Liputan6.com, Jakarta - Di zaman serba digital, seolah semuanya bisa dilakukan secara instan. Hadirnya media sosial (medsos) membuat orang-orang terhubung di dunia maya.
Bahkan, kini ucapan selamat, duka cita dan sebagainya bisa dikirimkan sebagai tanda bahagia maupun duka. Lantas, bagaimana hukum kirim stiker doa, seperti innalillahi dan surat Al-Fatihah melalui WA.
Saat mendengar teman menikah misalnya, maka tersedia stiker WA samawa. Pun, jika ada orangtua teman meninggal, secepat kilat seseorang bisa mengirimkan tanda duka cita dengan stiker innalillahi.
Biasanya kalau ada kabar duka orang meninggal dunia di grup Whatsapp, dalam hitungan detik setelah kabar duka muncul, langsung disambut balasan doa dan al-Fatihah dalam bentuk stiker atau teks yang sepertinya sudah di-save dan tinggal copy-paste saja.
Baca Juga
Advertisement
Nah, masalahnya, seseorang kadang hanya mengirim stiker WA atau teks doa tersebut. Sangat mungkin, banyak yang tidak membaca doa atau membaca al-Fatihah atau lupa melafalkannya.
Cukupkah dengan men-share sebanyak-banyaknya stiker doa melalui WA dan tak perlu mengucapkannya?
Saksikan Video Pilihan Ini:
Referensi
Dr KH Fuad Thohari (LD-PBNU) dan KH Zainal Arifin Abu Bakar (Pengasuh Asrama Muashomah Bisri Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang, menjelaskan di NU Online, doa yang dikirim untuk orang yang sudah meninggal adalah bisa sampai dan bermanfaat untuk mayit.
Tetapi jika doa-doa tersebut hanya berbentuk stiker atau teks bacaan al-Fatihah dan doa lainnya tanpa diucapkan terlebih dahulu sebelum dishare, (maka) tidak dikatakan doa dan tidak ada manfaatnya bagi mayit.
Doa-doa tersebut harus dilafadzkan (diucapkan) secara lengkap terlebih dahulu, sebelum dishare.
Referensi:
1. Kitab Al-Adzkâr li-Syaikh al-Islâm al-Imâm al-Nawawiy hal. 150:
Bab perkataan dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi mayit: Ulama sepakat, doa untuk orang meninggal dunia bermanfaat dan pahalanya sampai kepada mereka. Ulama berargumen dengan firman Allah: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami" (59:10), dan ayat-ayat lain yang semakna. Begitu juga berdasarkan hadits-hadits masyhur, misalnya do’a Nabi shallallâhu ‘alayhi wa sallam: “Ya Allah berikanlah ampunan kepada ahli kubur Baqi al-Gharqad," juga do’a Beliau: “Ya Allah berikanlah ampunan kepada yang masih hidup dan sudah meninggal di antara kami”, dan hadits lain yang semakna.
2. Kitab al-Adzkar li-Syaikhil Islam al-Imam al-Nawawi, hal. 16:
"Ketahuilah bahwa dzikir yang disyariatkan dalam salat dan ibadah lainnya, baik yang wajib ataupun sunnah tidak dihitung dan tidak dianggap kecuali diucapkan, sekiranya ia dapat mendengar yang diucapkannya sendiri apabila pendengarannya sehat dan dalam keadaan normal (tidak sedang bising dan sebagainya)."
3. Kitab Al Mausu'ah al-Fiqhiyah (21/249):
"Dzikir yang wajib atau sunah, di dalam shalat atau yang lain, tidak bisa mendapatkan pahala kecuali dilafadzkan orang yang berdzikir tersebut dan (suaranya) terdengar, jika pendengarannya normal."
Tim Rembulan
Advertisement