KPK Dalami Kepemilikan Rp500 Miliar Lukas Enembe di Rekening Rumah Judi Singapura

KPK memastikan bakal mendalami dugaan kepemilikan uang sekitar Rp500 miliar milik Gubernur Papua Lukas Enembe di rumah judi atau kasino di Singapura.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 05 Jan 2023, 21:45 WIB
Gubernur Papua, Lukas Enembe. (Liputan6.com/kabarpapua/Katharina Janur)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal mendalami dugaan kepemilikan uang sekitar Rp500 miliar milik Gubernur Papua Lukas Enembe di rumah judi atau kasino di Singapura. Dugaan adanya rekening tersebut sempat diungkap oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Ada informasi juga dari PPATK terkait dengan uang atau dana di rekening rumah judi di Singapura sekitar SGD 50-an juta atau Rp500 miliar lebih, itu temuan dari PPATK. Tentu saja informasi-informasi tersebut juga pasti akan kami dalami," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Kamis (5/1/2023).

Meski demikian, Alex menyebut untuk saat ini pihaknya fokus pada dugaan suap Rp1 miliar yang diterima oleh Lukas Enembe dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka. Rijatono kini sudah ditahan KPK.

"Itu yang dari sisi alat buktinya kami anggap cukup," kata Alex.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Gubernur Papua Lukas Enembe terima Rp 1 miliar agar perusahaan farmasi bisa menggarap proyek infrastruktur. Perusahaan farmasi tersebut yakni PT Tabi Bangun Papua milik tersangka Rijanto Lakka.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, pada 2019 hingga 2021 Rijanto mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua. Padahal, PT Tabi Bangun Papua tidak punya pengalaman di bidang pembangunan.

"Untuk proyek kontruksi, perusahaan Tersangka RL (Rijanto Lakka) diduga sama sekali tidak memiliki pengalaman karena sebelumnya adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi," ujar Alex dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Kamis (5/1/2023).

Menurut Alex, Rijantono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi Gubernur Papua Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua sebelum proses lelang dimulai.

Diduga kesepakatan yang disanggupi Rijanto dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.


3 Proyek

Wakil Ketua KPK Alexander Mawarta bersiap memberikan keterangan terkait penahanan tersangka penyuap Gubernur Papua, Lukas Enembe, Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka di Jakarta, Kamis (5/1/2022). Rijatono Lakka merupakan tersangka kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Provinsi Papua. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

"Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, Tersangka RL (Rijanto) diduga menyerahkan uang pada Tersangka LE (Lukas Enembe) dengan jumlah sekitar Rp1 miliar," kata Alex.

Sebelumnya, KPK menahan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka. Dia merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait proyek infrastruktur di Provinsi Papua. Dia dijerat sebagai penyuap Gubernur Papua Lukas Enembe.

"Ditahan untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 5 Januari 2023 sampai dengan 24 Januari 2023," ujar Alex.


Disangkakan Melanggar UU Tindak Pidana Korupsi

Wakil Ketua KPK Alexander Mawarta (kiri) memberikan keterangan terkait penahanan tersangka penyuap Gubernur Papua, Lukas Enembe, Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka di Jakarta, Kamis (5/1/2022). Rijatono Lakka merupakan tersangka kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Provinsi Papua. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dalam kasus ini, Rijantono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya