ICW Soroti Penyalahgunaan Jabatan Menteri pada Pilpres 2024

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti potensi penyalahgunaan jabatan menteri Kabinet Indonesia Maju, yang ingin menjadi calon presiden atau wakil presiden pada Pemilu 2024.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Jan 2023, 09:55 WIB
Peneliti ICW Lalola Easter menggelar jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (28/4/2019).

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti potensi penyalahgunaan jabatan menteri Kabinet Indonesia Maju, yang ingin menjadi calon presiden atau wakil presiden pada Pemilu 2024. Penyalahgunaan jabatan ini dinilai bisa menyebabkan kelalaian dalam menjalankan tugasnya sebagai pembantu Presiden Jokowi.

"Putusan MK beberapa waktu lalu yang memperbolehkan menteri maju sebagai kandidat Presiden tanpa harus mengundurkan diri menimbulkan potensi pemanfaatan fasilitas negara atau program kementerian untuk kepentingan elektoral calon tersebut," ujar peneliti ICW Lalola Ester dalam keterangannya, Sabtu (7/1/2023).

Lalola lantas mencontohkan, tindakan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan yang juga merupakan Ketua Umum PAN. Menurut dia, Zulhas terlihat terang-terangan melakukan penyelewengan jabatan dengan mengimbau masyarakat untuk memilih putrinya dalam pemilu legislatif mendatang.

Diketahui Zulhas menyatakan demikian saat menjalankan program pembagian Minyakita di Telukbetung Timur. Namun disayangkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi seolah acuh dengan perlakuan Zulhas.

"Alih-alih meminta mereka mundur dan menanggalkan jabatannya, Presiden malah membiarkan para menterinya maju sebagai peserta pemilu," kata Lalola.

Selain itu, potensi pelanggaran hukum yang dilakukan peserta pemilu selama 2023 harus turut diwaspadai. Menurut Lalola, praktik lancung yang harus dihindari bagi pemangku kepentingan pemilu adalah merebaknya politik uang.

"Pola tindakan menyimpang itu terbilang selalu sama. Pertama, praktik suap yang dilakukan calon anggota legislatif kepada partai politik. Pada bagian ini, politik uang digunakan untuk memperoleh dukungan partai dan memperebutkan nomor urut," kata Lalola.


Politik Uang

Ilustrasi Politik Uang (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Kedua, politik uang saat masa kampanye. Hal ini dianggap lazim oleh calon anggota legislatif dengan cara memberikan uang atau barang kepada masyarakat dengan harapan dapat dipilih saat pemungutan suara.

Dia menyebut, pada proses pemilih, tingkat kerawanan terhadap politik uang dikhawatirkan meningkat pada 2023. Dengan kondisi perekonomian pasca menghadapi Covid-19 ditambah ancaman resesi, bukan tidak mungkin meningkatkan potensi masifnya politik uang saat kampanye.

"Mengutip hasil survei Indikator Politik Indonesia pada akhir tahun 2020, praktik politik uang masih dianggap wajar oleh sebagian besar masyarakat," pungkas dia.

Infografis Jokowi Minta Menteri Setop Bicarakan Penundaan Pemilu 2024. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya