Liputan6.com, Jakarta Seperti negara-negara lain di dunia, Indonesia terus berupaya keras mengendalikan kasus COVID-19 sampai laju penularan virus Corona dapat ditekan seminim mungkin. Menggembirakan, kasus COVID-19 Indonesia semakin terkendali, bahkan sudah masuk masa transisi pandemi menuju endemi.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin membeberkan strategi untuk memenangi perang melawan pandemi COVID-19. Bahwa bukan dengan upaya membuat COVID-19 hilang sepenuhnya atau sampai nol kasus.
Advertisement
Strategi utama, yakni menurunkan laju penularan virus Corona di bawah kapasitas rumah sakit. Belajar dari pengalaman tiga tahun pandemi, laju penularan virus yang tinggi berujung pada kekurangannya kapasitas rumah sakit.
Situasi di atas terasa tatkala Indonesia dihantam gelombang varian Delta pada pertengahan 2021. Pada waktu itu, Pemerintah pusat dan daerah membangun rumah sakit lapangan atau fasilitas pendukung lain demi menampung pasien COVID-19.
"Jadi strategi kita bukan menghilangkan COVID-19, enggak mungkin juga sih (hilang), mungkin hilangnya 50 tahun lagi, 100 tahun lagi. Tapi setiap kali kita ada pandemi, yang ada di kepala kita, satu tujuannya adalah memenangkan perang melawan pandemi," ungkap Budi Gunadi saat Rapat Koordinasi Pasca Pencabutan PPKM di Jakarta baru-baru ini.
"Caranya ya menurunkan laju penularan sehingga orang yang perlu perawatan rumah sakit itu di bawah kapasitas rumah sakit kita. Itu aja yang kita harus ingat."
Tak Mungkin sampai Nol Kasus COVID-19
Lebih lanjut, kata Menkes Budi Gunadi Sadikin, andaikan status pandemi ini berakhir, bukan berarti virus Corona ikut menghilang. Akan tetap ada, serupa dengan virus lain misalnya, influenza yang masih bersikulasi sampai sekarang.
"Setiap kali ada pandemi, yang ada di kepala kita untuk memenangkan perang pandemi adalah kita harus bisa menurunkan laju penularan di bawah kapasitas sistem kesehatan. Kita harus menurunkan jumlah orang yang tertular pada suatu saat dan perlu dirawat di rumah sakit di bawah kapasitas rumah sakit kita," lanjutnya.
"Sama seperti tuberkulosis (TB), influenza, demam berdarah, sekarang masih ada enggak penularan? Ya masih ada, tapi selama penularan itu yang sakit butuh perawatan rumah sakit di bawah kapasitas rumah sakit kita, tidak apa-apa. Enggak mungkin nol kasus, ya mungkin 100 tahun lagi bisa."
Strategi pengendalian COVID-19 pun sudah diterbitkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Strategi ini yang harus dilakukan di seluruh negara, terutama Negara-negara Anggota WHO.
"Strategi berikutnya, ini dari WHO. Strateginya protokol kesehatan, 3M (memakai masker, mencuci tangan, jaga jarak), waktu itu ya ini di bawah BNPB. Strategi keduanya adalah deteksi atau surveilans, istilah kita 3T (testing, tracing, tracking) ini sebagian di BNPB dan sebagian di kita (Kemenkes)," jelas Budi Gunadi.
"Strategi ketiga adalah vaksinasi, ini ada Kemenkes. Strategis keempat adalah terapeutik, perawatan dan obat-obatannya ini juga ada di Kemenkes. Empat strategi penanganan pandemi ini kita ambil dari WHO dan kita terapkan secara masif ya sampai ke level bawah."
Advertisement
Masyarakat Jangan Euforia
Pada transisi endemi, Budi Gunadi Sadikin turut mengingatkan masyarakat agar tidak euforia. Terlebih lagi, dengan sudah dicabutnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), partisipasi masyarakat terhadap protokol kesehatan dapat meningkat.
"Kita mengharapkan masyarakat meningkatkan partisipasinya. Perlu dididik masyarakat agar jangan euforia. Masyarakat tetap dianjurkan untuk menerapkan protokol kesehatan," harapnya.
"Sama seperti protokol kesehatan demam berdarah, misalnya ya, kalau lagi banyak nyamuk di semprot, jangan keluar sore-sore karena banyak digigit nyamuk ya. Nah ini sama kalau flu ya, jangan hujan-hujanan. Kalau hujan pakai payung gitu kan protokol kesehatan."
Untuk protokol kesehatan COVID-19, masyarakat tetap disarankan memakai masker, rajin cuci tangan.
"Ya kalau sakit menggunakan masker, kemudian kalau kerumunannya banyak sekali, menggunakan masker. Kalau rasa agak enggak enak badan, tes pake rapid antigen, bisa lihat," Menkes Budi Gunadi melanjutkan.
"Kalau positif, isolasi di rumah gitu ya. Dan kalau udah tahu, misalnya vaksinasinya sudah 6 bulan atau 8 bulan, kita lakukan vaksinasi booster."
Diharapkan pula secara bertahap, beberapa intervensi Pemerintah diturunkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
"Supaya transisi dari pandemi menjadi endemi di Indonesia akan berjalan dengan baik," tutup Budi Gunadi.
Sistem Penanganan COVID-19 sudah Bagus
Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI) Asri C. Adisasmita pernah menyampaikan tanggapan seandainya COVID-19 berakhir nantinya.
“Yang selalu saya khawatirkan adalah bagaimana kalau nanti COVID-19 memang selesai dan dinyatakan endemi, sudah tidak berbahaya lagi terus kemudian kita bakal terlena karena menganggap COVID benar-benar lewat,” ujar Asri saat dialog di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Rabu (5/10/2022).
Seperti masyarakat dan pihak lainnya, Asri juga berharap COVID-19 akan benar-benar berakhir. Hanya saja, ada hal yang harus dipertahankan.
“Yang harus kita maintenance (pemeliharaan) adalah sistem yang kita punya itu jangan sampai hilang, karena saya lihat sistem yang ada di Indonesia cukup bagus. Dengan jumlah penduduk yang sekian besar dan pendidikan yang kalah dengan negara maju, tapi penanganan COVID-nya bisa diacungi jempol," terangnya.
Asri menilai sistem penanganan COVID-19 di Indonesia cukup berhasil. Sehingga apa yang sudah dibangun jangan sampai hilang. Sebab, bisa saja ada virus atau kuman lain yang muncul dan membahayakan seperti COVID-19.
“Semoga sih enggak ada ya, tapi ini sesuatu yang sangat mungkin terjadi sehingga investasi kita dalam surveilans, laboratorium, testing, tracking, tracing itu tetap dipertahankan," tambahnya.
Baca Juga
Advertisement