Hoaks dan Disinformasi Dianggap Jadi Salah Satu Penyebab Minimnya Cakupan Vaksin COVID-19 pada Lansia

Banyak hoaks berseliweran terkait dampak buruk dari vaksin COVID-19. Misalnya saja, vaksin membawa penyakit baru, mengandung sel babi, hingga mengandung chip.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 06 Jan 2023, 21:00 WIB
Ilustrasi vaksin COVID-19 (Source: Youtube/Kementerian Kesehatan RI)

Liputan6.com, Jakarta - Dokter sekaligus edukator kesehatan, dr Agatha Tyas mengungkapkan, disinformasi dan hoaks menjadi salah satu penyebab minimnya cakupan vaksin COVID-19 pada kelompok lanjut usia (lansia).

"Hambatan ini termasuk ketidakpercayaan terhadap COVID-19, vaksin dan tenaga kesehatan secara umum yang disebabkan informasi kurang jelas," ujar dr Agatha dilansir dari Antara, Jumat (6/1/2023). 

Dr Agatha mengatakan, hambatan lain yang kerap ditemui dalam sosialisasi vaksin booster terhadap lansia antara lain hambatan administrasi, finansial, infrastruktur, akses informasi serta sosial, dan perilaku.

Menurut dr Agatha, banyak hoaks berseliweran terkait dampak buruk dari vaksin COVID-19. Misalnya saja, vaksin membawa penyakit baru, mengandung sel babi, hingga mengandung chip.

Hal ini, kata dr Agatha, membuat masyarakat cenderung lebih cepat menyimpulkan dari pengalaman tanpa berkonsultasi dengan ahlinya.

Selain itu, kurangnya kader yang mengerti tentang isu kesehatan juga dianggap sebagai hambatan peningkatan vaksin booster.

"Di lapangan sebagian besar hambatannya itu sosial dan perilaku, kayak enggak dibolehin sama keluarganya sendiri karena hoaks nanti vaksin menyebabkan penyakit dan lainnya," tutur dr Agatha.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, cakupan nasional vaksin COVID-19 dosis ketiga hingga 2 Januari 2023 baru mencapai 33,36 persen dari yang ditargetkan.

Capaian vaksinasi lansia sebagai kelompok rentan memiliki capaian yang rendah, hanya satu dari tiga lansia yang sudah mendapatkan vaksin booster.

"Solusinya kita harus memberdayakan masyarakatnya. Kalau yang ngejelasin orang-orang yang jauh seperti dokter dan tenaga kesehatan, mereka tidak akan mengerti, tapi akan lebih mudah kalau yang jelasin teman-teman sebayanya atau keluarga dia," tutup dr Agatha.


Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya