Cerita Akhir Pekan: Praktik Ideal Konservasi dan Wisata

Wisata alam berbasis konservasi sudah seharusnya dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab agar lingkungan tidak menjadi rusak.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 08 Jan 2023, 09:01 WIB
Gunung Kembang di Wonosobo, salah satu yang menerapkan wisata alam berbasis konservasi. (Dok: Instagram @senja_rinjani18@la_bouche.id)

Liputan6.com, Jakarta Dianugrahi alam yang indah menjadikan masyarakat sekitar Gunung Kembang di Wonosobo begitu menjaga tempatnya. Bahkan Gunung Kembang menerapkan praktik konservasi wisata, sehingga tak sembarangan untuk bisa dikunjungi.  

Tak seperti gunung lain di Indonesia, untuk bisa masuk ke kawasan ini ada aturan ketat yang harus dipatuhi pendaki yang hendak menjelajahi gunung yang memiliki ketinggian 2340 mdpl tersebut. "Tujuan kita bukan jumlah pendaki yang banyak, tapi pendakian yang aman dan tetap menjaga kawasan. Jadi kita pahamkan dulu prosedur pendakian sebelum naik," ungkap Pengurus Basecamp Gunung Kembang, Iwan Santoso, saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 6 Januari 2023.

 

Gunung Kembang sendiri baru dibuka pada 2018, letaknya yang berdekatan dengan Gunung Sindoro sering membuatnya disebut sebagai Gunung Anakan Sindoro. Jika naik ke atas puncaknya, maka akan bisa berfoto latar pemandangan gunung besar di sekelilingnya. 

Perlu waktu sekitar 5 jam dengan perjalanan santai untuk menuju puncak Gunung Kembang, sementara untuk turun bisa ditempuh sekitar 2 jam. Sebenarnya daya jelajah gunung ini terbilang ringan, namun kurang populer dan memang jarang yang ingin naik Gunung Kembang lantaran aturan ketat hingga dianggap ribet oleh pendaki.

Padahal aturan tersebut justru punya tujuan baik, mereka diajarkan ilmu pendakian dulu sebelum naik Gunung Kembang. Sementara Iwan  sebenarnya merasa sedih, karena pendaki terbiasa ada di zona nyaman padahal tujuan pembekalan sebelum naik untuk antisipasi dan menjaga gunung tetap bersih. 

"Sekarang banyak sekali pendaki yang sudah pergi ke banyak gunung tapi tidak paham ilmu pendakian," sebut Iwan.

 


Jadi Gunung Paling Bersih

Gunung Kembang di Wonosobo. (Dok: Instagram @mamangatot)

Wisata ke gunung selalu mengundang decak kagum penikmatnya, melalui pepohonan rindang dan megahnya ketinggian yang menjadi tantangan tersendiri untuk mencapainya. Tak ayal, meskipun melelahkan semua tetap digapai lantaran ingin melihat sisi keindahan sebuah gunung.

Namun di balik itu masih sedikit pendaki yang menjaga alam saat berwisata di ketinggian dan memiliki kesadaran membawa sampahnya kembali ketika turun. Iwan bercerita, saat baru setahun Gunung Kembang dibuka kawasan tersebut menjadi sangat kotor.

Harga tiket masuk tidak sebanding dengan sampah yang ditinggalkan pendaki. Sejak saat itu Gunung Kembang melakukan perubahan sistem pengelolaan yang lebih menerapkan unsur wisata alam berbasis konservasi. 

"Alhamdulilah kita sekarang dianggap gunung terbersih se-Indonesia," tukas Iwan. Klaim itu didapat dari para pendaki yang sudah naik Gunung Kembang dan pergi ke banyak gunung lain.

Saat ditanya apa kunci dari gunung yang bersih, Iwan menjawab sebenarnya mudah karena pihaknya hanya menerapkan komunikasi antara pengelola dengan pendaki. Para pendaki saat datang tidak langsung registrasi, tapi diajak untuk adaptasi dulu dengan melakukan aklimatisasi, serta packing ulang atau mengemas lagi barang bawaaanya.

Mereka dipahamkan dulu tentang menejemen sampah, bahwa harus membawa kembali sampahnya termasuk sampah terurai seperti puntung rokok dan sisa buah yang tetap membutuhkan proses lama dalam penguraiannya. "Ternyata teman-teman mendukung kebersihan di gunung," sambung Iwan.

Ia mengajak pendaki untuk peduli akan kebersihan gunung, lantaran untuk meminimalisir kerusakan, sebab gunung yang telah terjamah manusia tentu ada kemungkinan terjadi kerusakan. Tetapi dengan aturan ketat menurut Iwan kejadian tersebut bisa diminimalisir.


Ilmu Pendakian untuk Keselamatan

Gunung Kembang, Wonosobo, yang terapkan pendakian tanpa sampah. (dok. Instagram @kembangmountain/https://www.instagram.com/p/CTCPMT5lWw5/Dinny Mutiah)

Tak kalah penting, Iwan menambahkan pihaknya memberikan ilmu pendakian bagi pengunjung. Pertama merupakan ilmu dasar untuk melakukan aklimatisasi sebagai hukum wajib sebelum naik Gunung Kembang. 

"Kebanyakan pendaki yang datang itu kan dari daerah yang panas, jadi mereka akan kaget kalau langsung berada di daerah dingin di ketinggan," sambung Iwan.

Kedua adalah menejemen perjalanan dengan menerapkan sistem packing ulang, mengecek kembali barang wajib pendaki seperti sleeping bag. Ketiga pendaki juga dipahami mengenai savety prosedur, hal ini penting karena berbicara nyawa dan keselamatan. Ia menyontohkan membawa jas hujan di musim hujan maupun tidak karena akan sangat berguna saat ada badai untuk menghalau angin. Menurutnya hal ini sering dilanggar padahal akan menimbulkan risiko.

Pria berusia 50 tahun yang teryata juga seorang pendaki gunung sejak tahun 1982 ini mengaku memang dengan aturan tersebut banyak pendaki yang enggan ke Gunung Kembang. "Kita ajak mereka sedikit lebih repot tapi demi keselamatan," tukasnya lagi.


Dukungan Biaya Konservasi

Pengelola Gunung Kembang di Wonosobo terapkan prinsip zero waste mountain. (dok. Instagram @kembangmountain/https://www.instagram.com/p/CUHNb0oFaug/Dinny Mutiah)

Sejak empat tahun Gunung Kembang dibuka untuk umum, menurut Iwan kini sudah ada sekitar 20 ribu pendaki yang naik ke gunung tersebut. Banyak pendaki yang datang kembali karena merasa senang dengan kebersihan Gunung Kembang. 

Untuk jumlah kedatangan, Iwan menjelaskan sebelum pandemi pengunjung bisa mencapai seribu orang per bulannya, namun setelah pandemi cukup jauh berkurang. Saat ini rata-rata pengunjung sekitar 100--150 pendaki setiap bulan.

Dalam menerapkan wisata berbasis konservasi, Iwan mengaku tak membatasi kuota pengunjung tapi hanya menerapkan sistem pengelolaan yang ketat agar lingkungan sekitar gunung tidak rusak. Dengan tiket masuk Rp30.000 per orang, Gunung Kembang tetap bisa menerapkan konservasi dengan baik, mereka bahkan berbelanja plastik untuk packing ulang barang yang rentan basah hingga Rp1 juta. 

Plastik tersebut biasanya berguna untuk mengemas kembali barang-barang yang tidak boleh basah saat kondisi cuaca hujan. Lantaran jika basah, benda seperti sleeping bag maupun baju akan berbahaya bagi pendaki karena kemungkinan akan kedinginan di atas. Harga tiket masuk tersebut sudah dapat membiayai operasional Gunung Kembang, bahkan menurut Iwan mereka juga masih bisa berdonasi untuk dana kemanusiaan saat terjadi bencana di sekitar lokasi Gunung Kembang.

Infografis Taman Nasional di Indonesia yang Termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya