Kemenkes Terbitkan SE tentang Pembagian Kompetensi Dokter Spesialis dan Subspesialis

Kehadiran SE ini diharapkan untuk menghindarkan konflik dan perdebatan di antara para dokter spesialis dalam menangani pasien lewat shared competency atau pembagian kompetensi.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jan 2023, 12:00 WIB
ilustrasi dokter/Photo by rawpixel.com from Pexels

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan RI menerbitkan surat edaran (SE) tentang pelayanan kesehatan bagi dokter spesialis dan dokter gigi serta dokter subspesialis. Kehadiran SE ini diharapkan untuk menghindarkan konflik dan perdebatan di antara para dokter spesialis dalam menangani pasien lewat shared competency atau pembagian kompetensi.

"Untuk menjawab adanya kompetensi yang sama atau bersinggungan antara dokter spesialis, dokter gigi spesialis, dan dokter subspesialis, dokter gigi subspesialis, diperlukan penataan shared competency agar tidak ada saling klaim pelayanan," kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya di Jakarta, Senin (9/1/2023).

Budi menerangkan kompetensi yang saling bersinggungan di antara profesi tenaga kesehatan bisa berdampak pada pelayanan bagi pasien, bahkan berpotensi pada perdebatan hingga konflik internal dalam organisasi profesi dokter.

"Pada suatu pelayanan medis tertentu, ternyata dalam praktiknya dapat dilakukan oleh dokter spesialis, atau dokter gigi spesialis, dan dokter subspesialis atau dokter gigi subspesialis dari bidang spesialisasi atau subspesialisasi yang berbeda," kata Budi mengutip Antara.

Menindaklanjuti hal tersebut Kemenkes menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/5/2023 tentang Penataan Pelayanan Kesehatan Bagi Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis dan Dokter Subspesialis/Dokter Gigi Subspesialis Dengan Kompetensi yang Bersinggungan Melalui Shared Competency di Rumah Sakit.

Dalam SE itu, Kemenkes meminta rumah sakit untuk fokus memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan spesialistik dan subspesialistik, termasuk penggunaan sarana, prasarana, dan alat kesehatan.

Lalu, setiap tenaga kesehatan harus memiliki standar kompetensi yang telah disahkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atau buku putih (white paper) masing- masing bidang spesialis atau subspesialis.

 


Bakal Ada Monitoring dan Evaluasi

Tenaga kesehatan juga wajib memiliki clinical appointment berdasarkan rekomendasi komite medik dari pimpinan rumah sakit tempatnya bertugas.

“Rekomendasi komite medik diberikan berdasarkan sertifikat kompetensi atau sertifikat kompetensi tambahan atau dokumen lain yang membuktikan kompetensi yang dimiliki tenaga medis,” kata Budi. 

Bakal ada aspek monitoring dan evaluasi penerapan shared competency yang dilakukan secara berkala dalam memberikan pelayanan kesehatan yang efektif, berkualitas dan terstandar untuk menjamin mutu dan keselamatan pasien.

Hasil monitoring dan evaluasi disampaikan kepada Menkes melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan setiap tiga bulan sekali.

“Nantinya, hasil laporan tersebut digunakan sebagai bahan untuk melakukan penilaian dalam proses akreditasi dan reakreditasi rumah sakit,” katanya.

Infografis 5 Saran Dokter untuk Penyintas Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya