Liputan6.com, Jakarta - Tokyo termasuk kota terpadat di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 37 juta jiwa. Situasi itu membuat pemerintah Jepang menawarkan 1 juta yen atau sekitar Rp118 juta bagi keluarga yang tinggal di Tokyo untuk pindah ke daerah lain.
Kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi kepadatan Tokyo dan meningkatkan kembali angka kelahiran di daerah pedesaan yang kian menurun beberapa tahun belakangan ini. Melansir CNN, Kamis (5/1/2023), tawaran berlaku mulai April 2023.
Setelah berlaku, setiap keluarga berhak menerima Rp118 juta per anak jika mereka mau pindah ke daerah berpenduduk rendah. Kebijakan ini juga berlaku untuk keluarga dengan orangtua tunggal.
Baca Juga
Advertisement
Insentif ini berlaku untuk anak berusia di bawah 18 tahun atau 18 tahun ke atas jika masih duduk di bangku sekolah. Kebijakan seperti ini bukan yang pertama karena pernah dikeluarkan beberapa tahun lalu, tapi kali ini dengan bayaran yang lebih besar.
Juru bicara pemerintah mengatakan mereka yang pindah dapat bekerja di daerah lain untuk mendirikan bisnis mereka sendiri atau tetap bekerja dari jarak jauh di pekerjaan mereka yang berbasis di Tokyo. "Tokyo memiliki konsentrasi penduduk yang sangat tinggi, dan pemerintah ingin meningkatkan arus orang ke daerah untuk merevitalisasi daerah dengan populasi yang menurun," terangnya.
Sekitar 1300 kota, kira-kira 80 persen dari jumlah total kota di Jepang, telah bergabung dalam skema ini. Mereka berharap dapat memanfaatkan perubahan sikap publik terhadap kualitas hidup, di mana para pekerja merasakan sejumlah manfaat bekerja dari jarak jauh.
Melansir kanal Global Liputan6.com, syarat untuk mendapatkan insentif ini tidak hanya bersedia pindah ke luar Tokyo. Namun, keluarga yang pindah harus mendiami hunian baru mereka setidaknya selama lima tahun dan salah satu anggota keluarga harus bekerja baik di daerah asal ataupun baru atau berencana untuk membuka usaha baru.
Mencari Peluang Kerja
Mereka yang pindah sebelum lima tahun harus mengembalikan insentif yang diterima. Dengan angka yang ditawarkan, otoritas berharap mampu mendorong keluarga dengan anak-anak berusia hingga 18 tahun untuk merevitalisasi wilayah dan mengurangi tekanan pada ruang dan layanan publik di Tokyo, kota metropolis terbesar di dunia.
Insentif masih mungkin ditambah bila memenuhi syarat lainnya. Setengah dari biaya insentif berasal dari pemerintah pusat dan setengah lainnya datang dari pemerintah kota.
Skema pemberian insentif ini telah diluncurkan sejak tiga tahun lalu. Pada tahun 2021, terdapat 1.184 keluarga yang menerimanya, jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan 290 orang pada tahun 2020 dan 71 pada tahun 2019. Pemerintah berharap pada tahun 2027 ada 10.000 orang yang akan pindah dari Tokyo ke daerah pedesaan.
Beberapa dekade terakhir, orang di seluruh penjuru Jepang berlomba-lomba migrasi ke pusat kota untuk mencari peluang kerja. Tokyo menjadi tujuan utama sehingga menjadi kota terpadat di dunia pada tahun lalu.
Populasi Tokyo meningkat pesat ketika pandemi Covid-19 berlangsung. Jumlah warga yang bermigrasi ke Tokyo lebih besar dibandingkan jumlah orang yang meninggalkan ibu kota Jepang tersebut. Menurut statistik pemerintah pada 2021, jumlah warga yang meninggalkan Tokyo sebesar 80 ribu tiap tahunnya.
Advertisement
Kota Termahal
Pola migrasi ini pun menyebabkan kampung halaman menjadi sepi dan jumlah anak semakin menurun. Sebuah desa tepi sungai di Nagoro, Jepang selatan, bahkan memiliki penduduk kurang dari 30 orang pada 2019.
Penduduk termuda pun berusia di atas 50 tahun. Tercatat, tak ada sekolah lagi di desa itu usai ditutup beberapa tahun lalu setelah siswa terakhirnya lulus. Pola migrasi ini dikombinasikan dengan populasi Jepang yang 'cepat menua' mengakibatkan penduduk di daerah pedesaan makin merosot. Selain itu, jutaan rumah dan apartemen ikut kosong.
Menurut sensus nasional, lebih dari separuh kota di Jepang ditetapkan sebagai daerah berpenduduk sedikit. Sensus ini mengecualikan 23 distrik di Tokyo.
Kondisi di daerah yang populasinya sedikit itu berbanding terbalik dengan daerah 'gemuk' penduduk. Rumah dan apartemen di kota-kota besar tersedia semakin sedikit dengan harga meroket. Tokyo secara konsisten menjadi kota termahal untuk ditinggali, bahkan menempati peringkat kelima secara global pada 2022.
Populasi Jepang Menurun
Menurut para ahli, masalah migrasi kaum muda dari pedesaan ke kota-kota yang padat, merupakan faktor kunci dalam krisis demografi yang lebih besar di Jepang. Meski Tokyo termasuk kota terpadat di dunia, negara di Asia Timur ini justru telah lama berjuang dengan tingkat kelahiran yang rendah dan harapan hidup yang panjang. Beberapa tahun belakangan ini, jumlah kematian melebihi jumlah kelahiran dalam beberapa tahun terakhir.
Para ahli menunjuk pada beberapa faktor: seperti biaya hidup yang tinggi, ruang yang terbatas dan kurangnya dukungan pengasuhan anak di kota-kota mempersulit membesarkan anak, yang berarti semakin sedikit pasangan yang memiliki anak. Pasangan di perkotaan juga umumnya jauh dari keluarga besar yang bisa membantu memberikan dukungan.
Sedangkan orang-orang muda yang memilih untuk menikah semakin berkurang karena lebih mengutamakan pekerjaan akibat biaya hidup yang semakin tinggi. Ditambah lagi, mereka yang sudah menikah mulai banyak yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak karena berbagai faktor, termasuk soal ekonomi.
Tercatat pada 2020-2021, populasi penduduk di Jepang turun sebanyak 0,57 persen dari sebelumnya sekaligus menandai penurunan dalam 13 tahun berturut-turut. Atas dasar itu, para peneliti memproyeksikan bahwa penduduk Jepang pada 2060 menjadi 86,4 juta jiwa, turun drastis dari saat ini yang berjumlah sekitar 125,9 juta jiwa.
Advertisement