Studi: Mikroplastik Dapat Masuk ke Makanan Sehari-hari

Studi mengungkap bahwa saat ini mikroplastik semakin tersebar luas di beberapa tempat, termasuk lahan pertanian yang menanam bahan baku makanan sehari-hari.

oleh Geiska Vatikan diperbarui 06 Jan 2023, 06:30 WIB
Ilustrasi Mikroplastik di Laut (sumber: unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Studi mengungkap bahwa saat ini mikroplastik semakin tersebar luas di beberapa tempat, termasuk lahan pertanian yang menanam bahan baku makanan sehari-hari. Tanpa disadari, Anda mungkin selama ini sudah mengonsumsi serpihan kecil plastik di hampir setiap gigitan.

Melansir BBC, Rabu, 4 Januari 2023, penggunaan lumpur limbah telah mencemari hampir 20 juta hektare lahan pertanian di Amerika Serikat (AS) dengan zat polifluoroalkil (PFAS), yang sering disebut sebagai "bahan kimia selamanya." Lumpur limbah adalah produk sampingan yang tertinggal setelah air limbah kota dibersihkan.

Menurut penelitian oleh Willie Peijnenburg, profesor toksikologi lingkungan dan keanekaragaman hayati di Universitas Leiden, Belanda, partikel nanoplastik bisa masuk lewat air dan tanah, lalu ke celah-celah kecil pada akar. Peijnenburg juga mengungkap bagian berukuran sangat kecil pada nanoplastik, yakni sekitar seratus hingga seribu kali lebih kecil dari sel darah manusia.

Sebuah studi tahun 2020 menemukan mikroplastik dan nanoplastik dalam buah dan sayuran yang dijual supermarket dan produk yang dijual penjual lokal di Catania, Sisilia, Italia. Apel adalah buah yang paling terkontaminasi, dan wortel memiliki tingkat mikroplastik tertinggi di antara sampel sayuran. 

Penelitian tersebut membuktikan sayuran berdaun seperti selada dan kol memiliki konsentrasi tercemar yang relatif rendah. Tapi, untuk sayuran umbi-umbian, seperti wortel, lobak, dan lobak, risiko mengonsumsi mikroplastik akan lebih besar. 

Jumlah mikroplastik di lahan pertanian sering kali diremehkan. Saat ini, Inggris memiliki konsentrasi mikroplastik tertinggi di Eropa, antara 500 dan 1.000 partikel mikroplastik tersebar di lahan pertanian di sana setiap tahun. 

"Mikroplastik ada di mana-mana dan sering kali sangat kecil sehingga kita tidak bisa melihatnya," ujar Catherine Wilson, wakil direktur Pusat Penelitian Hidro-lingkungan di Universitas Cardiff

 


Kontaminasi lingkungan

Ilustrasi mikroplastik di lautan (dok. Samsung Electronics)

Sebuah studi mengungkan bahwa mikroplastik juga mencemari air, yang mana itu telah ditemukan di Antartika dan air minum di seluruh dunia. Hasil dari studi tersebut memperkirakan ada sekitar 24,4 triliun fragmen mikroplastik di wilayah lautan dunia.

Sementara, laporan oleh Badan Lingkungan Inggris, yang diungkap kelompok kampanye lingkungan Greenpeace, menemukan bahwa limbah lahan pertanian di negara itu terkontaminasi polutan, termasuk dioksin dan hidrokarbon aromatik polisiklik pada "tingkat yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia."

Penelitian juga menunjukkan bahwa mikroplastik dapat menghambat pertumbuhan cacing tanah dan menyebabkan penurunan berat badan hewan tersebut. Mikroplastik dapat menyumbat saluran pencernaan cacing tanah, yang akhirnya membatasi pertumbuhan tanah. 

Peijnenburg menyebut bahwa diperlukan waktu puluhan tahun agar plastik benar-benar hilang dari lingkungan. "Bahkan jika risikonya saat ini tidak terlalu tinggi, bukanlah ide yang baik untuk memiliki bahan kimia yang persisten di lahan pertanian. Ini akan menumpuk dan kemudian dapat menimbulkan risiko," katanya.


Dampak Kesehatan

Ilustrasi kesehatan jantung. Sumber: freepik

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa (ridak sengaja) mengonsumsi mikroplastik berbahaya bagi kesehatan manusia, termasuk mengganggu sistem endkokrin dan hormon yang mengatur pertumbuhan perkembangan. Selain itu, penelitian Univertas Hull di Inggris mencatat masalah kesehatan lain yang dapat muncul, seperti kanker, penyakit jantung, perkembangan janin yang buruk, serta reaksi alergi. 

Para peneliti meninjau 17 penelitian sebelumnya yang mengamati dampak toksikologi mikroplastik pada sel manusia. Analisis tersebut membandingkan jumlah mikroplastik yang menyebabkan kerusakan sel dalam uji laboratorium dengan kadar yang tertelan manusia melalui air minum, makanan laut, dan garam. 

Menurut Evangelos Danopoulos, penulis utama studi dan peneliti di Hull York Medical School, ada dua teori tentang bagaimana mikroplastik menyebabkan kerusakan sel. Ujungnya yang tajam dapat merusak dinding sel atau bahan kimia dalam mikroplastik dapat merusak sel, katanya. 

"Yang perlu kita pahami sekarang adalah berapa banyak mikroplastik yang tersisa di tubuh kita, serta bentuk seperti apa yang mampu melewati penghalang sel," katanya.  


Larangan Penggunaan Limbah Lumpur

Ilustrasi mikroplastik yang ditemukan di salju Antartika (dok. wikimedia commons)

Penggunaan lumpur di lahan pertanian sebenarnya sudah dilarang sejak lama di beberapa negara, termasuk Swiss dan Maine. Swiss melarang penggunaan lumpur limbah sebagai pupuk pada 2003 karena terdiri dari berbagai macam zat berbahaya dan organisme patogen yang diproduksi industri dan rumah tangga.

Sementara, Maine juga melarang praktik tersebut pada April 2022 setelah otoritas lingkungan menemukan PFAS tingkat tinggi di tanah pertanian, tanaman, dan air. 

Wilson dari Cardiff University menyebutkan larangan total penggunaan lumpur limbah sebagai pupuk belum tentu merupakan solusi terbaik. Sebaliknya, lumpur limbah bisa memberi insentif pada petani untuk mengurangi penggunaan pupuk nitrogen sintetis, yang terbuat dari gas alam.

"(Dengan lumpur limbah), kami menggunakan produk limbah dengan cara yang efisien daripada memproduksi pupuk bahan bakar fosil tanpa akhir," kata Wilson. Limbah organik dalam lumpur juga membantu mengembalikan karbon ke tanah dan memperkayanya dengan nutrisi, seperti fosfor dan nitrogen, yang mencegah degradasi tanah, katanya pada BBC

Ternyata, selain pasukan oranye, Jakarta punya penjaga lingkungan lainnya (Liputan6.com)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya