Liputan6.com, Jakarta - Pelaku usaha Mikro, kecil dan Menengah (UMKM) tidak perlu menyetor pajak penghasilan (PPh). Namun tidak semua UMKM yang bebas pajak tetapi mereka yang penghasilannya tidak lebih dari Rp 500 juta per tahun.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan wajib pajak orang pribadi yang tergolong pelaku usaha kecil yang memiliki penghasilan atau omzet tidak lebih dari Rp 500 juta per tahun tak perlu menyetor PPh. Hal ini tertuang dalam aturan baru, yakni PP 55/2022.
Advertisement
Pasalnya, ada seorang wajib pajak yang menanyakan kewajiban perpajakan wajib pajak orang pribadi UMKM dan badan. Pertanyaan itu juga mencakup ketentuan mengani omzet usaha dan tarif PPh.
“@kring_pajak selamat siang kak saya mau tanya tentang pajak kak, saya menemukan artikel jika omset kita kurang dari 500 juta per tahun bebas pajak, itu PPh final kan yaa kak?,” ujar akun @kerpksngkong, dikutip dari Belasting.id, Kamis (5/1/2023).
Menanggapi hal itu, DJP menegaskan wajib pajak orang pribadi UMKM yang memiliki penghasilan bruto kumulatif dalam satu tahun tidak lebih dari Rp 500 juta, maka tidak perlu menyetorkan PPh. Dengan kata lain, dikecualikan dari obyek PPh, pun tidak dikenai PPh final.
Fasilitas tersebut hanya berlaku bagi wajib pajak orang pribadi yang memanfaatkan skema PPh final UMKM 0,5 persen. Aturan PTKP UMKM itu tidak berlaku untuk wajib pajak yang memanfaatkan rezim umum PPh.
“Sesuai UU HPP tidak dikenakan PPh Final sesuai PP 55 Tahun 2022, sehingga tidak perlu dilakukan penyetoran PPh ya Kak,” terang akun Twitter resmi DJP @kring_pajak.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) angka 6 PP 55/2022, orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan. Ada 2 kriteria yang harus dipenuhi wajib pajak UMKM.
Pertama, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Kedua, memiliki peredaran usaha setahun sampai dengan Rp 2,5 miliar.
Kring Pajak juga turut mengulas perlakuan perpajakan untuk korporasi. DJP menerangkan wajib pajak badan dengan penghasilan kurang dari Rp 500 juta tetap dikenakan PPh final sebesar 0,5 persen.
“Untuk PT dengan penghasilan kurang dari 500 juta per tahun tetap dikenakan PPh Final 0,5 persen sepanjang masih berhak menggunakan Tarif PPh Final tersebut yaitu selama 3 Tahun Pajak,” kata @kring_pajak.
Negara Kantongi Pajak Rp 1.716,8 Triliun di 2022, 2 Tahun Lampaui Target
Realisasi penerimaan pajak Indonesia sepanjang 2022 tembus Rp 1.716,8 triliun. Angka ini menunjukkan 115,6 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp 1.485 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menuturkan kalau besaran perolehan pajak meningkat sekitar 34,3 persen dari tahun sebesar Rp 1.278,6 triliun. Bahkan pertumbuhan ini diklaim terjadi dalam 2 tahun berturut-turut.
"Jadi ini adalah kinerja 2 tahun berturut-turut di atas dari target. Bahkan waktu targetnya direivisi pun tetap bisa tembus diatasnya," kata dia dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (3/1/2023).
Menkeu menuturkan, dari tiap pos penerimaan pajak pun mengalami peningkatan. Diantaranya, PPh Non Migas, PPN PPnBM, dan PPh Migas.
Rinciannya, PPh Non Migas menyumbang Rp 920,4 triliun atau 122,9 dari target, angka ini tumbuh 43 persen dari tahun laku.
Kemudian PPh Migas tercatat Rp 77,8 triliun atau 120,4 persen dari target dan tumbuh 47,3 persen. PPN dan PPnBM menyetor Rp 687,6 triliun atau 107,6 persen dari target dan tumbuh 24,6 persen.
"Cerita luar biasa adalah korporasi pada pembayar pajak perusahaan, korporasi, badan usaha yang sumbangannya mendekati 20 persen dari total penemiaan negara. Ini menggambarkan korporasi mulai bangkit dan bahkan menyumbangkan penerimaan pajak yang luar biasa. Tahun lalu sudah tumbuh 25,5 persen, tahun ini tumbuhnya menembus 71,72 persen," beber dia.
Kemudian, PPh 21 dari pembayaran pajak oleh karyawan juga tumbuh 16,34 persen secara tahunan. Sebelumnya, tahun lalu juga tumbuh sebesar 6,26 persen. Ini jadi bukti adanya pemulihan ekonomi yang terjadi.
Advertisement
Pertambangan, Industri Pengolahan dan Perdagangan
Lebih lanjut, Menkeu menuturkan kalau sektor Pertambangan juga mengalami pertumbuhan sebesar 113,6 persen. Sebelumnya, telah tumbuh 60 persen di tahun lalu.
Kemudian, sektor industri pengolahan dan perdagangan yang juga tumbuh masing-masing 24,6 persen dan 37,3 persen. Sektor transportasi juga mengalami pertumbuhan dengan 24,7 persen dari setoran pajak sebelumnya.
"Ini adalah cerita mengenai pemulihan ekonomi yang cukup merata di semua sektor dan semua daerah dan dari sisi agregat demand maupun production," kata dia.