena lemahnya permintaan.
Sentimen dapat berlanjut pada 2023 karena bank sentral AS siap untuk terus menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan memicu kekhawatiran ekonomi AS jatuh ke dalam resesi.
“Lingkungan resesi pada 2023 selanjutnya dapat menghambat kinerja saham teknologi pada tahun baru karena kehausan investor akan meningkat untuk perusahaan berorientasi nilai dan perusahaan dengan margin keuntungan lebih tinggi, arus kas lebih konsisten dan hasil dividen yang kuat,” ujar CEO AXS Investments Greg Bassuk dikutip dari laman CNBC, Rabu (4/1/2023).
Menanti Data Ekonomi
Rata-rata indeks acuan menutup 2022 dengan kerugian tahunan terburuk sejak 2008, dan mematahkan kenaikan beruntun dalam tiga tahun. Indeks Dow Jones merosot 8,8 persen dan 10,3 persen dari level tertinggi dalam 52 minggu. Indeks S&P 500 susut 19,4 persen pada 2022 dan lebih dari 20 persen di bawah rekor tertinggi. Indeks Nasdaq anjlok 33,1 persen.
Sementara itu, investor mendapatkan kumpulan data pada awal pekan perdagangan perdana 2023 yang akan memberikan informasi lebih lanjut tentang keadaan ekonomi. Pada Selasa, indeks manajer pembelian AS untuk manufaktur dirilis dan datang, lebih rendah dari yang diharapkan, menandakan penurunan tercepat sejak Mei 2020. Kemudian, pengeluran konstruksi pada November 2022 sedikit meningkat menunjukkan industri mungkin pulih.
Pada Rabu, survei pembukaan pekerjaan dan perputaran tenaga kerja yang lebih dikenal JOLTS akan keluar pada pagi hari dan risalah pertemuan kebijakan terbaru the Fed akan keluar pada sore hari. Investor juga menantikan laporan pekerjaan pada Desember 2022, dan sejumlah beberapa pidato presiden the Fed yang dijadwalkan Kamis dan Jumat pekan ini.
Advertisement
Penutupan Wall Street pada 2022
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street tergelincir pada perdagangan Jumat, 30 Desember 2022. Wall street mengakhir perdagangan terakhir 2022 dengan catatan terburuk sejak 2008.
Pada penutupan perdagangan terakhir 2022, indeks acuan di wall street kompak tertekan. Indeks Dow Jones merosot 73,55 poin atau 0,22 persen ke posisi 33.147,25. Indeks S&P 500 turun 0,25 persen menjadi 3.839,50. Indeks Nasdaq terpangkas 0,11 persen menjadi 10.466,88.
Pada perdagangan Jumat, 30 Desember 2022 merupakan hari terakhir perdagangan dan memukuk saham. Rata-rata tiga indeks acuan di wall street alami tahun terburuk sejak 2008 dan mengakhiri penguatan beruntun dalam tiga tahun.
Pada 2022, indeks Dow Jones masih bernasib baik. Indeks Dow Jones turun sekitar 8,8 persen. Namun, indeks S&P 500 merosot 19,4 persen, dan turun lebih dari 20 persen di bawah rekor tertinggi. Indeks Nasdaq anjlok 33,1 persen.
Inflasi yang kaku dan kenaikan suku bunga yang agresif dari bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve memukul pertumbuhan dan saham teknologi. Bahkan membebani investor sepanjang tahun. Kekhawatiran geopolitik dan data ekonomi yang fluktuatif juga membuat pasar gelisah.
"Kami memiliki segalanya mulai dari masalah COVID-19 di China hingga invasi ke Ukraina. Mereka semua sangat serius. Tetapi bagi investor, itulah yang dilakukan Fed,” ujar Direktur UBS, Art Cashin seperti dikutip dari laman CNBC, Sabtu (31/12/2022).
Saat beralih tahun, sejumlah investor berpikir rasa sakitnya masih jauh dari selesai. Investor memprediksi bear market atau pasar yang melemah hingga resesi melanda dan the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS berputar. Beberapa juga memproyeksikan saham akan mencapai posisi terendah baru sebelum rebound atau memantul menguat pada semester II 2023.
Sektor Saham Energi Paling Perkasa
“Saya ingin sekali membertahu Anda, ini akan menjadi seperti Wizard od Oz dan semuanya akan menjadi warna yang mulia dalam satu atau dua saat. Saya pikir kita mungkin mengalami kuartal pertama yang bergeglombang dan bergantung pada the Fed, itu mungkin bertahan sedikit lebih lama dari itu,” ujar Cashin.
Terlepas dari penurunan tahunan, indeks Dow Jones dan S&P 500 berhasil mematahkan koreksi dalam tiga bulan terakhir tahun ini. Nasdaq yang didominasi saham Apple, Tesla dan Microsfot melalui kuartal IV dengan koreksi berturut-turut untuk pertama kalinya sejak 2001. Namun, rata-rata tiga indeks acuan melemah pada Desember 2022.
Di indeks S&P 500, sektor jasa komunikasi mencatat performa terburuk pada 2022. Sektor saham tersebut anjlok lebih dari 40 persen. Diikuti sektor konsumsi. Sektor saham energi mencatat penguatan terbesar dengan melonjak 59 persen.
Tren pasar saham meski menurun pada 2022, saham penerbangan dan melonjak pada 2022. Hal ini seiring perjalanan komersial yang pulih dan ketegangan geopolitik yang meningkat. Pada perdagangan Jumat siang, sektor saham industri di indeks S&P 500 naik hampir 15 persen pada 2022 dan 24 persen pada kuartal IV 2022. Saham terbaik adalah Northrop Grumman. Saham melonjak lebih dari 40 persen pada 2022 dan sekitar 15,5 persen pada kuartal IV 2022.
Advertisement