Liputan6.com, Pontianak - Sape merupakan alat musik kesenian tradisional Suku Dayak Kayaan yang mendiami wilayah Sungai Kapuas Hulu. Alat musik petik ini menjadi salah satu sarana hiburan bagi masyarakat Dayak.
Sape juga berfungsi sebagai sarana pengiring tarian sekaligus pendukung di setiap ritual upacara adat Suku Dayak. Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, 'sape' memiliki arti tiga.
Angka tiga tersebut sesuai dengan jumlah dawai yang digunakan di alat musik ini. Terdapat dua jenis sape, yaitu sape kayaan dan sape kenyah.
Sebenarnya, tak ada perbedaan dari kedua jenis sape tersebut. Hanya saja, perbedaan penamaan itu diambil dari suku di mana sape berasal.
Baca Juga
Advertisement
Proses pembuatan alat musik petik ini sesuai dengan tradisi dan kebudayaan masyarakat setempat. Selain itu, nilai-nilai artistik yang dimiliki Suku Dayak juga menjadi salah satu hal yang membuat alat musik ini tercipta.
Nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari bentuk sape yang menyerupai perahu. Pada bagian tubuh sape terdapat ukiran dengan motif khas Suku Dayak.
Untuk bahan dawai, awalnya alat musik ini menggunakan rotan atau ijuk pohon aruk (pohon aren). Seiring perkembangan zaman, dawai sape pun diganti dengan menggunakan kawat rem sepeda atau senar gitar.
Pada bagian dasar sape, penempel grid terbuat dari rotan yang menggunakan sarang kelulut atau sarang lebah kecil. Umumnya, alat musik ini dimainkan dengan mengikuti perasan pemainnya.
Dalam tradisi masyarakat Dayak yang dekat dengan alam, alunan sape biasanya mengikuti alam sekitar. Pola permainannya pun biasanya dimainkan secara berulang dalam beberapa birama.
Keindahan alunan sape muncul karena birama pertama bisa saja muncul kembali pada birama kesepuluh dan seterusnya. Sape biasanya dimainkan di Rumah Panjang atau Rumah Betang, yakni sebuah rumah komunal masyarakat Dayak.
Menurut cerita masyarakat setempat, awalnya alat musik sape Dayak diciptakan oleh seseorang yang terdampar di Karangan, yaitu sebuah pulau batu kerikil di tengah sungai. Saat itu, perahu yang ia tumpangi bersama rekan-rekannya karam diterjang riam.
Dalam tragedi itu, hanya ada satu orang yang selamat. Saat tidur dalam keadaan antara sadar dan tidak sadar, ia mendengar alunan suara alat musik petik yang indah dari dasar sungai.
Ia melihat bayangan alat musik tersebut menyerupai perahu. Ia pun percaya hal tersebut merupakan petunjuk yang diberikan roh nenek moyang kepadanya. Sejak saat itu, ia pun mulai membuat alat musik menyerupai perahu yang saat ini dikenal dengan nama sape.
(Resla Aknaita Chak)