Liputan6.com, Jakarta Belajar dari pengalaman pandemi dalam tiga tahun ini, kemunculan varian virus Corona baru menyebabkan lonjakan kasus COVID-19 di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Indonesia turut dihantam gelombang varian Delta pada pertengahan 2021 dan Omicron di tahun 2022.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya pemantauan rutin varian Corona baru. Terlebih lagi, varian 'anakan' Omicron semakin banyak menyebarluas seperti BA.4, BA.5, dan XBB.
Advertisement
Pemantauan varian virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 membutuhkan laboratorium (lab) sekuensing genomik yang mumpuni. Di Indonesia, jumlah lab sekuensing genomik dan kapasitas pemeriksaan lineage -- garis keturunan -- virus SARS-CoV-2 terus ditingkatkan.
"Varian baru ini perlu kita identifikasi secara rutin dan pola penyebarannya seperti apa. Saya ingat begitu saya masuk (jadi Menteri Kesehatan), kita baru melakukan uji varian baru 140-an (genom) per bulan. Itu dilakukan di 16 lab biasa dan besar ada di Jawa," terang Budi Gunadi saat konferensi pers 'Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2022 dan Program Kerja 2023' di Gedung Kemenkes RI Jakarta pada Kamis, 5 Januari 2023.
"Ada juga yang belum bisa beroperasi dengan baik alatnya. Nah, sekarang di Desember 2022 ini, kita sudah tumbuh dari 16 lab menjadi 41 lab dengan 56 alat (genom sekuensing)."
Selanjutnya, kapasitas pemeriksaan genom sekuensing varian COVID-19 meningkat, dari 140 genom dalam 9 bulan, sekarang mampu menembus 5.000 genom sekuensing per bulan.
"Kita sudah berhasil meningkatkan secara drastis kapasitas sekuensing kita, dari 140 (genom) dalam 9 bulan menjadi bisa di atas 5.000 dalam waktu sebulan," beber Budi Gunadi.
Mengetahui Pola Penyebaran Virus Corona
Pemantauan genom sekuensing varian COVID-19 bertujuan mengetahui pola penyebaran virus tersebut. Deteksi keberadaan varian baru dapat diketahui agar seluruh pihak dapat mengantisipasi penularan.
"Ini (pemantauan genom) sangat membantu sekali dalam strategi penanganan pandemi di Indonesia. Ya supaya kita bisa mengetahui (pola) penyebarannya (virus Corona) seperti apa," Menkes Budi Gunadi Sadikin melanjutkan.
Berdasarkan data Global Initiative on Sharing ALL Influenza Data (GISAID) per 4 Januari 2023, jumlah laporan genom sekuensing yang dilaporkan Indonesia pernah menembus angka lebih dari 5.000 genom. Angka ini dari laporan pada Februari 2022.
Rekor pelaporan genom sekuensing tinggi juga terjadi pada bulan Juni, Juli, dan November 2022 dengan angka nyaris menembus 4.000 genom.
Apabila dihitung mingguan, kapasitas pemeriksaan genom di Indonesia saat ini 2.700 sampel per minggu. Berbeda saat awal pandemi COVID-19 melanda pada 2020, pemeriksaan genom hanya mampu mencapai angka 800 sampel per minggu.
Untuk jumlah lab genom sekuensing di Indonesia yang kini berjumlah 41, rinciannya antara lain:
- Sumatera 4
- Jawa 27
- Kalimantan 3
- Sulawesi 3
- Bali dan Nusa Tenggara 2
- Maluku dan Papua 3
Advertisement
Lonjakan COVID-19 Bukan karena Mobilitas
Ditegaskan kembali oleh Budi Gunadi Sadikin, lonjakan kasus COVID-19 bukan dikarenakan adanya mobilitas masyarakat yang tinggi, melainkan penyebaran varian Corona baru.
"Karena semua lonjakan (kasus COVID-19) yang terjadi di seluruh dunia itu bukan disebabkan oleh pergerakan atau mobilitas. Dulu, kita juga Indonesia, mengira itu terjadi karena adanya pergerakan mobilitas," tegasnya.
"Tapi itu disebabkan terutama karena adanya varian baru. Jadi mobilitas yang tinggi pun, kalau misalnya tidak ada varian baru dan imunitas penduduk sudah tinggi, itu (lonjakan kasus COVID-19) tidak akan terjadi."
Adanya kenaikan kasus COVID-19 juga pernah disorot Kepala Subbid Dukungan Kesehatan Bidang Darurat Satgas Penanganan COVID-19 Alexander K. Ginting. Hal ini dipengaruhi penyebaran varian virus Corona baru.
Di Indonesia, pemantauan lineage -- garis keturunan -- virus SARS-CoV-2 varian baru 'anakan' Omicron, yakni BA.2.75, varian XBB, dan BQ.1 dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Jumlah penemuan liniage pun bertambah dari hari ke hari.
Tak hanya varian virus Corona, pelonggaran protokol kesehatan (prokes) dan cakupan vaksinasi COVID-19 yang masih rendah, termasuk booster pertama atau vaksin dosis 3 bagi masyarakat umum ikut menyebabkan kenaikan kasus dan perawatan pasien COVID-19.
"Setiap ada varian (virus Corona) baru, ada pelonggaran protokol kesehatan, dan melambatnya gerakan vaksinasi membuat masalah COVID-19 akan tidak stabil dengan terjadinya kenaikan kasus," kata Alex, sapaan akrabnya saat dihubungi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Kamis, 1 Desember 2022.
"Kemudian juga kenaikan jumlah rawat inap dan angka mortalitas (kematian)."
Varian COVID-19 Sekarang Relatif Jinak
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaannya RI Muhadjir Effendy menyebut, varian COVID-19 sekarang dinilai relatif lebih jinak. Hal ini berbeda dari penyebaran varian sebelumnya, seperti Delta dengan tingkat morbiditas (kesakitan) tinggi.
"Yang jelas, (varian) COVID-19 sekarang ini tidak ganas, tidak se-mengkhawatirkan pada awal-awal (pandemi COVID-19)," terang Muhadjir saat ditemui Health Liputan6.com usai acara 'Anugerah Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) Awards Tahun 2022' di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI Jakarta, ditulis Kamis (8/12/2022).
"Sekarang ini generasi (varian) COVID-19 sudah relatif jinak."
Dalam Laporan Harian COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per 4 Januari 2023, distribusi varian virus SARS-CoV-2 di Indonesia didominasi Omicron. Pemeriksaan sample Whole Genome Sequencing (WGS) terbanyak Omicron diduduki DKI Jakarta di atas 14.000 sekuens.
Empat provinsi lain dengan pemeriksaan sample WGS Omicron terbanyak, yakni Jawa Barat 3.000 dan Jawa Timur lebih dari 2.000 sekuens. Kemudian Bali di atas 1.500 sekuens dan Jawa Tengah dengan 1.000 sekuens.
Baca Juga
Advertisement